20. pahit dan manis

9.4K 569 22
                                    

2 hari kemudian.

Semua santri berkumpul di masjid pesantren. Beberapa warga juga turut hadir, mereka di undang oleh Kiyai Sholeh. Semuanya histeris saat melihat kedatangan Fatih yang di anggap sudah tiada itu. Sebagaian santri yang tidak mengenal Fatih bertanya-tanya, siapa pria tampan yang berjalan dengan seorang wanita hamil itu.

Fadira duduk di barisan paling belakang, ia tidak bersama ustadzah Syifa, karena wanita itu menolak untuk menghadiri acara syukuran serta pengenalan tersebut.

"Bissmilah ya Allah, jika memang ini jalan yang terbaik, izinkan hamba menjalani nya dengan penuh keikhlasan." Doa Fadira dalam hati, perempuan itu berusaha keras menguatkan diri nya.

Mata Fatih mencari-cari keberadaan Fadira, tapi pria itu tidak dapat menemukan keberadaan istri pertama nya. Terlalu banyak orang, hingga ia sulit menemukan istri nya di antara orang-orang tersebut.

"Bissmilah," seorang santri putra yang bertugas menjadi MC, telah berada di atas mimbar, santri yang di ketahui bernama Alfian itu, telah bersiap dan akan segera memulai acara nya.

"Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan atas kehadiran Allah yang maha kuasa, yang mana, berkat limpahan nikmat dan karunia nya lah, kita saat ini masih dapat berkumpul di tempat ini, dalam rangka_____"

Fadira menyimak, sambil tak henti-hentinya berdzikir di dalam hati, perempuan itu terus berdoa agar di beri kekuatan, dan kelapangan hati untuk menjalani hidup sesuai dengan yang telah di tetapkan oleh yang maha kuasa.

Setelah serangkaian acara terlaksana, kini tiba saatnya lah kita Sholeh berpidato. Fadira terus berdzikir, sambil menguatkan hati nya. Kiyai Sholeh mulai memperkenalkan sang menantu kepada semua orang, sebagian besar dari orang-orang yang hadir di acara tersebut tentunya tercengang, kaget bukan main, hingga tidak sanggup lagi berkata-kata. Fadira sendiri terbujur kaku, mendengar penuturan sang ayah mertua, yang memperkenalkan sekaligus memuji-muji Amira. Umi Aisyah terlihat sangat menikmati acara tersebut, meski kita tidak tau apa yang ada di dalam hati nya.

Pidato dari Kiyai Sholeh belum berakhir, namun Fadira sudah tidak mampu lagi berada di tempat itu. Fadira beranjak, dan pergi dari tempat itu. Banyak yang bertanya-tanya mengapa ia pergi, namun Fadira hanya beralasan ingin ke kamar kecil (WC). Fatih melihat kepergian Fadira, namun lelaki itu tidak dapat berbuat apa-apa.

Fadira tiba di kamarnya, ia menangis tanpa suara, hatinya hancur, dan terasa begitu perih. "Gak boleh egois Fadira!" batin nya, sambil menggigit bibirnya bagian bawah, berusaha menahan kekecewaan yang ia rasakan. Dadanya sesak, deru nafas nya memburu, nampak sangat memilukan.

"Mbak Amira emang lebih pantes bersanding sama bang Fatih!" tangis nya kembali pecah.

Fadira lantas berdiri, ia masuk ke dalam WC kemudian mengambil air wudhu dan lantas melaksanakan sholat, untuk menenangkan hati dan fikiran nya. Selesai sholat, Fadira tidak langsung beranjak, gadis itu masih terdiam, termenung di atas sajadah, entah apa yang ia adukan kepada Khaliq.

__________

Di sisi lain

Fatih sudah gelisah sejak tadi, tapi ia tidak mampu berbuat apa-apa. Amira terus menggenggam erat tangan sang suami, ia begitu bahagia. Fatih juga sebenarnya senang jika melihat Amira tersenyum, namun ada hati lain yang harus terluka karena senyum itu.

"Mas pinggang aku sakit." Keluh Amira.

Fatih dengan sigap, meletakkan tangan kekarnya di belakang tubuh sang istri, agar perempuan nya bisa bersandar di sana.

Benar saja, Amira tersenyum sambil bersandar pada tangan Fatih yang menopang tubuhnya. Sangat nyaman, lelaki kedua yang mampu memberikan kenyamanan baginya setelah almarhum sang kakek.

Acara masih berlanjut, banyak yang memperhatikan pergerakan Fatih dan Amira, mereka terlihat kagum karena Fatih begitu peduli dan perhatian terhadap sang istri.

"Masi pegel?"

"udah mendingan."

40 menit kemudian

Acara hampir selesai, dan kini telah tiba pada masa penutup. Fatih menggandeng Amira, mereka jalan beriringan menuju rumah. Setelah mengantar Amira menuju kamar, kini Fatih pergi menuju kamar Fadira.

Tok, tok, tok.. setelah beberapa menit tidak ada jawaban, Fatih mencoba memutar knock pintu tersebut, dan ternyata pintu itu tidak terkunci. Fatih masuk dan melihat Fadira yang tertidur di atas sajadah, dengan tubuh yang masih terbalut mukena. Fatih menutup rapat pintu kayu itu, ia mendekat ke arah sang istri. Mata nya berkaca, saat melihat wajah Fadira yang memerah, serta mata lebam gadis itu.

Ia duduk di samping Fadira. Di usap nya kepala berbalut mukenah itu dengan lembut, hati nya hancur. Fadira tertidur, dengan tangan yang menggenggam erat sebuah tasbih panjang, serta bibir yang tak berhenti berdzikir. Itu menambah kesedihan di hati Fatih.

Pelan tapi pasti, Fatih mengangkat tubuh mungil Fadira, dan memindahkan nya ke atas kasur. Ia melepaskan hijab (mukenah) yang di pake oleh sang istri, mata nya menatap lekat wajah indah sang istri, meski dengan mata lebam dan muka yang sedikit memerah. Kembali di elus lembut, surai lembut istri nya. Bibir nya di tempelkan di kening Fadira, Fatih mengecup kening Fadira cukup lama dengan mata terpejam. Sedikit demi sedikit, air mata mengalir, membasahi pipi putihnya. Cepat atau lambat, ia akan di hadapkan pada dua pilihan, dan dia hanya bisa memilih satu di antara keduanya.

Fatih melepaskan kemeja yang ia gunakan, ia melempar nya secara asal. Pandangan nya teralihkan pada satu laci, entah kenapa ia begitu penasaran dan sangat ingin membuka laci tersebut.

Krek.

Ia terkejut saat melihat beberapa botol obat, yang ia sendiri tidak tau obat apa itu. Ada beberapa jenis obat yang asing di penglihatan nya. "Obat apa ini?"

"Bang Fatih?" kaget Fadira saat terbangun, dan melihat Fatih yang bertelanjang dada.

Fatih segera menoleh kaget, tangan nya menutup kembali laci yang tadi sempat ia buka. Ia gelagapan dan gugup, seperti maling yang tertangkap basah.

________

Amira menunggu Fatih di kamarnya, ia heran kenapa suami nya tak kunjung tiba. Duduk terlalu lama, membuat pinggangnya terasa sangat sakit (biasa ibu hamil) perut nya yang semakin membesar, menjadi faktor utama nya.

Tiba-tiba, Amira teringat pada Fadira. Sedikit rasa bersalah, terbesit di hati nya, tapi jika saja bisa, ia juga tidak ingin menikah dengan laki-laki yang berstatus sebagai suami orang.

"Maaf Fadira, kalo saya dan calon bayi saya kamu anggap jadi perusak di hubungan kamu dengan mas Fatih." Amira mengelus perut nya yang buncit, karena di dalamnya, ada masa depan Fatih. Yaitu benih dari buah cinta mereka.

Rabu, 23 Februari 2022.

Oke sekian, maaf lama up. Kehabisan ide, vote dan komen, kalo rame lanjut chapter selanjutnya see you babay.

married with kiyai's son [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang