🍁 14

334 63 6
                                    

Hayukk di vote dulu..

🍁🍁🍁

Sebenarnya tidak ada yang menarik dari langit-langit kamar Sooya. Tapi entah mengapa kedua hazel gadis cantik itu enggan beranjak menatapnya. Hanya terlihat sebuah lampu yang terus berusaha memberi cahaya. Ranjang empuknya juga masih setia memberi tubuh ramping itu sebuah kenyamanan.

Napas Sooya terhempas berat seketika. Rasanya kepalanya saat ini tengah dipenuhi sebuah kalimat yang dilontarkan Teyung siang tadi. Sebenarnya hanya satu kalimat tapi terasa membebani penuh pikirnya.

Sooya hanya berharap jawaban yang ia berikan bukanlah jawaban yang akan membuat dirinya kembali menelan rasa pahit. "Iya, Tey. Aku bersedia menikah denganmu." Tidak ada alasan bagi gadis cantik itu untuk menolak lamaran kekasihnya tersebut.

Merasa otot tubuhnya perlu peregangan, Sooya pun bangkit dan menggeliat sesaat. Diraihnya ponsel yang berada di atas nakas. Masih tidak ada kabar dari kekasihnya.

"Teyung kemana? Kenapa tidak mengirim pesan? Apa dia tengah memikirkan hal yang sama denganku?" gumam Sooya seorang diri.

Sedangkan di sisi lain Teyung kini tengah di selimuti rasa gugup. Terlihat sibuk dengan tingkahnya yang tak henti mengekor sang ibu di dalam rumah.

"Ibu, biar aku bantu." ucap Teyung saat ibunya hendak membereskan sisa makan malam mereka. Nyonya Kim mengangkat satu alisnya, menaruh heran pada putranya tersebut. Tumben sekali. Tidak biasanya Teyung suka bantu-bantu. Bahkan dari tadi sore pribadi tampan itu tak hentinya menawarkan bantuan padanya. Terkadang tampak seperti ingin mengatakan sesuatu namun tertahan.

"Ibu, biar aku saja yang mencuci piringnya!"

Nyonya Kim yang semakin penasaran pun bertanya, "Apa kau salah makan sesuatu, Tey? Tidak biasanya kau serajin ini."

"Uh? Ti-tidak. Memangnya aku terlihat seperti itu?" menatap ibunya sesaat sebelum akhirnya memberi senyum paling lebar hingga matanya memejam.

Nyonya Kim memicing penuh intimidasi. Lalu menghela napasnya tidak percaya.

Ouh, bahkan bagi Teyung ini lebih sulit dari pada harus mengatakan pada ibu Sooya. Lidahnya seperti terikat kala hatinya menggebu ingin berucap pada sang ibu mengenai niatnya ingin melamar Sooya.

Namun Teyung tidak bisa lebih lama lagi dari ini. Ia memaksakan dirinya untuk maju. Mendekati ibunya yang duduk menonton televisi di ruang tengah. Moment yang tepat.

"Ibu!" panggil Teyung sembari duduk Secar hati-hati. Nyonya Kim hanya melirik lewat sudut matanya. Tangannya memangku pipi sedang tangan satunya lagi sibuk menekan tombol pada remot tivi.

"Ibu ada yang ingin aku bicarakan."

"Ibu sudah menduga itu dari tadi, Tey."

Teyung yang tidak nyaman pun hanya mengelus tengkuknya malu. Melihat lagak putranya tersebut lantas nyonya Kim mematikan tivinya dan menempatkan duduknya lebih nyaman lagi. Memasang wajah penasaran atas apa yang hendak Teyung ungkapkan.

"Katakan!" suruh nyonya Kim kemudian.

Teyung butuh waktu beberapa saat setidaknya untuk mengambil napas dan menwnangkan jatungnya yang berdegup tak karuan. Dalam hati ia berharap mendapat respon yang baik dari sang ibu.

"A-aku baru saja melamar seorang gadis, bu," ucap Teyung pada akhirnya.

Nyonya Kim yang awalnya duduk santai pun kini berubah menegakkan posisinya seketika. "Apa?" Setahu wanita tersebut putranya memang sedang tidak sedang menjalin sebuah hubungan. "Kau sedang tidak bercanda kan, Tey?!"

Feeling Defence [End]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang