Di ujung Tanduk
"Memang dunia tanpamu serasa hampa, akan tetapi roda kehidupan terus
berputar. Waktu terus beranjak tanpa peduli akan luka itu. Oleh karenanya aku harus terus berjuang untuk impianku walau tak lagi bersamamu. Kita tak lagi merajut asa bersama seperti yang kita ikrarkan dulu."(Zahira Khairin Nisa)
***
Zahira mondar-mandir di kamar. Pikirannya kacau dan bimbang. Bagaimana ia harus memulai untuk menceritakan masalahnya dengan Dendi kepada Abi dan Umi. Zahira berusaha merangkai kalimat demi kalimat agar kedua orang tuanya tidak terlalu terkejut.
Lima belas menit berlalu masih dengan kegamangan. Zahira duduk di pinggir ranjang. Mengangguk pelan memantapkan hatinya lagi. Setelah merasa cukup siap dan yakin, Zahira keluar kamar dan menemui Abi dan Umi yang sedang duduk di teras menikmati sinar mentari pagi setelah sarapan tadi.
Zahira duduk tepat di depan Abi dan Umi berancang-ancang untuk bercerita."Za-- kenapa Dendi belum juga pulang?" tanya Umi tiba-tiba mendahului Zahira.
"Namanya juga kerja, Mi. Nanti kalau sudah selesai pasti pulang," sela Abi Zainal.
Zahira terpaku sejenak, kalimat yang ia rangkai sebelumnya menguap begitu saja. Kegundahan hatinya semakin bertalu-talu. Matanya telah mengembun dan nyaris merembeskan buliran-buliran bening yang dengan cepat memenuhi matanya.
Umi heran melihat wajah Zahira yang hampir menangis. "Apa Umi salah ngomong?"
Zahira menggeleng dan tertunduk, sedangkan air matanya tak lagi terbendung. Mengalir dengan derasnya hingga membasahi pipinya. Dadanya seperti dihantam benda berat.
Abi Zainal mendapat firasat buruk dari sikap Zahira," Sebaiknya kita bicara di dalam. Tidak enak dilihat tetangga. Ayo, Za kita masuk."
Zahira mengusap air matanya kasar. Kemudian masuk diikiuti Umi dan Abi. Zahira, Umi dan Abi duduk di ruang tengah."Ceritakanlah, ada masalah apa? Abi dan Umi siap mendengarkan," ujar Abi lembut.
"Iya, Za. Masalahmu, masalah kami juga. Jangan disimpan sendiri," sela Umi.
Zahira menghentikan tangisannya. Mengambil napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan. Kemudian ia memindai wajah Abi dan Umi yang mulai berkeriput. Sungguh ia tidak tega apabila mereka bersedih. Namun, bagaimanapun masalah ini harus segera diceritakan agar ada solusi.
"Abi dan Umi jangan bersedih, ya. Zahira belum bisa membahagiakan Abi dan Umi. Malah membuat bersedih." Zahira menggenggam tangan Umi erat.
"Tenang saja, Za. Kami selalu bahagia jika engkau bahagia, tapi kalau kamu sedih kami juga sedih. Apa pun masalahmu ceritakanlah pada kami," ucap Umi Fatma.
"Sebenarnya Mas Dendi tidak keluar kota. Dia--" Zahira tercekat tak dapat melanjutkan kata-katanya.
Abi dan Umi menunggu, hingga beberapa menit berlalu, Zahira terdiam. "Ada apa? Dendi kenapa?" Umi Fatma sudah tidak sabar lagi.
Zahira menggigit bibir bawahnya. Luka hatinya terasa semakin perih saja. "Dia--bersama wanita lain."
"Maksudmu apa?" tanya Abi penasaran.
Zahira menghela napasnya yang terasa berat. Kemudian dia menceritakan semuanya dengan bercucuran air mata. Abi dan Umi tak henti-hentinya menggeleng. Mereka tidak percaya Dendi seperti itu. Namun, begitulah kenyataan yang telah terjadi.
Abi dan Umi sangat terpukul, akan tetapi mereka berusaha untuk terlihat tegar. Mereka pikir jika mereka rapuh, lantas siapa yang akan menguatkan Zahira yang jelas-jelas hancur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta yang Jatuh (𝙏𝙖𝙢𝙖𝙩)
Novela JuvenilTidak ada persahabatan seorang laki-laki dan perempuan yang pada akhirnya salah satu atau keduanya jatuh cinta. Setelah menikah dengan Dendi, Zahira melanjutkan kuliahnya yang sempat cuti. Siapa sangka dia akan bertemu Rafdan-adik tingkatnya. Dengan...