"Semua orang bisa menemani, tapi tidak semua orang bisa memahami."
•••
PAK NAM memberhentikan mobil tepat di depan Petals of Pages, sesuai ultimatum dari sang majikan. "Dhen, kita sudah sampai di lokasi," ucapnya sembari mematikan mesin. Namun, tidak ada jawaban. Ia pun mendongak ke arah kaca spion yang terdapat di atas pengemudi. Sedetik berlalu, Pak Nam tersenyum. Taehyung terlelap rupanya. "Agaknya obat memang sangat berpengaruh terhadap rasa kantuk seseorang."
Pria dengan rentang umur yang sudah mencapai kepala lima itu bergerak melepas seatbelt. Di raihnya jaket tebal Taehyung yang sudah Bibi Euis persiapkan sebelum mereka pergi. Sejenak, Pak Nam merasa ragu untuk membangunkan Taehyung. Pasalnya, kondisi laki-laki itu belum cukup pulih.
Apalagi sebelum berangkat, Taehyung sempat beradu argumen dengan Jung Eun. Alasannya tak lain dan tak bukan karena wanita sepuh itu tidak mengizinkan cucunya keluar demi menyusul Jisoo. Namun laki-laki Kim tetap bersikeras pergi.
Di relung hati paling dalam, sejujurnya Pak Nam sangat bersimpati dengan kehidupan yang Taehyung jalani semenjak Nyonya Ji-Hyun meninggal. Anak itu banyak sekali merasakan kesengsaraan batin yang ia raup sendirian.
Dulu selepas kepergian Ji-Hyun, Jae-Wook lebih jarang lagi tinggal di rumah. Ia semakin sibuk dengan pekerjaannya. Melakukan banyak business trip ke luar negri hingga membuat Taehyung benar-benar kacau. Hanya ia, Bibi Euis dan beberapa maid yang senantiasa menemani Tuan Mudanya.
Pernah suatu malam, Taehyung betulan mengalami tantrum parah. Ia menangis sejadi-jadinya sambil meracau; Bagaimana aku menjalani hidup tanpa Mama? Nggak pernah dalam satu hari pun nggak keinget Mama. Bukan. Aku bukannya nggak ikhlas, tapi rasanya masih banyak sekali harapan yang ingin aku lakukan bersama Mama. Katakan, Pak, Bi, dan semuanya! Katakan kalau ini cuma mimpi. Astaga. Benarkah? Benarkah separuh jiwaku telah hilang?
Pak Nam, Bibi Euis dan yang lainnya sungguh kewalahan mengatasi Taehyung waktu itu. Hingga akhirnya Jung Eun tiba bersama Ji-Hye yang merupakan dokter pribadi Ji-Hyun semasa beliau sakit. Ji-Hye juga membawa serta anaknya yang tidak lain adalah Hanna.
Ya. Kedatangan tiga orang tersebut bisa di katakan sangat memberi pengaruh positif untuk Taehyung, setidaknya bocah itu tidak pernah merasa kesepian lagi. Dia selalu berbagi, saling mengasihi dan menyayangi, bahkan memberi apapun yang Hanna inginkan. Taehyung betulan berdamai dengan keadaan.
Saking senangnya laki-laki Kim, dia sampai berucap kepada Pak Nam, kira-kira begini; Apa Pak Nam tau? Sejak Hanna datang, aku belum pernah menangis lagi. Dia manis sekali. Hanna pun berjanji kalau dia nggak akan pergi, dia bakal menemani aku sampai kapanpun. Bukankah itu terdengar menyenangkan?
Pak Nam tersenyum getir mengingat hal tersebut. Kenyataannya, Ji-Hye mengusung Hanna ke UK untuk meraih mimpinya menjadi model. Anak perempuan itu pergi tanpa rasa bersalah sambil berkata; I have a dream. Jangan egois. Dan ingat, duniaku nggak selalu berpusat untuk kamu, Kak.
Mulai detik itu, Taehyung membenci Hanna. Sangat membencinya. Entah apa yang merasuki gadis belia tersebut, ia seolah berada di atas awan saat mengucapkan kata-kata demikian. Tahukan kalian? Ketika kita mengecap rasa sakit akibat kehilangan, tak jarang rasa tersebut begitu membekas sampai sulit untuk dilupakan. Menerobos masuk hingga ke pusat memori yang terdalam dan menetap disana.
Sungguh. Tak ada lagi senyum kotak yang menghiasi wajah tampan laki-laki Kim hingga akhirnya ia bertemu dengan Jisoo.
Walaupun perlahan-lahan, namun karakter humble Taehyung seakan muncul lagi. Ia kembali menjadi orang yang penuh keceriaan; Pak Nam! Aku bertemu seorang cewek loh. Awalnya dia sangat menjengkelkan, tapi nggak tau kenapa justru aku terbayang-bayang dia terus. Mm, bagaimana menceritakannya, ya? Dia mirip sekali dengan Mama. Walaupun galak, tapi dia baik hati. Senyumnya benar-benar meneduhkan. Jantungku selalu berdebar-debar saat bersamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SINGULARITY
Teen FictionIni tentang seseorang yang hidup, tapi berkali-kali di matikan perasaannya. Yang rautnya bahagia, tapi hatinya selalu terluka karena hal-hal yang ia percaya tidak sesempurna seperti apa yang ia lihat. "Aku sungguh ingin menulis banyak tentangmu, nam...