11. Ginger Ale Softdrink

19 1 0
                                    

TIDAK SETIAP HARI kau bisa dihantam dinding medan energi sebanyak dua kali, bahkan sebelum siang. Tapi kali ini aku bersyukur itu terjadi, karena pilihannya hanya itu atau ledakan. Tidak ada yang membantuku bangun karena Rose dan yang lainnya juga sedang berusaha untuk mengembalikan kesadarannya setelah ledakan itu. Lagi pula kepalaku tidak terbentur dan rasanya tidak terlalu sakit dibandingkan saat latihan.

Rumah ukuran menengah di hadapan kami kini bagaikan api unggun raksasa di perkemahan siang bolong. Rasa panas praktis meningkat berkali-kali lipat. Aku bisa melihat penghuni lain mulai berlarian menjauh, membawa berbagai barang dan tas-tas besar yang bisa digendong.

"Kau tidak apa-apa?" tanyaku pada Rose, membantunya berdiri. Dia tampak baik-baik saja. Hanya ada luka lecet di lengan kanannya.

"Iya," jawabnya. "Terima kasih."

Morgan mengumpat di saluran radio lalu memerintahkan pasukannya untuk langsung menyergap masuk. Zirah yang dikenakan hampir selusin Guardian bertransformasi. Zirah yang tadinya hanya berupa pelindung torso, helm, sarung tangan, dan sepatu itu saling menyambung dengan teknologi yang belum pernah kulihat sebelumnya. Kini mereka terlihat seperti para robot polisi, dengan tambahan warna hitam dan sedikit garis cahaya hijau tua di celah-celahnya.

Para pasukan menerjang api yang sedang berkobar-kobar. Sedangkan kami dan Adella siaga di tempat. Tidak lama kemudian, salah satu penyergap mengonfirmasi keberadaan Foreteller, atau setidaknya jasadnya. Konfirmasi selanjutnya adalah ditemukan sebuah beacon khusus dalam keadaan rusak parah.

Kita telah terlambat.

Morgan mengumpat lagi. Siapa yang menyangka seorang tetua ras kuno penjaga kedamaian punya banyak kosakata.

"Dan kami dapat ini," kata seorang pasukan. Dia membawa sebuah boneka gajah seukuran sepatu orang dewasa, dan sebilah pedang di tangan lainnya. Aku mengenali pedang itu.

Dia mencungkil bola mata boneka tersebut hingga beberapa urat-urat kabel pendek keluar dari sana, lalu melemparkannya ke Adella sambil membuka helmnya. Apa yang dia lakukan? Meluapkan hasrat membunuh-sadisnya kepada sebuah mainan anak-anak?

"Kamera pengintai," kata Adella. "Mengapa harus di boneka lucu itu?"

Kamera pengintai? Siapa?

"Jika Ebbinghaus telah memasang kamera itu," kata Morgan. "Memasang peledak kendali tidak akan sulit baginya."

"Lalu mengapa waktunya bisa tepat saat kita masuk?" tanyaku. "Apakah Ebbinghaus sedang mengawasi kita?"

"Mungkin saja," potong Orion. "Wanita tangan kanan E sepertinya bisa menyembunyikan keberadaannya. Sama sekali tanpa tanda."

Suara tembakan teredam tiba-tiba terdengar dari Adella saat aku terdiam memegangi kalungku. Dia baru saja menembak seekor burung hitam kecil di pohon. Kami menghampiri burung tersebut dan mendapati percikan api kecil meletup-letup pada burung yang ternyata terbuat dari logam itu. Yang benar saja! Lain kali mereka mungkin mau mengutus robot berang-berang agar Barry merasa iba saat ia tertembak.

"Jadi," potongku. "Apa yang akan kita lakukan?"

"Diam dulu," bisik Adella. Mendekatkan dirinya kepada sebagian ranting pohon. Seakan-akan ia mendengar pohon itu mengeluh karena nyaris tertembak. "Morgan, bisakah kau turun sebentar? Aku tidak begitu mengerti, tapi dia mengatakan sesuatu."

Morgan tiba-tiba muncul dari balik pohon, mengenakan rangkaian zirah penuh demi menjaga identitasnya. Tangan kanan Ebbinghaus yang dimaksud Orion kemungkinan besar masih mengawasi dan riwayat profesional Morgan akan tamat bila terbukti terlibat dalam segala tindakan rahasia yang ilegal ini.

ALBIOS: TriviumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang