[Inquiet = Khawatir]
■■
■■
Seorang laki-laki semampai tengah berdiri di depan pintu dengan perasaan cemas. Jas yang ia pakai bahkan sudah ditanggalkan entah ke mana. Durja rupawan miliknya sesekali menampilkan kerutan pada dahi. Seolah tengah berpikir kemungkinan-kemungkinan yang ada. Bahkan sepasang netra tajamnya terus menatap pintu gerbang dengan teliti, menunggu seseorang yang sampai sekarang belum juga kembali.
Ia berdecak dan kembali melirik arloji pada tangan kanannya. "Kenapa belum sampai?" gumamnya.
Tin!!!
Ia seketika mendongak dan berteriak. "Pak, segera buka gerbangnya!"
Satpam penjaga rumahnya langsung berlari menuju pintu gerbang begitu mendengar teriakan Tuan Muda rumah itu.
Melihat mobil yang mulai memasuki halaman, Lio segera berjalan mendekat. Hingga mobil itu sampai di depan garasi rumah, dengan langkah tergesa ia menghampiri mobil itu.
Remaja cantik keluar dari mobil dengan raut khawatir. "Aga, a—"
"Kak Lio, cepat bawa Avel ke kamar!" potongnya cepat.
Mata Lio terbelalak setelah Agatha membuka pintu samping kemudi, dengan cekatan ia menggendong tubuh lemah Ravel ke dalam rumah dengan Agatha yang mengekor di belakangnya. Tak peduli dengan anak tangga yang ia pijak, Lio berlari menaiki setiap anak tangga itu. Setelah sampai di depan pintu kamar kayu berukir, Agatha dengan sigap membukanya dengan kunci yang selalu ia bawa.
Dengan perlahan Lio membaringkan tubuh adiknya, meneliti setiap inci dari pahatan sempurna paras itu. Ia menatap nanar keadaan adik kesayangannya. Bibirnya yang pucat pasi, bulir keringat, dan kerutan yang sesekali muncul di dahi. Ia benar-benar takut 'hal itu' tejadi lagi. Bagaimana jika nanti ia ke— tidak. Ia harus menghubungi Om Sandi.
"Kakak hubungi Om Sandi dulu, ya?" panik Lio. Ia tiba-tiba berdiri dan mengeluarkan ponselnya. Agatha yang sedang menyelimuti tubuh Ravel langsung menoleh dan mencekal lengan Lio, membuat sang empu menoleh.
"Nggak usah, Kak Lio tenang. Jangan panik," ujarnya.
"Tapi—"
"Tunggu di sini! Kakak gosok-gosok aja tangan Avel. Aga ke bawah dulu." Lio menurut, ia segera menggenggam tangan kanan adiknya yang terasa sangat dingin dan menggosoknya.
Agatha yang melihat itu mengembuskan napas lega, paling tidak Lio tidak sekalap tadi. Langkah kecilnya membawa ia menuju dapur, berniat mengambil kompresan dan segelas air putih untuk pemuda tadi.
Setibanya di dapur, bayangan kejadian tadi kembali menghantui Agatha. Ravel yang bilang bahwa ia baik-baik saja, ternyata tidak benar. Ravel berhasil membohonginya lagi. Mengingat itu, membuatnya kembali pada ucapan Om Sandi tempo lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
AGAVEL
Genç KurguIni tentang dua remaja untuk mendapat akhir bahagia. Sebuah perjuangan di atas lika-liku hidup dan kejamnya takdir yang saling bersanding. "Aku tak ingin kehilangan kenangan yang dulu tercipta di antara kita." (Aga) "Entah bagian mana yang sebenarny...