🍁 03

654 132 11
                                    


Yuk di vote dulu sebelum baca.
Hargailah karya penulis.

Acihh..

😇

Sooya terpaku mendapati bibir Teyung yang tiba-tiba meraupnya. Sungguh keterlaluan memang. Tapi entahlah, Sooya seolah tak mampu berontak. Tubuhnya terlanjur kaku.

Perlahan Teyung melepas ciuman itu. Menatap wajah Sooya yang belum beralih dari kejutnya. "Sekarang sudah bisa diam, bukan?!" sarkasnya.

"A-apa yang kau lakukan?" tanya Sooya dengan terbata.

"Menutup mulutmu. Ayo!" tanpa basa-basi Teyung menarik begitu saja lengan Sooya menuju sebuah meja kosong di ujung.

Teyung tampak tak peduli dengan tatapan orang sekitar yang masih memperhatikan mereka dengan mimik tak percaya. Namun tidak dengan Sooya, yang berusaha menutupi wajahnya dengan tas yang ia bawa.

Teyung menempatkan tubuhnya pada sebuah kursi setelah sebelumnya menarik satu kursi lainnya untuk Sooya. "Mau pesan apa?" tanya Teyung sembari melihat daftar menu.

Sooya mendecih. Tidak percaya dengan tingkah pria di depannya ini. Bisa-bisanya dia bertingkah seolah tidak terjadi apa-apa. Minta maaf pun tidak. Padahal dia secara tidak sopan dan begitu berani menodai bibirnya. Kurang ajar sekali memang. Harga diri Sooya seolah lenyap seketika.

Sooya hanya diam menarik bibirnya datar. Membawa pandangannya menuju keluar jendela. Malas.

"Hei! Kau tidak makan?" satu alis Teyung terangkat saat menatap gadis di depannya itu.

Sooya sangat malas menyahut pertanyaan Teyung. Hingga membuat pria itu menghela napas panjang lalu memanggil pelayan dengan melambaikan tangan. "Pelayan!"

Seorang wanita dengan clemek yang menempel pada tubuhnya mendatangi meja mereka. Menanyakan bantuan apa yang bisa diberikan.

"Berikan aku dua taeboki."

"Tak perlu memesankan untukku. Aku tidak lapar," sahut Sooya dengan jutek pun tak memandang Teyung sama sekali. Hanya tangannya yang terlihat beralih memangku pipi.

"Siapa yang memesankan untukmu?!" balas Teyung sukses membuat kedua mata Sooya membola sembari melirik pada pria itu. "Bungkus yang satunya, ya!" pinta Teyung pada sang pelayan.

"Baik tuan. Ada lagi?" tanya sang pelayan sembari menulis pada buku menu.

"Tidak ada," menatap Sooya remeh. "Cukup itu saja," lanjutnya. Seperti sengaja ia lakukan untuk mengerjai Sooya.

Sooya tak habis pikir. Bibirnya menganga. Satu decihan ia ciptakan lantas memutar bola matanya. Tubuhnya pun berdiri secara kasar, "Aku mau pulang."

Tapi dengan cepat Teyung menahan tangannya dan menariknya kuat hingga ia kembali duduk. "Tunggu sampai aku selesai."

"Apa maumu sebenarnya?"

"Aku hanya ingin kau menemaniku makan. Apa susahnya?"

"Kau ini benar-benar... Aaisshh," Sooya benar-benar kehabisan kata-katanya.

Feeling Defence [End]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang