Fadira dan Fatih duduk berdampingan di sebuah ranjang kamar, hening tidak ada satupun yang berusaha membuka obrolan. Fatih terdiam, memikirkan botol-botol obat yang tadi ia lihat.
"Dir,"
Fadira menoleh, sebelumnya Fatih tidak pernah memanggilnya dengan panggilan itu. Ia di lema, hati nya bimbang. Saat ini, perempuan berusia 19 tahun itu benar-benar kacau. Tangan nya meremat kuat sprei yang ia duduki.
"Bebas kan saya, bebaskan saya dari rasa sakit ini!"
Deg! Fatih menatap lekat mata sang istri, tubuh nya bergetar, ia tahu maksud dari ucapan Fadira.
"Biarkan saya bebas, lepaskan saya, mbak Amira dan calon bayi nya lebih membutuhkan anda."
Rahang Fatih mengeras, antara marah dan sedih. Lelaki itu masih bertelanjang dada. Ia berusaha menggapai tangan dingin Fadira, namun perempuan malang itu terus menepis tangan kekarnya. Fatih tidak berhenti di situ, ia terus berusaha hingga tangan itu berada di genggaman nya.
"Mari lakukan itu, kamu istri saya! Dan sudah wajib bagimu untuk melayani saya sebagai suami mu!" Fatih segera menempelkan bibirnya di bibir pucat Fadira yang terasa hambar. Ciuman itu berlangsung lama, Fadira tidak bisa lagi menolak Fatih, karena ia sadar statusnya masih sebagai seorang istri, dan tugas istri adalah berbakti kepada suaminya.
Tangan Fatih meraba semakin jauh, dan Fadira membiarkan nya, membiarkan suaminya menyentuh apa yang sebelumnya belum ia sentuh.
________
Setelah malam indah penuh kenikmatan itu, kini hubungan Fatih dan juga Fadira semakin membaik. Fatih dapat berlaku adil kepada kedua istrinya, meski kadang masih ada rasa cemburu pada Fadira, maupun Amira.
Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, kini usia kandungan Amira sudah mencapai 8 bulan. Amira begitu manja kepada Fatih, ia seperti tidak rela jika Fatih terus-terusan bersama Fadira.
Fadira baru keluar dari kamarnya, ia melihat Amira yang berjalan dengan kesusahan menuruni anak tangga. Karena tidak tega, akhirnya Fadira memutuskan untuk membantu Amira yang nampak kesusahan.
"Mbak, biar Fadira bantu."
"Gak usah, saya bisa sendiri!" ketus Amira.
Fadira terdiam, ia memperhatikan Amira yang berjalan pelan menuruni anak tangga. Saat dirinya hendak pergi, tiba-tiba Brugh arkhh Amira berteriak keras, karena ia baru terjatuh dari anak tangga. Fadira lantas menoleh panik, mata nya membola saat melihat banyak darah yang keluar.
"Ya Allah, mbak"
"Amira!" teriak Fatih panik, lelaki itu segera berlari menghampiri sang istri.
"Ssaskit,"
Fatih segera mengangkat Amira, umi Aisyah dan kiyai Sholeh sedang tidak ada di rumah, begitu juga dengan ustadz Syakif dan ustadzah Syifa, yang ada hanya Fadira dan Amira, juga Fatih yang baru datang dari luar.
Fatih memasukkan Amira ke dalam mobil, ia hendak membawa istrinya itu ke rumah sakit. Tangan nya mengepal, ia takut terjadi apa-apa kepada sang buah hati. Fadira hendak ikut masuk ke dalam mobil, namun Fatih buru-buru mencegah nya.
Fatih ingin marah, tapi ini bukan waktu yang tepat. Alhasil, Fatih mengizinkan Fadira untuk ikut bersama mereka.
Brumm... Fatih mengendarai mobil nya dengan kecepatan tinggi, ia tidak mau terjadi apa-apa kepada bayi nya yang ada di dalam kandungan Amira.
Setelah tiba di rumah sakit, Amira segera di bawa masuk ke ruangan ICU. Terlihat jelas dari sorot mata nya, bahwa Fatih benar-benar khawatir.
Fadira memeluk Fatih, ia berusaha menguatkan sang suami. Fatih ingin marah kepada Fadira, karena hanya ada Fadira di dekat Amira, saat kejadian. Tapi dia tidak ingin memperkeruh keadaan.
"Ya Allah, jaga anak hamba." doa Fatih dalam hati.
Fadira mengelus halus punggung Fatih, ia tidak berbicara apapun, karena takut akan memperburuk suasana hati Fatih.
Seorang dokter keluar dan menghampiri Fatih beserta Fadira. "Pasien harus segera di operasi untuk menyelamatkan bayi yang ada di dalam kandungan nya. Namun potensi selamat hanya 20%"
"Lakukan yang terbaik dok!" Bibir Fatih bergetar.
"Tanda tangan di sini."
Fatih segera menandatangani kertas yang belum sempat ia baca, pikiran nya kalut, yang terpenting saat ini hanyalah keselamatan anak dan istrinya.
"Fadira, jika terjadi apa-apa terhadap anak saya! Saya tidak segan-segan untuk menalak kamu!" Emosi Fatih memuncak, tangan nya terkepal, wajahnya memerah.
"Saya_"
"Gak usah banyak alasan, kamu sengaja kan dorong Amira. Saya liat kok, kamu ada di tangga itu pas Amira jatuh!"
Deg! Tubuh Fadira bergetar, ia tidak menyangka jika Fatih akan menuduhnya berbuat yang tidak-tidak kepada Amira. Ingin menangis, namun itu bukan waktu yang tepat untuk menangis.
"Tapi bukan saya yang buat mbak Amira jatuh, saya di sana karena_"
"Karena sengaja! Saya tidak menyangka kamu sejahat itu Fadira! Saya kecewa sama kamu!" Fatih melenggang pergi.
Fadira menatap punggung sang suami, mata nya berkaca-kaca, bibir nya bergetar hebat.
Fatih pergi untuk menenangkan diri, ia pergi ke musholla terdekat. Ia kesana untuk melaksanakan sholat, serta memohon kepada Allah agar anak dan istrinya di berikan keselamatan.
"Ya Allah, jaga anak hamba. Hamba ingin bertemu dengan nya. Izinkan hamba menjaganya hingga dewasa ya Allah."
__________
2 jam berlalu.
Lampu yang menandakan operasi telah padam, yang artinya operasi telah selesai. Fatih dengan sigap berdiri, untuk memastikan, bahwa anak nya baik-baik saja.
"Dok bagaimana?"
Dokter tersebut menggeleng, "anak bapak tidak dapat di selamat kan, dan ibu nya saat ini kondisinya kritis."
Deg!
Kaki Fatih lemas, anak nya yang selama ini ia tunggu, telah pergi meninggalkan ayah nya. Fatih menatap tajam Fadira, mulutnya yang bergetar berucap sambil menunjuk perempuan itu, "sekarang juga, saya talak kamu Fadira Amalia Isyana! Kita akan segera mengurus surat perceraian."
Fadira tidak mampu lagi menahan air matanya, hati nya hancur, ia benar-benar kecewa. Talak? Benarkah diri nya baru saja di talak?
"Pergi dari hadapan saya! Saya tidak ingin lagi melihat wajah kamu! Pergi Fadira! Kamu bukan lagi istri saya."
Fadira segera pergi dari tempat itu, membawa rasa sakit yang mungkin membutuhkan waktu yang lama untuk memulihkan nya, atau mungkin tidak akan sembuh?. Fatih menalaknya, padahal ia sama sekali tidak bersalah atas kejadian yang menimpa Amira.
Mungkin ini yang terbaik, perceraian adalah hal yang selama ini di nanti oleh Fadira. Ia sedikit lega, bisa bercerai dari Fatih, meski sakit, tapi ia yakin, kalo ini yang terbaik. Dengan luka hati, Fadira pergi, dan kembali ke rumah kedua orang tuanya. Nadira, selaku ibu Fadira sudah tahu mengenai Amira, 1 bulan yang lalu, Fadira menceritakan semuanya kepada ibunya. Saat hubungan nya dengan Fatih sedang baik-baik saja.
Jum'at 25 Februari 2022
Oke, segini dulu lanjutanx hehehe. Maaf kalo ngecewain, ya mau gimana lagi, hidupkan juga gak lurus-lurus terus kan? Pasti banyak masalah yang datang silih berganti.
KAMU SEDANG MEMBACA
married with kiyai's son [Selesai]
RomanceMAAF kalo dalam penulisan banyak titik koma yang salah, cerita ini di tulis oleh anak yang pada masa itu masih SMP Warning⚠️⚠️ Budayakan vote sebelum membaca! DI LARANG KERAS MEM-PLAGIATI KARYA INI! Kisah seorang santriwati, yang diam diam, naksir k...