"Perjumpaan pertama adalah perantara sekaligus rancangan indah untuk pertemuan selanjutnya."
•••
BIDIKANNYA salah sasaran! Dan lebih parahnya lagi, ternyata sepatu itu mengenai wajah Kakak tingkat Jisoo yang bernama Irene. Sang primadona sekolah. Aish, rasanya Jisoo ingin mengutuk dirinya sendiri agar bisa lenyap saja ke dasar bumi yang paling dalam.
Jisoo mengedarkan pandangan ke sekeliling. Benar saja, ini sudah bukan teritorinya. Bisa tamat riwayat Jisoo di habisi oleh para penggemar laki-laki dari primadona sekolahnya itu!
"Siapa yang bakal bertanggungjawab sama kejadian ini?!"
Suara Irene yang biasanya terdengar elok dan merdu tiba-tiba berubah menjadi lengkingan yang senyatanya berhasil membuat bulu kuduk Jisoo menegak. Sumpah, seumur-umur Jisoo bersekolah di Hanlim, tidak pernah sekali pun ia mempunyai urusan toxic dengan Kakak tingkat.
Akan tetapi kembali lagi, mungkin hari ini memang benar-benar hari apesnya.
Jisoo berupaya mengumpulkan keberanian dan segera berlari kecil menuju titik dimana kakak tingkatnya yang judes itu berada. "Sa-saya Kak...," celetuknya pelan. "Sepatu itu punya saya."
Rupanya Irene tidak sendirian, ada laki-laki yang setia berada di sampingnya. Kalau tidak salah namanya Suho, yang tak lain dan tak bukan adalah kekasih Irene sendiri. Suho kemudian menghujami Jisoo dengan tatapan penuh intimidasi. Jika sudah begini, apalagi yang bisa Jisoo lakukan selain menunduk bagaikan tikus kantor yang ketahuan telah menggelapkan uang rakyat?
"Iya saya akui kalau saya yang melempar sepatu itu Kak. Tapi...,"
Tanpa di duga, Suho mencekal kedua pundak Jisoo dan mendorongnya kuat hingga punggung gadis itu membentur tembok. Otak Jisoo memerintahkannya untuk tetap tenang namun denyut jantungnya seakan-akan berkhianat. Keberanian yang sempat terkumpul, seketika menguar entah kemana. "Tolong dengerin penjelasan saya dulu, Kak. Jangan kayak gini. Sakit."
"Penjelasan apalagi? Ingat baik-baik ya, kalau semisal lo nggak suka atau bahkan iri sama pacar gue, caranya tuh bilang! Jangan pakai cara pecundang kayak gini! Basi tau nggak?!" ucapnya begitu sarkas. Sedetik berlalu, ia melempar balik sepatu milik Jisoo dan tepat mengenai permukaan wajah gadis lugu itu.
Irene tersenyum smirk, pasti saat ini ia tengah berbangga diri karena Suho begitu memujanya hingga tangan dia tidak perlu kotor hanya demi membalas perbuatan Jisoo yang sejatinya tidak di sengaja itu.
Sreek.
Seseorang menarik kardigan bermotif yang di kenakan Suho tanpa aba-aba. Bahkan busana tersebut sampai sobek cukup lebar karena ulahnya. "Cuma banci yang beraninya sama cewek!"
Suho yang terkejut pun lantas tidak terima dengan perlakuan tiba-tiba dari orang tersebut. "Eh, lo yang banci beraninya nyerang dari belakang! Lagian lo siapa? Nggak usah sok jadi pahlawan kesiangan. Ini tuh urusan gue sama dia!"
Sebuah pukulan mentah membumi di wajah Suho. Kejadiannya ibarat angin lewat, tak terkira. Sementara Jisoo, Irene dan siswa-siswi yang berada di koridor saat itu langsung membeku di tempat.
Pemuda itu berganti mengeret kerah seragam Suho agar dekat dengan wajahnya. Sorotan matanya sangat lancip bagaikan singa yang menemukan mangsa ketika sedang kelaparan. "Lo kalau mau negur tuh negur yang baik! Nggak usah main tangan, Brengsek!" Ia semakin mengeratkan pegangannya lalu menghempas Suho hingga Suho terperosok ke bawah. "PERGI LO!"
KAMU SEDANG MEMBACA
SINGULARITY
Teen FictionIni tentang seseorang yang hidup, tapi berkali-kali di matikan perasaannya. Yang rautnya bahagia, tapi hatinya selalu terluka karena hal-hal yang ia percaya tidak sesempurna seperti apa yang ia lihat. "Aku sungguh ingin menulis banyak tentangmu, nam...