TERSERAH KAU SAJA, putri salju.
Suara pria itu makin pelan, mungkin dia sudah jenuh untuk membangunkanku. Kebisingan dan kegaduhan lainnya memang cukup mengganggu, tapi ini sia-sia saja. Kepalaku terasa melayang, dan mataku terasa makin nyaman jika terus menutup seperti ini.
Tetapi, udaranya bertiup terlalu kencang, tanah penuh guncangan, terlalu berdebu, terlalu berkerikil. Aku akan mati.
Aku lupa namaku, aku berwarna putih, dan tersesat. Aku berusaha menyusun ulang ingatanku agar dapat kembali stabil. Kemudian aku bertemu sekelompok orang aneh yang mentraktirku pisang, entah mereka itu apa. Lalu kami memasuki ruangan yang sedang runtuh, dan apakah sekarang aku sudah jadi pizz-
Aku membuka mulut lebar-lebar, mencoba memperoleh oksigen sebanyak mungkin saat akhirnya tersadar. Aku susah payah berusaha berdiri sebelum si pria besi mendorongku jatuh kembali. Cahaya-cahaya berkelebatan di sekitar kami diiringi ledakan dan suara desingan yang menakutkan.
"Menunduk!" Pria besi berseru.
"Apa yang terjadi? Siapa mereka?" tanyaku, masih mengejar napas. Aku memeriksa sekujur tubuhku. Tidak ada luka, tidak ada tulang patah, sedikit kesemutan di kedua kaki, dan lumpur setengah kering menyelimuti sebagian tubuhku sebelah kiri.
Terlihat runtuhan bebatuan basah yang membuat gundukan kira-kira setinggi tiga kaki, memisahkan kami dengan sesuatu di seberang. Sesuatu yang menembakkan cahaya-cahaya hijau itu yang berbahaya itu. Aku membuang diri menuju bagian bawah gundukan seperti yang diinstruksikan pria besi itu. Kemudian sesaat setelahnya, terdengar dua ledakan berdampingan yang rasanya sangat dekat di telingaku. Asap, percikan api, dan bebatuan yang beterbangan akibat ledakan itu akan menerjang tepat ke arah wajahku seandainya aku masih berdiri.
Di depanku, pria besi itu, yang juga sedang menunduk, mengoperasikan tangan canggihnya dengan cepat. Logam yang berderik dan berdentang dari mesin yang bekerja di tubuhnya menciptakan sebuah bentuk lain. Apakah itu senjata? Dia mengambil posisi dan membidik. Kemudian, ledakan-ledakan kecil disertai percikan api keluar dari alat di tangannya dan menyasar musuh di depan.
"Lindungi dirimu! Mereka tidak akan segan-segan memanggang orang asing!" Pria besi itu memberondongi manusia-manusia besi lainnya di seberang. Manusia besi jahat membalas dengan tembakan-tembakan cahaya. Kerikil-kerikil dan debu masih beterbangan dan masih terlalu menakutkan untuk berdiri dari posisi ini.
Bagaimana aku yakin manusia-manusia besi di seberang sana adalah para penjahat?
"Ya, mereka adalah polisi."
Sudah kuduga aku bersama orang-orang tidak beres.
"Ngomong-ngomong, kau punya nama?" Aku menyempatkan bertanya.
Pria besi itu menatapku. Aku bisa membayangkan bagaimana tatapannya apabila dia menatapku dengan mata ... mata sungguhan. "Zack," jawabnya. Aku sempat berpikir tidak akan mendapat jawaban.
Aku berhasil mencuri pandangan yang cukup untuk melihat jelas ada sekitar tiga manusia besi dengan kostum besi berwarna putih dan memancarkan cahaya hijau di bagian mata dan pergelangan tangan dan kaki mereka. Warna yang sama dengan warna cahaya yang ditembakkannya.
"Bagaimana cara menulis namamu?" tanyaku lagi.
Zing..
Cahaya hijau mendadak menyilaukan ekor mata kiriku. Aku menyadari hal buruk, yang tak mungkin lagi bisa kuhindari. Kecuali ...
"Awas, bodoh!" Zack mendorongku. Semua terjadi nyaris bersamaan sebelum Zack menerima serangan itu untukku.
"Zack," panggilku, terkejut dan terkesan. "Kau memantulkan cahaya hijau itu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ALBIOS: Trivium
Fantasi(Commencing Deep Reconstruction, baca: bakalan dirombak sampai ke batu pertamanya) Seorang pemuda tanpa ingatan berkalung wajik ditraktir makanan dan diberi nama Albios oleh sekelompok pemburu hadiah setelah berkeliaran tanpa arah di kota super ane...