17. gangguan mental

10.1K 612 9
                                    



Umi Aisyah telah berada di meja makan, ini adalah kali pertama setelah 2 tahun mereka kembali makan malam bersama dengan Fatih dan istri baru nya.

"Fadira mana?" tanya ustadzah Syifa, saat semua orang telah duduk rapi di meja makan.

Fatih baru menyadari kalau Fadira belum datang untuk makan malam, ia terlalu fokus kepada Amira, sehingga melupakan Fadira yang telah menunggu dan menjaga nama baik nya selama 2 tahun.

"Biar saya panggil," ucap Fatih namun di balas gelengan kepala oleh Amira.

Syifa sedikit sebal dengan Amira, yang di rasa ingin merebut Fatih sepenuhnya dari Fadira. Tanpa berkata-kata, perempuan itu langsung berdiri dari duduk nya pergi untuk memanggil Fadira.

Di sisi lain, Fadira tengah pusing mencari obat nya, ternyata diam-diam selama 2 tahun belakangan ini, Fadira mengonsumsi obat karena ia sedang sakit. Perempuan itu kembali berhalusinasi, dan halusinasi tersebut semakin parah. Ia harus segera menemukan obat nya, untuk menghentikan halusinasi tersebut.

Tok..tok..tok.. "Fadira," panggil ustadzah Syifa dari luar kamar Fadira.

Fadira menahan rasa sakit dan rasa takut nya, ia tidak dapat melihat dengan jelas. Namun untungnya, tangan nya secara tidak sengaja menyenggol sesuatu dan seperti nya itu adalah botol berisikan obat nya. Tanpa banyak drama perempuan itu langsung meminum nya, selang beberapa menit, penglihatan nya kembali normal.

"Fadira!" Tok..tok..tok..

"Iya ustadzah, eh kak Syifa." Fadira segera bangkit dari duduk nya, dan berjalan untuk membuka pintu.

Ceklek..

"Kamu gak papa kan? Kok gak turun buat makan malam?" tanya Syifa.

"Iya, aku gapapa, tadi lagi ada kesibukan jadi nya lambat." jawab Fadira gugup.

"Yaudah sekarang yuk turun, udah di tungguin tuh di bawah."

"Iya ustadzah eh kak." Fadira segera menutup pintu kamar nya, dan berjalan di belakang Syifa.

Kini kedua nya telah tiba di meja makan, Fadira duduk tepat di depan Fatih di sebelah ustadzah Syifa. Sementara Amira duduk di sebelah Fatih. Tentunya hati Fadira kembali terasa sakit. Namun ia berusaha menyembunyikan rasa cemburunya.

Sesekali pandangan mata Fadira dan Fatih saling bertemu, namun tatapan itu tidak berlangsung lama karena Fadira yang langsung memutus nya dengan membuang muka dari Fatih.

Mereka makan dengan tenang, Amira dapat dengan cepat beradaptasi dengan keluarga itu. Ia juga kini telah banyak mengobrol dengan ibu mertua nya. Perempuan itu sengaja melakukan nya agar bisa di terima di keluarga suaminya.

Fadira menyembunyikan lengan nya yang di bungkus perban di dalam baju nya. Ia selalu memakai baju atasan ataupun gamis dengan lengan yang panjang.

Setelah selesai makan malam, mereka semua berkumpul di ruang keluarga kecuali Fadira. Perempuan itu masih sibuk membereskan piring kotor sisa makan tadi. Amira tidak membantu nya, perempuan itu belum mau berbaur dengan Fadira.

"Amira, kandungan kamu sudah memasuki usia keberapa?" tanya Umi Aisyah membuka suara.

"22 Minggu," jawab Amira.

Saat-saat seperti ini yang di rindukan oleh Fatih, meski hilang ingatan pada saat itu, ia tetap dapat merasakan sesuatu yang selalu di lakukan dan seperti di rindukan, namun ia tidak tau apa itu.

"Fatimah mana? Kok gak keliatan?" tanya Fatih memberanikan diri.

"Fatimah dia nemenin Fadira di dapur," jawab ustadz Syakib, kakak kandung Fatih.

"Emm," Fatih hanya mengangguk-angguk mengiyakan.

•••

"Bibi, tangan nya kenapa?" tanya Fatimah yang masih berusia 7 tahun saat melihat tangan Fadira yang di balut perban berwarna putih.

Fadira yang tengah sibuk mencuci piring itu lantas tersadar, kalau ia sedikit menggulung lengan baju nya agar tidak basah terkena air. "Oh ini, gapapa." jawab Fadira santai, perempuan itu memang dekat dengan anak dari kakak ipar nya.

"Kalo gapapa kok sampe di perban?"

"Em, Fatimah tadi makan nya udah kenyang belum?" tanya Fadira berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Udah, tapi sebenernya Masi mau makan ayam nya."

"Itu, bibi udah simpenin ayam untuk Fatimah. Ada di dalam lemari ya sayang,"

"Yeyy, asyikkk." Fatimah dengan bersemangat menuju lemari untuk mencari ayam kesukaan nya yang di simpan oleh bibi kesayangan nya.

Anak 7 tahun itu kemudian memakan ayam nya sampai habis, ia sangat bahagia. Meskipun setiap hari makan ayam, tapi Fatimah tidak pernah bosan, dan terus menginginkan lebih.

"Bibi Fatimah sayang bibi, bibi jangan kemana-mana yah! Di sini terus bareng Fatimah."

Deg! Debat jantung Fadira tak karuan mendengar ucapan gadis kecil itu. Jujur, ia sudah tidak tahan dan ingin segera pergi dari kekacauan itu, sedikit demi sedikit ia berusaha untuk merelakan cinta nya. Ia juga harus sering konsultasi bersama dengan seorang psikolog.

•••

Saat hendak berjalan menuju kamar nya bersama dengan Fatimah, Fadira tanpa sengaja melihat bayangan berjalan di dinding dekat tangga. Alhasil, rasa takut nya kembali muncul. Ia yakin kalau diri nya sedang berhalusinasi melihat sesuatu yang nyatanya tidak ada.

"Bibi kenapa?" tanya Fatimah yang melihat wajah pucat Fadira.

Fadira segera tersadar dan menatap Fatimah. "Emh, bibi gapapa. Fatimah jadi kan tidur sama bibi?" tanya Fadira.

"Jadi dong ayook!! Lagian om Fatih tidur nya sama bibi Amira."

Deg!

•••

Keesokan paginya

Semalam, Fadira sudah mengatur jadwal untuk bertemu dengan seorang psikolog. Kebetulan, ia memiliki seorang kenalan yang bekerja di bidang itu.

Fadira sengaja pergi sangat pagi agar tidak ada yang curiga dan bertanya-tanya tentang tujuan nya. Perempuan itu pergi dengan menggunakan taxi online yang sudah ia sewa.

"Assalamualaikum," sapa Fadira.

"Waalaikumsalam." seorang perempuan muda keluar dengan memakai pakaian rumahan. "Loh Fadira? Kirain dateng nya jam-jam 9." Perempuan itu mempersilahkan Fadira untuk masuk ke dalam rumah nya.

Fadira tersenyum, "ia sengaja datang pagi-pagi biar gak keduluan orang hehehe." Fadira terkekeh, "tapi gak ganggu kan?" tanya Fadira merasa tidak enak.

"Sama sekali enggak, kamu mau ngobrol dulu atau gimana nih?"

"Langsung ke inti nya aja."

"Oky," perempuan yang bernama Salsa itu duduk di sebelah Fadira. "Ayo ceritain keluhan kamu." ucap nya lembut. Salsa sangat baik kepada Fadira.

Fadira mulai menceritakan soal halusinasi yang sering ia alami.

Segini dulu. Gimana pendapat kalian raders ku sayang? Komen ya ^^

married with kiyai's son [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang