15. kenyataan yang pahit

11.2K 646 15
                                    



Hati Fadira hancur, sehancur-hancur nya. Hati perempuan mana yang tidak sakit, mengetahui fakta pahit, bahwa suaminya telah memiliki istri ke dua yang kini tengah mengandung anak nya. Perempuan malang itu tak henti-hentinya menangis di bahu umi Aisyah, ibu kandung Fatih.

"Maafkan saya. Saya hilang ingatan, dan tidak tau jika telah memiliki seorang istri. Perempuan yang di sebelah saya ini adalah perempuan yang telah menolong dan merawat saya. Saya menikah dengan nya, atas permintaan almarhum kakek Amira. Beliau ingin saya menikahi cucu nya, sebelum ajal menjemput nya. Alasan saya menyetujui pernikahan tersebut, karena saya tidak ingin menimbulkan fitnah selama saya tinggal bersama mereka. Dan juga saya terkena amnesia, sehingga itu juga menjadi salah satu alasan mengapa saya mau menikahi perempuan lain, sementara saya telah memiliki seorang istri. Amira sebatang kara, ia tidak memiliki siapapun selain kakek nya yang kini telah tiada. Setelah ingatan saya kembali, saya beserta Amira, bergegas untuk kembali ke sini. Saya ingin bertemu dengan umi, Abi, kak Syakib, Kak Syifa dan tentunya Fadira. Saya sangat merindukan istri kecil yang hati nya telah saya lukai."

Fadira berusaha menghentikan tangisan nya. Namun percuma, rasa sesak itu membuat air matanya terus mengalir. Ustadz Syakib beserta istrinya terdiam, mereka tidak mampu berkata-kata. Begitu pula dengan kiyai Sholeh dan Umi Aisyah.

"Maafkan saya Fadira." Sesal Fatih, ia dilema. Di satu sisi ia masih sangat mencintai Fadira, di sisi lain ia tidak dapat meninggalkan Amira yang tengah mengandung anak nya.

Fadira menyadari, cara bicara Fatih kepada nya telah berubah sepenuhnya. Lelaki yang 2 tahun belakangan ini sangat di nanti-nanti kehadiran nya, telah melukai jiwa dan raganya. Perempuan malang itu tak henti-hentinya memandangi perut Amira yang buncit. Rasa sesak menambah di dada nya.

"Umi Fadira izin mau pulang." pamit Fadira kemudian berdiri dari duduk nya, berniat untuk mengemasi barang-barang nya.

Namun, Fatih buru-buru mencekal tangan perempuan itu. "Jangan pergi, Insya Allah saya akan berusaha untuk berlaku adil." ucap nya.

Tangis Fadira semakin pecah, ia tidak pernah ingin di poligami dengan alasan apapun. Namun di sisi lain, ia tidak boleh egois dan harus bisa mengerti, kalo semua yang terjadi ini di luar keinginan sang suami.

Fatih berusaha menahan air mata nya, ia sedih, hati nya juga sakit. Ia sedih karena sudah melukai hati Fadira. Syifa tidak mampu lagi berkata-kata, ia sedih dan kasihan kepada Fadira yang sudah menunggu Fatih tanpa kepastian selama 2 tahun. Di saat, semua orang percaya kalo Fatih telah tiada, hanya Fadira lah yang kekeuh beranggapan dan yakin kalo Fatih masih hidup dan suatu saat akan kembali ke pelukan nya.

Amira hanya terdiam, sebagai seorang wanita pasti ia memiliki sifat tidak ingin di duakan dan hanya ingin menjadi satu-satunya, yang pertama dan yang terakhir. Namun keadaan yang membuat nya harus mau menjadi yang ke dua. Ia juga sebenarnya tidak ingin menjadi pelakor dalam hubungan suami nya dan istri pertama nya. Seandainya ia tau kalo Fatih yang ia beri nama Adam selama lelaki itu hilang ingatan telah menikah, pasti diri nya juga tidak mau menjadi orang ketiga.

Umi Aisyah sudah menangis sejak tadi, ia tidak tau harus sedih atau bahagia. Amira jauh lebih tua dari pada Fadira, dari segi umur. Namun jika di lihat dari segi kedewasaan, Fadira lah yang nampak lebih dewasa.

"Beri saya kesampatan! Saya mohon." ucap Fatih.

"Untuk apa meminta kesempatan dari saya? Anda sudah memiliki dia, dan sebentar lagi akan memiliki momongan. Apa itu tidak lebih dari cukup?" Fadira mengubah gaya bicara nya. "Saya tidak ingin menjadi penghalang dari hubungan rumah tangga kalian,"

"T-ttapi__"

"Maafin gw, gw gak ada maksud mau rebut suami Lo. Tapi gw mohon, jangan pisahin anak dari bapak nya." Potong Amira memberanikan diri, ia takut kalo nanti nya Fadira akan menyuruh Adam atau Fatih untuk menceraikan nya.

Fadira menatap wanita itu, tatapan nya sulit di artikan. Perempuan itu kemudian tersenyum, senyuman itu terlihat tulus. Namun ia tidak mengatakan apa-apa, ia hanya berusaha menyembunyikan rasa sakit di balik senyum nya yang indah.

"Saya tidak yakin akan sekuat itu." lirih Fadira, perempuan itu kembali menangis.

"Saya akan berusaha untuk berlaku adil. Dan saya mohon, jangan pernah meminta untuk bercerai dari saya." Fatih berdiri kemudian memeluk Fadira dengan sangat erat. Hati Amira sakit, saat melihat suami nya berpelukan dengan wanita lain selain dirinya.

Amira mengelus perut buncitnya. Entah bagaimana hal itu bisa terjadi, tapi memang anak yang ada di dalam kandungan Amira adalah anak Fatih. Umi Aisyah masih bingung, ia benar-benar di lema antara senang dan sedih.

"Sekarang, keputusan ada di tangan kalian bertiga. Kami sebagai orang tua tidak boleh terlalu ikut campur dalam masalah rumah tangga kalian. Fatih dan istri baru nya juga tidak sepenuhnya salah. Ini semua terjadi karena tragedi kecelakaan yang menimpa Fatih 2 tahun yang lalu. Mungkin ini takdir yang telah di tentukan oleh yang maha kuasa." ucap Kiyai Sholeh, saat ini ia tidak berpihak pada siapapun.

Fadira mengelap sisa air mata yang masih berlinang di pipi mulus nya. Perempuan itu berusaha untuk berfikir positif.

__________

Kini ketiga orang itu berada dalam satu ruangan untuk kembali memusyawarahkan masalah mereka. Fatih benar-benar tidak ingin kehilangan Fadira, namun ia juga tidak bisa menceraikan Amira.

Hening....

Mata Fadira tidak pindah dari perut buncit Amira. Rasa nya sakit, dan tentunya sangat sakit saat suami yang sangat di cintai akan memiliki bayi dari rahim wanita lain, dan bukan rahim nya.

Fatih mengikuti arah pandang Fadira, ia tau apa yang di lihat oleh perempuan itu. "Maaf kan saya," hanya kata maaf yang bisa keluar dari mulutnya. Tapi ia melakukan hubungan dengan Amira sesudah mereka sah dan resmi menjadi sepasang suami-istri.

Fadira tersenyum, terlihat jelas kesedihan dari sorot mata indah nya. "Maaf, maaf karena anda harus terpaksa menikah dengan saya karena suatu perjodohan. Jika pun ingin, anda bisa menalak saya sekarang."

"Sampai kapan pun saya tidak akan menalak kamu!" tegas Fatih.

"T-ttapi?"

"Jauh sebelum jatuh cinta dengan Amira, saya sudah terlebih dahulu sayang dan jatuh cinta sama kamu."

Hati Amira sakit mendengar ucapan yang di lontarkan oleh Fatih. Tiba-tiba, perempuan muda itu merasa mual. "Huwek," ia segera berlari ke wastafel yang berada tak jauh dari tempatnya berada.

"Amira?" Fatih segera berlari menyusul istri kedua nya.

Air mata Fadira kembali mengalir, ia tidak yakin akan kuat menghadapi semuanya. "Aku gak yakin bakal kuat jalani hidup dengan harus berbagi suami dengan dia, orang yang sepertinya lebih tua dari ku dan kini tengah mengandung anak dari suamiku." Batin Fadira ia menatap Fatih yang begitu khawatir kepada Amira dari kejauhan.

°•°
°•°
°•°

married with kiyai's son [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang