Chapter 2

1.1K 94 9
                                    

Kenapa dia harus repot-repot menyuruhku menemuinya sendiri hanya untuk mengambil payung? Dia kan bisa menyuruh office boy untuk mengembalikannya, atau jika dia tak sempat, dia kan bisa menyuruh sekertarisnya untuk mengurus payung itu. Apalagi Seonghwa tahu bosnya itu sangat sibuk.

Gosip mengatakan Mr. Kim Hongjoong adalah workaholic sejati yang meng- habiskan waktu 20 jam sehari untuk bekerja. Atau, kenapa tidak dia buang saja payung itu? Toh aku juga tak akan berani menagihnya, pikir Seonghwa sambil mengerutkan kening di dalam lift yang mengarah ke lantai 14, lantai khusus CEO mereka. Ini kali kedua dia ke ruangan ini, sungguh tak disangka, dua tahun bekerja disini dia hampir tak pernah bertatapan langsung dengan sang pemimpin tertinggi yang diagung-agungkan itu, tetapi sekarang, dua hari berturut-turut dia dipanggil menghadap Mr. Hongjoong.

Lift terbuka dan dia dihadapkan pada ruang tunggu yang nyaman dan mewah. Sekertaris yang sama, pria berumur 28 tahun yang terlihat kaku dan efisien itu menatap Seonghwa dengan skeptis, sepertinya dia juga bertanya-tanya kenapa pegawai rendahan macam ini sampai dua kali dipanggil menghadap langsung ke sang CEO, padahal setahunya Mr. Hongjoong hanya berkomunikasi dengan anggota direksi, manajer dan kepala bagian unit perusahaannya, itupun lewat meeting resmi perusahaan dan melalui seleksi janji temu yang rumit.

“Mr. Hongjoong sudah ada di dalam, beliau sudah menunggu anda, saya sudah menginformasikan kedatangan anda lewat intercom dan beliau mempersilahkan anda langsung masuk,” gumam sekertaris itu dingin.
Hongjoong baru saja menyelesaikan meeting penting dan dengan segera kembali ke ruangannya. Mengingat alasan yang membuat dia begitu terburu-buru kembali, membuatnya mengerutkan dahi, dia sudah menelpon atasan Seonghwa tadi pagi, menjelaskan alasan keterlambatan pria itu. Dan atasan Seonghwa begitu kegirangan karena teleponnya, hingga seolah-olah tak peduli lagi kenapa Seonghwa sampai terlambat.

Yah mungkin setidaknya Seonghwa akan berterimakasih padaku... atau malah jengkel? Hongjoong tersenyum sinis, menilik sifat pria itu, sepertinya Seonghwa akan tambah jengkel dengannya.

Setelah dengan serius mempelajari berkas-berkas yang diantarkan bagian personalia padanya, Hongjoong termenung. Pria itu tidak bohong, kedua orang tuanya memang telah meninggal, dan alamat tempat tinggalnya memang terdaftar sebagai rumah kost, bahkan  pria itu tidak mengisi nama saudara atau kerabat dekat yang bisa dihubungi, 'Saya tinggal sendirian', begitu ucapnya tadi. Apakah pria itu benar-benar sebatang kara seperti ceritanya? Kalau dia tanpa keluarga dan hanya tinggal di kamar kost, untuk apa dia meminjam uang sebesar 40 juta ke perusahaan yang harus dilunasi dengan me- motong gajinya selama bertahun-tahun? Apakah dia sakit? Memikirkan kemungkinan itu, Dada Hongjoong langsung merasa nyeri. Tidak! Putusnya setelah termenung sejenak, pria itu sehat, kalau tidak dia pasti tidak akan lolos seleksi test kesehatan yang sangat ketat untuk masuk ke perusahaan ini.

Kalau begitu, dia pasti pria yang suka menghambur-hamburkan uang, Hongjoong menyimpulkan. Yeah, segalanya akan menjadi lebih mudah. Hongjoong rela memberikan uang sebanyak yang Seonghwa mau asal Seonghwa mau melayaninya. Ia sangat kaya, dan memiliki pria seperti Seonghwa yang benar-benar memacu hasratnya memang layak diberi sedikit pengorbanan.

Lamunannya terhenti ketika intercom berbunyi memberitahukan kedatangan Seonghwa. Hongjoong menunggu penuh antisipasi, seperti seekor singa yang menanti mangsanya. Dia punya penawaran bagus, dan jika pria itu seperti yang diduganya, Seonghwa pasti tak akan mampu menolaknya.

“Kata Tuan Namjoon anda memanggil saya untuk mengambil payung saya yang tadi tertinggal,” gumam Seonghwa sopan ketika Hongjoong mem- persilahkannya duduk. Hongjoong tidak menjawab hingga Seonghwa menatapnya bingung, lelaki itu sedang menatapnya dalam seolah sedang berkonsentrasi pada sesuatu tetapi pikirannya seolah tak ada di situ. “Mr. Hongjoong?”
Lelaki itu mengerjap. “Oh! Payung.” gumamnya seolah baru teringat akan hal itu, “ada di meja sekertarisku, kau bisa memintanya pada- nya.”
Lalu kenapa sang CEO ini, yang katanya sangat sibuk menyuruhku menghadapnya? Seonghwa mengerutkan kening. Ketika Mr. Hongjoong sepertinya tidak akan berkata apa-apa lagi, Seonghwa segera bangkit dari kursinya, “Kalau begitu saya akan segera mengambilnya, terimakasih sudah merepotkan anda, permisi Mr. Hongjoong” gumamnya setengah berbalik.

A Romantic Story about Park Seonghwa | JoongHwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang