POSISIKU SUDAH TIDAK sekukuh saat aku menerima serangan itu. Aku yakin sekarang telah terpental dan sedang meringkuk di tanah. Setidaknya sekitar empat atau lima meter dari titik panas mengukur dari durasi rasa perih di siku kanan saat aku menahan tubuh selama jatuh dan terseret. Ya, bukan terpental, tapi jatuh dan terseret mundur.
Sejauh ini aku masih yakin dengan pertaruhanku. Sulit untuk tetap fokus memang, tapi ini tidak akan sama seperti waktu di lift. Aku mendengar seseorang menyumpah dengan nada kesal dan putus asa, aku tahu itu Larry. Aku masih bisa mendengarnya langsung bergegas mendekatiku. Aku bisa merasakan seperti dikibas-kibas sesuatu seperti kain, kemudian ia memperbaiki posisi tubuhku untuk berbaring dengan baik. Tapi pandanganku buruk, sangat buruk. Aku hanya bisa melihat warna hitam yang buram, bergerak-gerak dengan latar belakang temaram yang begitu menjemukan.
Bosan dengan pemandangan itu, aku beralih ke arah suara lain. Aku menoleh ke kanan dan tidak peduli lagi pada apapun yang dilakukan Larry.
"Rose," kataku sambil berusaha menggerakkan tanganku, tidak bisa. Suaraku sendiri terdengar aneh, seakan-akan aku sedang berada di bawah air. Tenggorokanku bergetar saat aku bebicara, dan walaupun hanya satu kata, suaraku keluar bersama dengan cairan. Rasa besi. "Ada yang menyerang kita." Aku berusaha menyelesaikan kalimatku yang sama sekali tidak membantu.
"Ya, mereka telah mengejarnya," balas Larry. "Kau terluka cukup parah, jangan banyak berbicara dan bergerak!"
Gemuruh tembakan dan hentakan-hentakan kaki yang begitu intens dalam waktu yang bersamaan saat Larry menanganiku pasti disebabkan oleh Barry dan Rose. Aku mulai berpikir kelompok ini benar-benar menarik, aku mulai suka dengan mereka. Entah bagaimana cara Barry dan Rose menyerang lawan, aku sangat penasaran. Pasti tidak kalah keren dibanding Zack. Zack? Di mana dia saat ini?
Derap langkah kaki yang berlari terasa makin dekat denganku.
"Ia menghilang." Itu pasti Rose. "Tidak kena sedikitpun."
"Dia tidak terlihat baik." Itu pasti Barry, berbicara tentangku.
"Ayo bergegas!" Itu pasti Larry.
"Rose, Barry," panggilku sembari digotong. "Apa kalian baik-baik saja?"
"Diam! Jangan sok-sokan pahlawan di sini, kau baru saja melakukan kebodohan," balas Rose tajam. "Aku tidak bisa menghubungi Zack." Ia menyumpah.
Maaf, balasku dalam pikiranku. Rose menyuruhku diam. Aku mengerti aku telah melakukan hal yang bodoh dan naif, aku lupa mereka adalah kelompok petarung andal yang mungkin saja punya banyak hal untuk mengatasi serangan tadi. Tapi aku benar-benar kehabisan ide waktu itu. Dan sekarang tubuh sialan ini malah makin lumpuh, dan rasa yang sangat menyebalkan ini kian memburuk. Aku kehilangan fokus.
"Albios, bertaha-"
Aku tidak sempat mendengar kelanjutannya.
***
Saat ini telah tiba. Aku begitu merindukan pagi hari. Matahari yang menyinari helai-helai tipis awan dengan lembut di ufuk timur langit yang biru. Aku merindukan berkas-berkas cahaya emas yang menyentuh tanah melewati dedaunan dan dahan-dahan pohon rindang. Saat aku bangkit dari tidurku yang nyenyak, aku akan langsung melihat hamparan persawahan dengan padinya yang telah menguning. Jauh ke timur hingga diakhiri oleh barisan pegunungan biru tua yang sebentar lagi akan memperlihatkan warna aslinya yang hijau zamrud.
Selanjutnya aku akan melihat ibu dan adikku datang dari tangga setapak di belakangku, membawakan sarapan kesukaanku: kue pai labu dan teh hangat buatan ibu. Aku tak bisa menolak setiap inci teksturnya yang diselimuti kelezatan, afeksi, rasa manis yang selalu meyakinkanku bahwa aku sudah aman, aku di rumah, dan semuanya akan baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALBIOS: Trivium
Fantasía(Commencing Deep Reconstruction, baca: bakalan dirombak sampai ke batu pertamanya) Seorang pemuda tanpa ingatan berkalung wajik ditraktir makanan dan diberi nama Albios oleh sekelompok pemburu hadiah setelah berkeliaran tanpa arah di kota super ane...