Chapter 6

1.1K 87 4
                                    

.
.
.
.
.

Seonghwa terbangun sendirian di ranjang itu. Hongjoong sudah tidak ada. Yah lelaki itu mungkin sudah pergi pagi-pagi sekali kembali kerumahnya sebelum berangkat ke kantor. Dia kan punya rumah, tidak mungkin kan dia terus-terusan berada di apartemen ini? Tapi entah mengapa Seonghwa merasa ada yang kosong, setelah beberapa kali dia terbangun dengan Hongjoong di sisinya, entah kenapa ada yang kurang saat dia terbangun sendirian sekarang.

Bodoh! Apa yang kau pikirkan Seonghwa? Kau hanyalah simpanannya, yang dibelinya untuk memuaskan nafsunya! Jangan pernah berpikir macam-macam. Lagian masih ada San yang harus kau cemaskan.

Sambil membungkus tubuhnya dengan seprai, Seonghwa melangkah ke kamar mandi, tubuhnya terasa agak nyeri, karena entah kenapa pagi tadi Hongjoong bercinta seolah-olah kesetanan dan tidak menahan-nahan diri. Ketika mengaca dan menurunkan selimutnya Seonghwa mengernyit.

Dari Leher, dada sampai perutnya, semuanya penuh dengan bekas ciuman Hongjoong. Lelaki itu seolah sengaja meninggalkan jejak di mana-mana. Warnanya merah di sekujur tubuh Seonghwa, dan Seonghwa yakin tak lama lagi akan berubah menjadi ungu.

Dasar Hongjoong! Siapapun yang melihat akan tahu kalau ini bekas ciuman, di bagian dada bisa dia sembunyikan, tapi yang di leher?

Serena belum pernah mendapatkan bekas ciuman seperti ini di tubuhnya sebelumnya.

Percintaannya dengan San selalu sopan dan tidak pernah sepanas itu sehingga San bisa meninggalkan bekas- bekas ciuman di kulitnya. Tapi Seonghwa tahu bekas ciuman seperti ini butuh beberapa hari untuk hilang.

Dasar Hongjoong bodoh! Gerutunya sambil mencari cari turtle neck yang dapat menutupi tubuhnya sampai ke leher lalu memadankannya dengan blazar, Seonghwa hanya menyapukan bedak tipis ke mukanya, lalu segera melangkah keluar, jangan sampai dia terlambat ke kantor lagi. Ketika berdiri di tepi jalan menanti kendaraan umum, Seonghwa merasakan sengatan sakit yang tiba-tiba di kepalanya.

Aduh! Di saat seperti ini migrainnya kambuh. Tapi tentu saja hal itu terjadi, dia belum sarapan, dan dia kurang tidur gara-gara Hongjoong hampir tidak pernah membiarkan tidur nyenyak tiap malam. Dengan memaksakan diri Seonghwa naik ke dalam bus menuju kantornya.


ㅡYOUNGSMADAMEㅡ


“Wajahmu pucat sekali,” salah seorang temannya memandang Seonghwa dengan cemas ketika Seonghwa mendudukkan diri di kursinya. Tadi dia hampir terlambat dan setengah berlari ke mesin absen.

Seonghwa memegang pipinya, memang terasa agak panas, apakah dia demam? Dan kepalanya juga pusing sekali. Tapi tetap dipaksakannya tersenyum
“Engga apa-apa kok, mungkin karena belum sarapan, nanti setelah minum teh hangat pasti agak baikan.”

Tapi ternyata tidak, rasa pusing itu makin menusuk nusuk di kepalanya terasa nyeri,bahkan untuk menolehkan kepalanya saja terasa sangat sakit, badannya juga sama saja, rasanya nyeri di sekujur tubuh seperti habis dipukuli. Seonghwa bertahan dengan  tidak bergerak di kursinya, tapi rasa sakitnya makin tak tertahankan,

“Seonghwa coba kesini sebentar, lihat draft pemasaran ini bagaimana menurutmu?” salah seorang rekannya memanggilnya.

Dengan mengernyit Seonghwa mencoba berdiri, tubuhnya limbung sejenak, tapi dia berdiri dan bertahan sambil berpegangan di tepi meja. Lalu setelah menarik napas dalam-dalam, dia melangkahkan kaki ke meja rekannya. Tapi tiba-tiba rasa nyeri tak tertahankan menyerang kepalanya dan semuanya menjadi gelap.


ㅡYOUNGSMADAMEㅡ


“Pingsan??!” Hongjoong setengah berteriak kepada Mingi yang menyampai-kan kabar itu padanya, “Kapan?!” Hongjoong mulai berdiri dari balik meja besarnya.

A Romantic Story about Park Seonghwa | JoongHwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang