~Part 26~

29 3 0
                                    

Hati yang Terluka

"Tidak ada lagi yang bisa dipertahankan saat melihat engkau bersama cinta lain. Aku pergi untuk kembali merekatkan hati yang hancur berkeping-keping. Jangan harap ia bisa kembali dengan utuh."

(Zahira Khairin Nisa)

***

Kaki Zahira bergetar hebat mendengar pengakuan dari Amelia. Seakan ia tak sanggup lagi berpijak. Tas di tangannya terlepas ke lantai teras. Zahira terduduk seakan ia tidak punya daya untuk berdiri.

Dendi menghambur ke Zahira. Memegang bahunya untuk menolongnya berdiri. Namun, dengan cepat Zahira menepis kasar tangan Dendi. Zahira merasa muak dan jijik mendapat sentuhan dari Dendi.

"Dik, asal kamu tahu aku tidak melakukan zina," papar Dendi dengan suara parau.

Zahira bergeming dalam duduknya. Ia hanya menatap tajam mata Dendi kemudian pandangannya beralih pada Amelia. Lebih tepatnya perut Amelia. Tatapan Zahira menandakan pertanyaan besar atas pengakuan Dendi.

Dendi memahami apa yang menjadi ganjalan Zahira. "Sebenarnya--" Dendi memotong kalimatnya dan menoleh pada Amelia yang berdiri bersandar pada mobil.

"Apa?" tanya Zahira dengan suara serak. Sedangkan air matanya mengalir deras tak dapat terbendung.

"Kami sudah menikah," ucap Dendi sendu.

"Lantas mengapa dia minta Mas bertanggung jawab?" tanya Zahira sedih.

Dendi diam sejenak. Salivanya sakit untuk mengeluarkan kalimat lagi rasanya sangat susah. Dendi mengumpulkan segenap kekuatan dalam dirinya untuk mengatakan yang sebenarnya.

"Amelia-- meminta Mas untuk menikahinya secara resmi," papar Dendi terbata-bata.

Bukan jawaban itu yang Zahira inginkan.  Pernyataan Dendi membuat dada Zahira semakin sakit. Kepalanya serasa dihantam godam. Zahira menahan segala sakit yang ia rasakan saat ini dan berusaha berdiri.

Dendi berusaha membantu, akan tetapi sebelum tangannya sampai, Zahira telah menolak. Dendi tidak dapat memaksa, ia hanya bisa diam dalam ketidak berdayaan.

Amelia dapat bernapas lega saat Dendi mengungkapkan pernikahannya kepada Zahira. Ingin rasanya ia tersenyum senang, akan tetapi dirinya sadar itu tidak pantas dilakukan saat ini. Melihat Zahira seperti ini, ada sedikit rasa bersalah bergelayut dalam hati Amelia. Namun, semua sudah terjadi.

Zahira bangkit dari duduknya dan berjalan ke mobil. Amelia cukup terkejut dan mengira Zahira akan melakukan sesuatu kepada dirinya. Oleh karena itu, Amelia berdiri tegak bangkit dari sandarannya dan bersiap menyambut Zahira jika akan melakukan sesuatu.

Namun, prediksinya salah. Zahira menuju bagasi mobil dan mengambil tas berisi oleh-oleh untuk Abi Zainal dan Umi Fatma. Serta tas berisi pakaian dirinya. Zahira bergegas hendak keluar halaman menuju jalan depan rumahnya. Dendi segera mengejar Zahira, tepat saat itu Zahira menghentikan langkahnya dan menoleh.

"Mas urus saja perempuan ini. Tidak usah hiraukan aku. Biarkan aku pergi." Zahira mengusap air matanya kasar.

"Dik, jangan ke mana-mana. Pulang saja ke rumah Abi dan Umi. Biar aku antar dulu," pinta Dendi khawatir.

"Tidak usah! Mas urus saja urusan Mas sendiri. Tenang saja aku akan pulang rumah Abi dan Umi. Jadi, Mas nggak perlu jemput aku nanti," ujar Zahira miris. Ia tidak pernah menyangka kunjungannya ke rumah Abi dan Umi berakhir seperti ini.

Dendi tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Ia hanya bisa menatapi Zahira hingga di ujung lorong dan naik taksi. Dendi sangat sedih, beberapa menit yang lalu, Zahira adalah miliknya utuh. Sekarang, bahkan ia tidak dapat menyentuh wanita itu. Mungkin hatinya juga bukan lagi untuk Dendi.

Cinta yang Jatuh (𝙏𝙖𝙢𝙖𝙩) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang