🍁 11

442 78 6
                                    

Yg nungguin?

Chapter ini singkat saja, ya!

Hehe..

Jangan lupa vote dan komen

Terima kasih..

Mf jika typo merajalela, selamat membaca

🍁🍁🍁

Di bawah langit pekat serta guyuran hujan yang semakin tak memberi ampun pada apa saja yang berada di bawahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di bawah langit pekat serta guyuran hujan yang semakin tak memberi ampun pada apa saja yang berada di bawahnya. Jeon seolah tengah mencari suatu harapan besar untuk sebuah rasa yang menyiksanya selama ini. Dimana ia mencari celah di dalam situasi yang nyaman saat ini. Jantung yang berdegup kencang serta hangatnya hembus napas diantara perpotongan jarak yang semakin menyempit, Jeon mendekatkan bibirnya.

Berusaha tenang dan berjaga-jaga agar si kecil Jeocha tidak terbangun dari lelapnya. Sooya tampak diam. Entah apa yang ada di pikiran gadis itu. Seolah Jeon baru saja menghembuskan sebuah mantra sihir yang mampu membungkam gadis itu.

Situasi yang mungkin berbahaya jika mengingat status hubungan Sooya saat ini. Kuatnya perasaan yang ada agaknya menimbulkan sebuah firasat atau feeling yang tak nyaman di hati seseorang yang kini berada di tempat lain. Teyung.

Di sebuah kafe malam, Teyung tampak tenang duduk di depan Sooga yang tengah melakukan diskusi dengannya mengenai sebuah proyek. Namun sepertinya fokus Teyung saat ini tak benar-benar tertuju pada Sooga. Matanya sedari tadi menatap ke arah luar dimana hujan semakin lebat. Malam semakin larut dan Sooya belum juga datang. Yang lebih menjadikan pikirannya tak tenng adalah saat mengingat Sooya bersama pria lain di seberang sana.

"Kau yakin Sooya akan menyusul kemari?" Sooga tampak melihat ke luar. Mendadak memikirkan adiknya pula. "Jangan-jangan dia sudah pulang duluan."

Entahlah karena Teyung juga tidak tahu pasti. Yang jelas kini perasaannya dihinggapi rasa tidak tenang.

Sooga nyaris saja tersedak saat minumannya baru sampai tengah tenggorokan. Pasalnya Teyung tiba-tiba berdiri secara mengejutkan diikuti bunyi decitan kasar dari kursinya.

"Kak, aku harus menjemput Sooya!"

Teyung meraih jaketnya yang tersampir di sandaran kursi lalu bergegas keluar. Hujan semakin pekat di tengah gelapnya langit malam. Teyung menyibakkan jaketnya hingga terpakai semestinya. Tanpa peduli cuaca yang buruk ia pun menembus begitu saja rintikan air yang tak memberinya ampun sama sekali.

Duarr!! Bunyi petir yang menggelegar sesaat setelah kilatan itu terjadi.

Sooya terperanjat. Nyaris saja Jeon menciumnya, namun agaknya semesta berkata lain. Mengubur dalam-dalam harapan Jeon dengan caranya. Petir seolah menyadarkan Sooya atas tenggelamnya ia pada arus magnet Jeon. Sooya berpaling cepat. Membuat Jeon kecewa barang seketika.

Feeling Defence [End]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang