1

4.3K 152 11
                                    

HAPPY READING!!
(❁´◡'❁)

Bermimpi memiliki mu seutuhnya disaat dinding pemisah kita sangat tinggi bahkan, secuil harapan melanjutkan pun layaknya awan di atas sana. Tidak akan pernah tersentuh.

Langit di atas sana bahkan tidak bisa menyatu dengan tanah bukan? Itu seperti kita. Antara kamu Anak Tuhan dan aku Hamba Allah.

Sesak ketika melihatmu memasuki Gereja di seberang sana, meminta ku pada Tuhanmu. Sesak ketika tautan tangan kita berbeda.

Tamparan keras selalu terasa ketika kamu melantunkan lagu lagu rohani agamamu. Ingin menyerah, mundur, bahkan hilang dari kehidupan mu tapi sangat sulit.

Setiap kali mencoba menjauh dari kamu, ucapan ucapan yang kamu lontarkan mampu membuatku bertahan di ambang kegelisahan.

Mau sampai kapanpun, menyatu, tidak akan pernah menjadi milik kita. Terlalu kelu untuk di ucap dan terlalu sakit untuk di diperlihatkan.

Aku tidak akan pernah meninggalkan Tuhan ku demi kamu. Dan, kamu, juga tidak akan pernah meninggalkan Tuhanmu, demi perempuan seperti aku.

Layak untukmu memliki pasangan seiman. Yang jauh lebih baik daripadaku.

Aku melepasmu secara paksa, menyisakan kelu yang tak sanggup ku ucap.

(❁´◡'❁)

"Linoo!!!"

Suara cempreng bocah enam belas tahun menelisik pendengaran Marselino. Lelaki itu menoleh, mengulas senyum pada sang pembuka suara.

"Kenapa sayang?" tanyanya lembut.

Perempuan itu terus berjalan dengan bibir melengkung kebawah tanpa menjawab pertanyaan kekasih.

"Sayang kenapa? Mau eskrim? Mau bakso? atau mau jalan jalan?" Lino membujuk gadisnya penuh kelembutan.

Azzalea, atau biasa dipanggil Lea, menggeleng pelan. Kini dirinya sudah berada di depan Lino.

Dengan sigap, Lino meraih tangan mungil Lea. "Sayang kalau ada apa apa bilang, ya?" Lino mendongak, bola matanya menemui bola mata Lea.

Lea mengangguk, lagi lagi tak mengeluarkan suaranya. Entah apa yang gadis itu inginkan dari pria yang usianya satu tahun lebih tua darinya.

"Sayang kenapa? Bilang jangan diem aja. Aku nggak suka di diemin sama kamu," ujar Lino memelas.

"Kenapa kamu nggak jawab chat aku lima menit yang lalu?" Sewot Lea sembari melemparkan tatapan mengintimidasi.

"Astaga! Sabar Lino, Lea masih bocil!" batinnya bermonolog.

Lino menarik napas panjang, lalu menaikkan kedua sudut bibirnya, "Sayang, tadi aku berak. Lupa ngga ngabarin kamu,"

"Ngeselin!" ketus Lea.

"Udah sayang, jangan sewot sewot. Panggilan alam 'kan emang nggak bisa di tunda," jelas Lino. Ia berdiri dari duduknya, satu tangannya naik mengelus pelan puncak kepala Lea.

Marselino [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang