🍁 18

319 64 24
                                    

Yuk di vote dan komen yach...

Part kali ini pendek aja yach.. 😊

🍁🍁🍁

Teyung menatap jam digital yang bersemayam di pergelangan tangannya. Pukul sembilan malam. Masih cukup waktu untuk mengoreksi hasil ujian para anak didiknya kemarin.

Kaki panjang Teyung melangkah menuju dalam rumah sesaat setelah bunyi deguman dari pintu mobilnya menguar. Senyumnya terus terpatri seolah kecupan Sooya saat ia berpamitan pulang tadi masih terasa melekat di bibirnya.

Seperti biasa ruang dapur adalah tujuan utamanya saat ia kembali ke rumah. Menuang air putih ke dalam sebuah gelas kaca lalu meneguknya hingga tak tersisa. Sedikit terkejut saat pribadi tampan itu berbalik badan dan mendapati sang ibu sudah berdiri di belakangnya.

"Uh?! Ibu, sejak kapan berada di sini?" Teyung membuka tangannya hendak memberi pelukan pada sang ibu. Namun ibunya justru menepis.

"A-ada apa, bu? Apa terjadi sesuatu?" Melihat raut dingin sang ibu tentu membuat Teyung bertanya-tanya.

"Apa yang telah kau lakukan pada kakakmu?" Kedua tangan nyonya Kim terlipat di depan dada.

"Apa? Apa maksud ibu?"

"Berhenti memaksa kakakmu untuk menikah. Kondisi Yoona belum pulih sepenuhnya, Tey. Jangan membuat dia kembali tertekan."

Teyung menatap acak wajah ibunya. Bibirnya sedikit terbuka bersamaan helaan napas ringan yang keluar.

"Jika keluarga Sooya terus mendesakmu seperti ini, sebaiknya kau akhiri saja hubunganmu dengan Sooya."

Jantung Teyung seperti baru saja terhantam bongkahan batu besar mendengar ucapan ibunya. Terelepas dari penolakan sang ayah, ibunya cukup bersabar dan setidaknya memberinya dukungan selama ini. Tapi saat sang ibu justru berkata hal yang di luar dugaannya, sungguh Teyung seperti tengah berada di atas tebing dan kehilangan kekuatannya.

_
_
_

Ada tiga hal yang paling Teyung benci di dunia ini. Pertama, saat Yoona selalu mendapat perhatian lebih dari sang ibu. Kedua, saat cintanya ditolak-itulah kenapa Teyung ta memberi ruang bagi Sooya untuk menolak cintanya, baginya memaksa itu lebih baik, terbukti sekarang Sooya berhasil menjadi miliknya. Dan yang ketiga saat segala keinginannya selalu dipersulit oleh sang ayah yang baginya keras kepala itu.

Ferrari milik Teyung melaju kencang membelah jalanan kota diantara hembusan angin malam. Rasa tak menentu di hatinya memaksa Teyung menggiring tunggangannya hingga ke sebuah bar malam itu. Tak tanggung-tanggung. Lima botol wine ia pesan saat itu juga. Mungkin kalian pikir Teyung akan meneguk habis minuman memabukkan itu. Tapi pada kenyataannya tidak demikian. Satu botol saja cukup untuk memenuhi lambungnya serta mengkocar-kacirkan isi kepalanya. Sedang sisanya hanya untuk pemuas hati, ingin saja merasakan isi dompetnya berkurang secara cuma-cuma.

Dengan sedikit sempoyongan Teyung mencoba membawa kakinya melangkah menuju mobil. Beruntung tidak ada adegan terjungkal karena kepalanya yang serasa berputar itu.

"Aghh..," lenguh Teyung saat dirinya berhasil berpasrah pada jok depan kemudi. Kepalanya seperti dipenuhi berbagai kalimat dari beberapa pihak yang masuk ke rungunya. Semua membaur menjadi belenggu yang menyiksa batin pria tampan itu kini.

Tangannya merogoh saku celana dan mengeluarkan ponsel dari sana. Menekan tombol power dan terlihat foto cantik sang kekasih menghiasi layar depan ponselnya. Bibir Teyung tersungging tipis, ibu jarinya meraba pelan garis wajah Sooya pada layar tersebut.

Perlahan, tatapan matanya bergulir ke lain arah dan tampak kosong, namun tidak pada kepalanya yang justru terbersit kalimat ibu Sooya sebelum saat ia berkunjung tadi.

"Kau harus bisa membuat keluargamu menyetujui niatmu itu. Apapun caranya. Ingat! Apapun itu caranya!" suara ibu Sooya terus terngiang-ngiang di kepalanya.

"Apapun caranya, ya?!" gumam Teyung pelan sesaat setelah dirinya cukup lama terdiam. Seperti ia baru saja mendapat sesuatu hal yang bisa dianggap sebagai jalan keluar. Kalau memang begitu, bukankah itu artinya tidak masalah jika ia menghalalkan segala cara.

Ibu jarinya pun mencari kontak Sooya dan melakukan panggilan disana. Tak perlu waktu lama hingga pada akhirnya panggilan tersebut diangkat.

"Hallo!" suara lembut kesayangan Teyung terdengar dari seberang.

"Sooya, kau belum tidur?"

"Ini baru beranjak akan tidur. Kenapa?"

Teyung terdiam, menelan salivanya sendiri. "Soo!"

"Hm? Kenapa Tey?"

Mata Teyung menatap sedikit acak, membasahi bibirnya dengan lidah ya sendiri sesaat sebelum kembali berucap. "Mau bermalam denganku malam ini?"

Tbc..

Jan ngadi-ngadi tett.. 😐🌚🌚🌚

 😐🌚🌚🌚

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Feeling Defence [End]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang