16

369 14 8
                                    


Hai?

Happy Reading


(❁´◡'❁)

Dua hari berlalu. Semenjak hari Jum'at, hubungan antara Lea dan Lino mulai renggang. Lino sendiri pun tak ada itikad untuk menghubungi gadis itu. Malah-malah dirinya lebih sering menghabiskan waktu bersama Mulan.

Hari ini seorang Marselino tengah menggandeng tangan mungil Mulan menuju kelas XII MIPA 2. Memang, tadi pagi ia menjemput teman masa kecilnya karena suruhan ayahnya.

Pemandangan itu tentunya mengundang banyak pasang mata melotot kearah mereka berdua. Tak terkecuali Lea, gadis itu sedang berdiri di ambang pintu kelasnya. Niatnya ingin menyela jalan Lino agar lelaki itu memberikan penjelasan atau kalimat maaf. Namun, yang terjadi malah sebaliknya.

Sorot mata kecewa muncul begitu saja kala netra Lea menangkap tangan Lino dan Mulan saling berpautan.

Ia menarik napas panjang mencegah bongkahan kaca agar tak pecah dari matanya. Dengan perasaan tak karuan antara kecewa juga marah, Lea tetap berusaha berdiri kokoh menanti Lino lewat di hadapannya.

Benar, tidak seperti harapannya. Lino berjalan dengan santai melewati dirinya, melirik pun tidak sama sekali. Sedangkan wanita yang Lino gandeng, menoleh kesamping lalu menjulurkan lidah tanda kemenangan.

"Udahlah Lan, nggak usah liatin dia. Nggak penting!" Ketus Lino dengan terus menatap ke depan.

"Aku cuma pengin liat mukanya yang kayak orang cacingan." Balas Mulan tak kalah menohoknya diakhiri dengan kekehan kecil.

Lagi-lagi Lea harus meluaskan sabarnya. Gadis itu menghirup napas panjang mengisi rongga dadanya. Jemarinya pun turut mengepal seolah siap membogem kedua manusia paling kurang ajar itu.

Dengan berani, Lea menghentakkan kakinya berusaha menyusul langkan Lino dan Mulan. "HEH! LO BERDUA KALO BUKAN PENGECUT BERHENTI!" Pekik Lea memicu keributan di koridor.

Dengan malas, Lino menghentikan jalannya diikuti Mulan yang ikut berhenti. Bola mata lelaki itu memutar malas. Malas berhadapan dengan cewek baperan juga banyak mau seperti Lea.

"Apa?" nada suara Lino terdengar malas.

Setelah Lea berhasil bertengger di hadapan kedua manusia itu, ia menarik napas panjang. "Kita putus!" tegas Lea dengan suara mulai bergetar. Dadanya pun ikut kembang kempis tak karuan. Iris matanya memanas seolah siap melorohkan beban paling menyakitkan yang ia tahan selama ini.

"Nggak bakal pernah! Gue nggak akan biarin lo pergi gitu aja dari hidup gue. Utang budi lo–" Lino menjeda katanya. Lalu lengannya naik, jemari telunjuknya mengacung tepat di wajah Lea.

"– terlalu banyak sama gue!" perjelas Lino menohok.

Lea sontak mengatupkan bibirnya dengan tubuh membeku di tempat.

"Waktu yang gue luangin buat lo udah terlalu banyak. Uang gue buat biayain hidup lo selama ini nggak sedikit, setiap hari gue antar jemput lo. Itu nggak gratis! Gue nggak bakal putusin lo sebelum hutang budi lo, ke gue lunas!" tegas Lino dengan menekankan setiap katanya.

Lea semakin membisu di tempat. Ucapan Lino yang begitu menohok membuat telaknya kelu. Hatinya meloroh bak di tusuk dengan ujung pisau tajam. Iris mata yang sudah memanas sejak tadi, kini siap mengeluarkan eluhnya membasahi pipi.

Marselino [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang