*Tamu Spesial*
_” Tidak ada bara yang lebih panas dari api cemburu. Ia bisa menghanguskan seluruh isi dada. Meski pada dasarnya tak pernah tahu bagaimana percikan itu muncul tiba-tiba yang jelas aku benar-benar terbakar sendiri.”
(Rafdan Rais Sasongko)
***
Rafdan membolak-balikkan badannya di kasur. Hampir seharian dia menghabiskan waktu di kamar. Semangatnya yang dulu berkobar kini padam seketika. Mimpi-mimpi yang pernah ia rajut terurai begitu saja.
Hanya karena seorang wanita, Rafdan tak dapat berpikir jernih. Api cemburu yang telah membakar hati Rafdan membuat otaknya tidak sehat. Badannya pun turut lemas serta otot-otot yang terkulai. Tidak ada aktivitas yang ingin dia lakukan.
Rafdan mengabaikan ponselnya yang terus bergetar sejak tadi. Ia belum siap mendapat pertanyaan dari Nando dan Arini yang sejak kemarin selalu menghubunginya. Rafdan berusaha memupuk kembali semangatnya agar kembali stabil seperti sedia kala. Ia teringat nasihat umi Salma kala itu.
“Hidup di tempat orang itu tidak mudah. Kamu harus pandai-pandai membawa diri. Jika ada satu persoalan yang sekiranya kamu tidak mampu memikulnya maka jangan sekali-kali kamu mendekati persoalan itu. Ingatlah pada pada tujuan awalmu serta mimpi-mimpimu,” nasihat Umi Salma saat membantu Rafdan mengemas barang-barangnya.
Rafdan mengangguk mengerti. “Baik, Umi. Rafdan akan ingat itu.”
“Satu hal yang tak kalah penting. Berhati-hatilah atasnya,” ucap Abi Rizal menyela.
“Apa itu?” tanya Rafdan penasaran.
“Wanita,” jawab Abi Rizal serius.
Ucapan Abi Rizal sukses membuat Rafdan tercenung sesaat. Kemudian ia mengulas senyum tipis. “Tenang saja, Bi. Untuk masalah yang satu itu Rafdan bisa mengatasinya, kok.”
“Jangan pernah remehkan masalah wanita apalagi perasaan kita terhadapnya. Benar saat ini kamu belum merasakannya. Suatu saat kamu akan tahu bagaimana rasanya.” Ucapan Abi Rizal kini telak mengena di hati Rafdan.
Rafdan berpikir sejenak, kemudian ia memilih mengangguk meski dirinya tidak begitu memahami ucapan Abi Rizal. Setelahnya ia berpamitan dan menyalami kedua orang yang telah mencurahkan seluruh kasih-sayangnya itu dengan penuh khidmat.
Rafdan mengingat itu semua dan baru menyadari perkataan Abi Rizal benar-benar terjadi padanya saat ini. Rafdan menghela napas dalam-dalam kemudian mengembuskannya perlahan. Ia bangkit dari rebahnya. Mencoba mengumpulkan sisa-sisa gairah dalam diri.
Ponselnya kembali bergetar. Rafdan hanya menoleh, ia melanjutkan langkahnya ke kamar mandi yang terletak di dekat kamar indekosnya. Baru beberapa langkah, Ibu Irma-pemilik kos menyapanya. “Kamu hari ini nggak kuliah?”
“Lagi nggak enak badan, Bu,” ucap Rafdan berbohong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta yang Jatuh (𝙏𝙖𝙢𝙖𝙩)
Fiksi RemajaTidak ada persahabatan seorang laki-laki dan perempuan yang pada akhirnya salah satu atau keduanya jatuh cinta. Setelah menikah dengan Dendi, Zahira melanjutkan kuliahnya yang sempat cuti. Siapa sangka dia akan bertemu Rafdan-adik tingkatnya. Dengan...