Seora menyelimuti Jiwon yang sudah terlelap disisi kasurnya menggunakan selimut tebal. Gadis itu melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 1 tengah malam.
Seora beranjak perlahan dari kasurnya sambil berusaha agar tidak membangunkan Jiwon yang sudah tertidur lelap. Ia berjalan keluar dari kamar dan menuruni tangga menuju ke lantai bawah rumahnya.
Usai menuruni tangga, gadis itu melihat pintu kamar papa nya yang kini sedikit terbuka. Seora langsung berjalan menuju ke depan kamar papa nya dan mengintip ke dalam.
Gadis itu melihat kakak laki-lakinya tengah terduduk di lantai persis di sebelah kasur papa nya dengan wajah yang sembab dan memerah. Samar-samar terdengar isakan tangisnya di tengah keheningan malam.
"Kak Seokjin..." Ucap Seora sambil membuka pintu kamar papa nya dengan lebar.
Seokjin langsung menoleh ke arah Seora yang kini berjalan menghampirinya. Tanpa basa-basi, Seora pun langsung memeluk kakaknya tersebut, keduanya terduduk di lantai, berpelukan dan menangis bersama.
"kak..... please jangan nangis terus. aku sedih kak, aku gak bisa ngeliat kakak begini." Ucap Seora.
"Kakak bener-bener merasa bersalah, Seora. Ini semua salah kakak karena udah gagal menyelamatkan papa." Ucap Seokjin disela tangisannya. Jujur saja, ini pertama kalinya bagi Seora melihat Seokjin menangis terisak seperti sekarang ini.
Seora mempererat pelukannya pada Seokjin sambil menepuk punggung kakaknya dengan lembut, "Ini bukan kesalahan kakak, ini udah takdir, kak. Udah saatnya papa pergi, papa pasti kangen mama, makanya papa pergi." Ucap Seora.
Tidak ada sahutan dari Seokjin, hanya tangisan dan segukan dari Seokjin yang kini memenuhi keheningan kamar papa nya.
Seora melepas pelukannya dari Seokjin, lalu menatap wajah sembab kakaknya tersebut, "Udah ya, kak? aku gak sanggup liat kakak kayak gini, berhenti nyalahin diri sendiri, kak. Memang udah waktunya papa pergi, ini semua sama sekali bukan salah kakak." Ucap Seora.
Seokjin menghapus airmata yang masih mengalir deras di pipinya, lalu ia kembali memeluk adiknya tersebut dengan erat.
"Cuma kakak keluarga yang aku punya sekarang. Kita tinggal berdua, gaada mama, dan papa sekarang juga udah gaada. Jadi kita berdua harus kuat, kalau kakak terus-terusan sedih kayak gini, aku juga bakal sedih terus." Ucap Seora yang terus meneteskan air matanya disela pelukan Seokjin.
"Maaf kalau sekarang kakak seakan masih belum bisa menerima takdir." Ucap Seokjin.
"Aku juga masih susah buat menerima semuanya, kak. Tapi apapun itu intinya kakak harus janji, berhenti nyalahin diri sendiri, ya? Janji yaa?" Tanya Seora.Seokjin mengangguk, lalu kembali menghapus deraian air mata di wajahnya dan memeluk kembali Seora dengan erat.
*******
Empat hari pasca kepergian papa benar-benar menyisakan rongga besar bagi kehidupan Seora dan juga Seokjin. Keduanya merasa hampa, seolah ada bagian dari diri mereka yang tidak lengkap dan turut terbawa bersama kepergian papa.Hari ini, Seokjin dan Seora akan memulai kehidupan mereka kembali. Mereka akan berangkat bekerja seperti semula dan meneruskan hidup mereka walaupun rongga kehampaan dari kehidupan mereka belum sepenuhnya tertutup, bahkan mungkin selamanya tidak akan pernah tertutup. Kesedihan, keterpurukan, serta kehilangan yang teramat sangat, masih akan terus mendampingi keduanya.
Seora meminum seteguk air mineral dari gelas di genggamannya sambil menatap Seokjin yang kini duduk termenung di hadapannya.
"Kakak gapapa masuk kerja? Bukannya masih bisa izin?" Tanya Seora. Seokjin hanya terdiam sambil memandangi piring di hadapannya yang masih penuh dengan makanan utuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Criminal
Fiksi PenggemarCerita ini mengandung kasus pembunuhan? Tersangka pelaku kejahatan? Sindikat kejahatan? Pacar dan cinta segitiga? You will never know. ©August 2021 original by kth24hours.