🍁 05

561 103 7
                                    

Votenya dulu yoookk!!

Harap maklum jika masih banyak typo, karena memang tidak ada proses pengeditan

Happy reading

.
.
.

Tubuh Sooya terlempar memantul begitu saja pada ranjang tidurnya. Mengamati langit-langit yang entah dari mana bayangan Teyung tiba-tiba menyapa dari sana. Pria tampan itu menatapnya dengan penuh goda. Sooya segera menggelengkan kepala secepat mungkin. Berusaha menghapus bayang-bayang sialan itu. Sesialan sosok susungguhnya yang selalu bertindak sesuka hati pada Sooya.

Seperti saat di seberang jalan tadi. Dimana Teyung kembali meraup bibirnya. Menarik pinggang rampingnya. Hingga dirinya tak mampu menghindar. Teyung itu berbahaya.

Sooya bangkit dari tidurnya. Menuju pada sebuah meja rias. Menatap pantulan dirinya. Tatapannya perlahan kosong hingga dia mengerjab mendapati Teyung yang tiba-tiba mengecup pipinya lewat belakang.

Sooya melihat kanan dan kirinya. Namun tak ditemukan sosok Teyung disampingnya. Jelas tidak, ini kan kamarnya. Oh, tapi sungguh bayangan Teyung terus menghantuinya. Ia bisa gila. Membuatnya mengacak rambutnya sendiri.

Lantas ia memutuskan menuju dapur. Meneguk air sebanyak mungkin hingga perutnya terasa seperti danau. Napasnya sedikit tersengal. Yah, dia harus berterimakasih pada air putih itu. Berkat air putih rasanya beban hidup yang dia pikul melebur sesaat. Namun itu tak berlangsung lama dimana pesan dari Teyung mengusiknya lewat notif dari ponsel canggihnya.

'Aku akan ke rumahmu malam ini.'

Apa-apaan Teyung ini. Sooya pikir Teyung hanya mengerjainya. Oh, maaf seribu maaf. Tapi Sooya tidak sebodoh itu. Sebelah bibir Sooya tertarik disertai kekehan singkat.

Namun, demi ayam tetangga yang mati secara tiba-tiba. Sungguh bibir Sooya tak mampu tertutup serta matanya akan seribu kali lebih bulat dari bulan purnama. Tak disangka Teyung benar-benar berdiri di depan rumahnya malam ini.

"T-Tey?! Kau?" kejut Sooya.

"Sudah aku bilang aku akan datang, bukan?!" Teyung berbisik sensual di dekat rungu Sooya. Alih-alih kegelian, Sooya justru tak berkutik dari keterkejutannya.

Dan parahnya lagi, Teyung mengecup pipi Sooya dilanjutkan dengan senyuman smirk yang terukir di bibir uniknya itu.

"Tey!!" Sooya memegang pipinya sendiri. Kali ini benar adanya tentang kecupan itu dan bukan bayangan semata seperti sore tadi.

Hampir saja Sooya menampol bibir Teyung dengan sandal rumahnya jika sang ibu tidak segera datang dengan suara nyaringnya.

"Teyung! Kau sudah datang!" menyambutnya hangat dan dibalas bungkukan sopan dari Teyung. Sedangkan Sooya hanya melongo melihat situasi ini. Kedua matanya bergerak mengikuti tubuh gagah Teyung yang perlahan dituntun sang ibu menuju ruang tamu. Sooya mengikuti walau dalam benak penuh tanda tanya.

"Duduklah, bibi akan membuatkanmu minum."

Teyung tersenyum mengiyakan saat ibu Sooya melenggang menuju dapur. Sooya masih berdiri menatap Teyung. Dan saat Teyung balik menatapnya dengan cepat ia pergi menuju dapur. Rasanya lebih baik bertanya pada ibu daripada pada pria ini.

"Ibu! Ibu yang menyuruh Teyung kemari?" tanya Sooya sembari menempelkan bokongnya pada meja dapur, menghadap sang ibu yang tengah sibuk menuang gula dan teh pada cangkir keramik itu.

"Iya, memangnya kenapa?"

"Tidak. Tidak apa-apa. Tapi kenapa ibu memanggilnya kemari?"

"Ada perlu," jawab singkat sang ibu dan beranjak meninggalkan Sooya begitu saja dengan membawa minuman di atas nanpan.

Feeling Defence [End]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang