02. kejadian yang tak terduga

17.4K 1.2K 21
                                    

Warning!
Peraturan di setiap pondok pesantren berbeda-beda yah! Tergantung Kiyai dan pengurus pesantren nya.

"Bertemu dengan mu, adalah sebuah impian. namun memiliki mu banyalah mimpi yang akan menjadi angan"
_Quotes_

"Fa! Sekarang giliran kamu ya, yang bantu Umi memasak. Kamu, Bianka, Aqila, Jihan, sama Wulan" Ucap Ustazah Syifa.

"Iya Ustazah"

Fadira pergi, menuju rumah umi Aisyah. Istri dari Kiyai Sholeh. "Assalamualaikum Umi." Fadira mengucapkan salam.

"Waalaikumssalam, masuk Fa." Jawab Umi Fadira, dari dalam rumah nya.

"Umi, Fadira masuk,"

"Iya nak, masuk saja."

Fadira pun lantas memasuki rumah tersebut, tidak lupa gadis itu melepaskan alas kakinya. Deg! Matanya seketika berbinar, saat tanpa sengaja melihat sosok Fatih, yang kala itu sedang membaca sebuah kitab, di ruangan yang tak terlalu jauh dari dapur, tempat Fadira berada. Gadis itu, dapat melihatnya dari sela pintu yang tidak tertutup rapat.

"Fa," Tegur Umi Aisyah, yang kala itu tengah melintas. Dan tanpa sengaja melihat Fadira, yang mematung di dekat dapurnya.

"Eh, Umi."

"Liatin apa kamu?" Tanya Umi Aisyah.

"Gak ada Umi, aku ga lagi liatin siapa-siapa." Jawab Fadira dengan gugup.

"Inget ya Fa. kalo Jodoh, entar juga datang ke kamu." Ucapan Umi Aisyah, yang sama sekali tidak di mengerti oleh Fadira.

"Maksudnya gimana Umi?"

"Entar juga kamu tau sendiri! Sekarang kamu bantu Umi, buat potong-potongin bawang, sama sayurannya ya."

"Baik Umi."

"Umi mau ke luar sebentar, mau ke pasar, belanjain bahan-bahan yang kurang dan udah habis."

"Oh Iya Umi," Fadira berjalan menuju dapur, terlihat di sana sudah ada Wulan, Aqila, dan Jihan, yang tengah sibuk menotong sayuran yang begitu banyak.

"Sini Fa." Panggil Jihan. Fadira pun langsung berjalan, dan duduk di sebelah Jihan.

"Jihan, Kiki mana ya? Kok seharian ini aku gak liat?" Tanya Fadira yang kini telan ikut memotong bawang bersama Jihan

"Fa, Kamu gak tau ya? Kalo kiki semalem di jemput Pulang karena neneknya meninggal?" Ucapan Jihan yang mengagetkan Fadira.

"Innalilahi wainnailaihi rojiun" Karena syok, tanpa sadar Fadira mengiris jemarinya. Dan bukannya bawang merah.

"Aww!" Ringis Fadira.

"kamu kenapa fa?" Tanya Jihan, yang ikut kaget saat melihat begitu banyak darah segar, mengalir dari jemari lentik sepupunya.

"Ke iris pisau," Jawab Fadira.

"Ini kain, buat balut luka kamu." Suara berat terdengar, dan itu merupakan suara Fatih.

Deg! Jantung Fadira berdegup dengan kencang. Fatih, meletakkan kain tersebut di pangkuan Fadira. Ia sama sekali tidak melihat wajah gadis-gadis itu.

"Terimakasih." Ucap Fadira.

"Sama-sama" Fatih pergi, kembali ke kamarnya. Entah dari mana, tapi ini merupakan sebuah kebetulan.

*Flashback*

Fatih keluar kamar untuk mengambil air minum. Telinganya, tanpa sengaja mendengar, ringisan seorang gadis. Ia pun pergi untuk memeriksa, dan melihat seorang gadis, yang jemarinya di aliri banyak darah. Refleks lelaki itu, pergi untuk mengambil sebuah kain, yang berupa sapu tangan. Kebetulan benda tersebut merupakan benda pertama yang ia temukan, bisa membalut luka gadis tersebut.

*****

"Nafas Fa!" Tegur Jihan, yang melihat Fadira tengah menahan nafasnya. Orang yang di tegur pun lantas menghembuskan nafasnya, yang sempat tertahan tadi.

"Jihan bilang kalo ini mimpi!" Ucap Fadira, masih tak percaya.

Jihan memegang luka Fadira, membuat gadis itu meringis kesakitan. "Sakit?" Fadira mengangguk. "Tandanya, kamu ga lagi mimpi Fa! Udah cepet balut luka kamu, darahnya banyak sekali!"

Fadira, membalut lukanya dengan sapu tangan pemberian Fatih, agar tidak semakin banyak darah yang mengalir.

Bianka datang, dengan membawa beberapa bungkus plastik besar, yang berisikan sayuran dan buah-buahan. Gadis itu meletakkannya di sebelah Fadira.

"Dari mana Bi?" Tanya Wulan. Yang tengah sibuk menggoreng bakwan.

"Pasar," Jawab Bianka.

"Kamu ke pasar sama Umi?" Tanya Jihan.

"Enggak, aku ke pasar bareng kak Fatih."

"Alah, ngaco kamu!" Sahut Aqila tak percaya.

"Beneran! Bareng Umi dan Kak Fatih." Bianka terkekeh.

*****

"Apapun yang telah menjadi takdirmu, akan mencari jalan untuk menemukan mu."

Fadira tengah mengaji di asramanya. Ia duduk berdua dengan Jihan, keduanya saling menyimak hafalan masing-masing. Hafalan yang nantinya akan di setorkan kepada Ustazah Syifa.

"Fa, Bukannya 2 hari lagi, kita bakalan libur semester selama 2 minggu?" Tanya, Jihan.

"Emm gak tau, dan kalaupun hal itu terjadi, mungkin aku gak akan pulang!" Jawab Fadira, tanpa memalingkan pandangannya dari mushaf Al-Qur'an yang tengah ia pegang.

"Kenapa Fa? Masi takut pulang? Gara gara masalah kemarin?" Tanya Jihan.

"Enggak kok." Jawab Fadira.

"Kamu pasti takut kan, kalo kamu pulang, terus papa kamu langsung nikahin kamu sama anak kenalannya?"

Huft...! Fadira menghela nafas kasar, kemudian mengangguki ucapan Jihan.

"Yaudah, kalo gitu, kamu pulang ke rumah aku aja."

"Enggak deh Jihan, takut ngerepotin!" Fadira merasa tak enak kepada paman dan bibinya.

"Ih, kok gitu sih! Sama sekali gak ngerepotin kok Fa!" Bujuk Jihan.

"Enggak deh, maaf ya! Lain kali aja okay!"

"Iyaa"

*****

2 hari telah berlalu. Dan kini, tiba masa liburan para santri di pondok pesantren Al-Ghifar. Para santri nampak berbahagia, karena dapan berkumpul dengan sanak saudaranya kembali, meskipun hanya beberapa hari.

"Fa! Kamu yakin gak bakalan pulang?" Tanya Jihan, memastikan.

"Iya Jihan, aku yakin" Jawab Fadira, memantapkan tekadnya.

"Dengar nya sih Fa, semua santri bakalan pulang. Terus kamu gimana? Emang berani tinggal di asrama sendirian?"

"Emm, gak tau sih. Tapi kan nanti Umi Aisyah, bakalan izinin aku pegang hp. Jadinya aku bisa vidcall kamu. Hehehe" Ucap Fadira terkekeh.

"Oyaudah, kalo gitu. Kamu mau anterin aku sampe depan gerbang?" Tanya Jihan, yang telah selesai bersiap.

"Taudah yuk!" Fadira, membantu membawa sebagain tas berisikan pakaian, yang ingin di bawa pulang oleh Jihan.

*Gerbang*

"Loh, nak Fadira gak ikut pulang?" Tanya Pak Fandi, selaku Ayah handa Jihan.

"Enggak paman, Salamin ke bibi ya." Jawab Fadira.

"Oiya, kami pamit, Assalamualaikum"

"Waalaikumssalam"

Kini, hanya tinggal Fadira lah, santriwati yang masih tinggal di Asrama. Sunyi, dan sepi. Fadira kembali teringat kepada Fatih, lelaki yang lebih tua 5 tahun darinya itu.

"Ya Allah, jika memang bukan namanya lah, yang berada di lahuful Mahfudz hamba, maka Izinkan hamba untuk bisa menghilangkan perasaan yang telah menggebu-gebu ini" Doa Fadira dalam hati.





married with kiyai's son [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang