Bab 19
Sepenggal Harapan Semu
"Setiap makhluk bernyawa pasti punya keinginan. Sama sepertiku, keinginanku adalah mendapatkan hatinya. Meski masih terasa mengambang, akan tetapi tidak ada salahnya terus mencoba. Bukankah Tuhan memerintahkan untuk selalu bertawakkal. Perkara hasil, semua terserah Semesta."
(Arini Muaddah)
***
Malam minggu yang di tunggu-tunggu Arini telah tiba. Pakaian terbaik telah ia siapkan sebelumnya. Riasannya pun dibuat seanggun mungkin. Tepat setelah salat isya, Arini mengambil kunci motornya dan segera mengeluarkannya dari garasi.
Tak lupa Arini berpamitan kepada Papa Zainal dan Bunda Dewi. Setelah mendapat beberapa nasihat, kedua orang tua Arini memberi ijin. Dengan catatan harus ditemani Karmila-sepupu Arini. Arini setuju saja dengan persyaratan dari Ayah dan Bunda.
"Ingat! Jangan sampai pulang terlambat dan jaga diri baik-baik," nasihat Papa Zainal.
"Siap, Pa." Arini mengacungkan kedua jempolnya.
Di ruang tamu Karmila telah menunggu. Arini bergegas mengajak Karmila untuk segera berangkat setelah mereka berdua menyalami Ayah Zainal dan Bunda Dewi. "Hati-hati! Titip Arini, ya, Mil-- kalau berulah dijewer saja," ucap Bunda Dewi.
"Siap, Tante." Karmila tersenyum lebar sehingga memperlihatkan gigi-giginya yang gingsul.
Tanpa berlama-lama lagi, Arini menghidupkan mesin motornya. Kemudian perlahan melajukan motornya perlahan memecah malam yang sangat ramai malam itu. Sepanjang perjalanan Arini selalu tersenyum. Sedangkan Karmila memilih diam dan menikmati suasana malam sepanjang jalan.
Di tempat yang sudah ditentukan Arini langsung memarkir motornya di tempat yang sekiranya aman. Di sana Nando dan Rafdan telah duduk di bangku panjang. Arini tersenyum senang melihat Rafdan dan Nando.
"Sudah tadi nunggunya?" tanya Arini basa-basi. Entah mengapa ia merasa gugup.
"Nggak, kok. Baru saja sampai," jawab Nando sambil melirik ke arah Karmila.
Arini sangat mengerti maksud Nando. Oleh karenanya Arini langsung mengenalkan Karmila kepada Nando dan Rafdan. "Kenalkan ini Karmila- sepupuku."
Kemudian keempat muda-mudi itu mengelilingi Alun-alun. Setelah cukup puas mereka makan di warung lesehan. Arini duduk berhadapan dengan Rafdan sedangkan Karmila duduk berhadapan dengan Nando.
Mata Nando tak bisa lepas dari Karmila. Senyum Karmila yang manis membuat Nando selalu ingin menatapnya. Apalagi saat ini berhadapan berjarak beberapa senti meter membuat Nando dapat dengan puas menatap wajah Karmila.
Karmila tersipu dan memilih menunduk daripada membalas tatapan Nando. Karmila pura-pura memainkan ponsel yang ia sendiri tidak tahu harus membuka aplikasi apa.
Di samping Karmila, Arini tengah sibuk menata hati. Gemuruh di dalam dadanya seolah mengajaknya berilusi. Dinginnya malam berpengaruh sebaliknya untuk Arini. Pipi Arini terasa panas. Sejak mereka duduk, Rafdan lebih sering menatap Arini. Itulah yang membuat Arini salah tingkah.
"Kamu tampak berbeda," ucap Rafdan masih menatap Arini.
Arini semakin salah tingkah, "Apanya yang berbeda?" tanya Arini berusaha menenangkan hatinya.
"Lebih cantik." Sepenggal kalimat Rafdan yang sederhana ini sukses membuat jantung Arini serasa akan melompat dari sarangnya.
"Masa?" Arini berusaha terlihat biasa saja.
"Iya, baju kamu juga bagus. Kamu cocok pake baju itu," puji Rafdan jujur.
Arini tersenyum kecut mengingat harga bajunya yang menguras kantong. Akan tetapi setelah mendapat pujian dari Rafdan, Arini kembali tersenyum bahagia. Bukan hanya Arini yang terlihat bahagia malam ini. Tampak Nando juga sangat berbahagia dengan kehadiran Karmila. Mereka berdua tampak sudah akrab.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta yang Jatuh (𝙏𝙖𝙢𝙖𝙩)
Fiksi RemajaTidak ada persahabatan seorang laki-laki dan perempuan yang pada akhirnya salah satu atau keduanya jatuh cinta. Setelah menikah dengan Dendi, Zahira melanjutkan kuliahnya yang sempat cuti. Siapa sangka dia akan bertemu Rafdan-adik tingkatnya. Dengan...