26. munculnya Raihan.

11K 614 5
                                    

Sepanjang malam, Fatih terus mengigau dengan menyebut nama Fadira. Amira yang ada di sebelahnya hanya diam, hati nya sakit, dan tentunya ia cemburu.

Di pagi hari, Amira memberi Fatih bubur hangat, tetapi lelaki itu tak kunjung memakan nya. Amira sudah membujuk Fatih, ia juga berinisiatif untuk menyuapi agar suaminya mau makan. Tapi tetap saja Fatih menolak nya.

Fatih hanya diam, tatapan nya kosong. Ia terus berdoa agar di beri kesempatan bertemu dengan Fadira. Karena Fatih berhalangan hadir, Raihan lah yang menggantikan nya, untuk mengisi ceramah sekaligus mengajar para santri. Raihan sendiri, salah satu murid tercerdas di pesantren Al-Ghifari, yang memilih mengabdi di sana.

Raihan sendiri sudah hampir 1/2 tahun mengabdi, tapi ia jarang bahkan tidak pernah di tampilkan dalam cerita. Raihan, sosok yang tampan, cerdas, dan Sholeh. Lelaki itu, lebih tua 1 tahun dari Fadira.

Raihan berjalan menuju masjid, pandangan nya menatap tanah yang ia pijak, begitu banyak perempuan (santriwati) yang takjub akan ke tampanan nya. Raihan sendiri tidak berani menatap ke yang bukan mahram nya, lelaki itu sangat menjaga pandangan nya.

"Assalamualaikum,"

"Waalaikumsalam warohmatullahi wabarokatuh."

Raihan duduk di kursi yang biasa di tempati oleh Fatih, ia tidak berani duduk di kursi kiyai Sholeh.

Raihan membuka kitab nya, ia hendak mengajar ilmu tafsir.

*********

Kondisi Fadira bukan nya semakin membaik, malah semakin memburuk. Perempuan itu masi tertidur, wajah nya putih pucat. Fadira di beri alat bantu pernafasan, agar mempermudah ia untuk bernafas.

Nadira menatap perut buncit anaknya, ia takut cucu nya akan di besarkan dan tumbuh tanpa seorang ibu dan ayah. Ia takut, kedepannya cucu nya akan di bully atau iri kepada teman-teman nya yang memiliki kedua orang tua secara utuh. Sementara dirinya, belum di ketahui nasib Fadira dan anak nya kedepannya.

Bulir air mata keluar, menetes sedikit demi sedikit. Nadira langsung menghapus air matanya, ia berpaling menatap langit-langit, agar air matanya tidak semakin banyak.

Tangan nya menggenggam erat handphone miliknya. Ia berharap, semoga dalam waktu dekat, suaminya mendapatkan pinjaman untuk biaya pengobatan Fadira. Perempuan itu tidak rela, jika cucu nya di besarkan tanpa kasi sayang seorang ibu.

Tok, tok, tok. Nadia beranjak, dan membuka pintu. Zidan, suaminya lah yang datang. Nadira menyalimi tangan Zidan. Zidan duduk di sebelah Fadira, tangan nya mengelus perut buncit Fadira yang di dalamnya terdapat cucu nya.

"Gimana kondisi Fadira Bu?"

"Gak baik, kondisi nya terus menurun kata dokter. Fadira harus segera di operasi."

"Papah udah berusaha cari pinjaman, tapi untuk uang sebesar itu_" Zidan tidak sanggup melanjutkan kata-katanya.

Nadira mengelus pundak Zidan, ia berdiri di belakang suaminya. Mereka berdua menatap sedih putri/anak tunggal mereka, yang kini telah tumbuh dewasa. Meski demikian, Fadira tetaplah anak kecil di mata ibu nya.

"Anak kita kuat Bu. Ini salah papa, udah jodohin Fadira di usia yang masi belia."

"Huss, ibu juga tau sebenarnya papa juga gak mau lakuin itu."

Zidan terdiam mengingat kejadian beberapa puluh tahun yang lalu, saat dirinya dan Aisya (umi Fatih) tidak berjodoh, dan berjanji untuk menjodohkan anak mereka. Cerita itu sudah sangat lama, saat mereka masi sama-sama remaja, dan saat Zidan baru pindah dari Jerman.

married with kiyai's son [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang