🍁 02

688 134 10
                                    

Hai..

Vote dulu yokk sbelum baca

Tiap vote dan komen begitu berarti bagi author

🍁🍁🍁

     Teyung baru saja kembali dari olahraga paginya. Hanya berlari mengelilingi jalanan sekitar komplek barunya saja. Mentari belum begitu naik dan suasana pagi yang tenang menyelimuti runtinitasnya seperti biasa.

     Dahaga yang melanda menggiringnya melangkah menuju dapur. Baru saja ia memasuki pintu, matanya sudah dikejutkan oleh seorang gadis yang terlihat sibuk di depan tempat cucian piring. Siapa lagi kalau bukan Sooya. Si pengantar makanan pribadi Teyung. Tengah berkutik dengan cucian piring kotor di sana.

     "Sejak kapan di sini?" tanya pria itu sembari menuangkan segelas air putih ke dalam gelas.

     "Belum lama," jawab Sooya singkat tanpa menatap Teyung.

     perutnya yang meronta-ronta memaksanya bersemangat untuk mengisi perut. Tapi justru terpekik begitu ia membuka penutup makanan di atas meja makannya. Kosong.

     "Lho, makananku?" menatap heran pada Sooya yang sedari tadi memunggunginya.

     "Kau tidak mengembalikan tempat makan padaku kemarin. Masih berharap mendapatkan jatah makan?" sarkas Sooya. Dan kini ia telah menyelesaikan kegiatannya. Menata dengan rapi beberapa tempat makan itu ke dalam tasnya. "Aku pergi dulu," begitu saja ia berlalu.

     "Hei!" Teyung tak habis pikir Sooya benar-benar melakukan hal itu padanya.

     Tak lama setelah Sooya menenggelamkan dirinya di balik pintu. Tiba-tiba suara horornya kembali terdengar.

     "Teyung-ah!!" teriak gadis cantik itu.

      Alhasil air yang baru saja Teyung teguk pun menyembur dari mulutnya. Membasahi dagu hingga baju depan pemuda tersebut. "Yaik!" pekik Teyung. "Kenapa selalu berteriak seperti itu?!" geramnya. Lalu berjalan keluar mengecek apa gerangan yang terjadi sembari mengelap mulutnya dengan tisu secara kasar. "Ada apa?" kakinya berhenti melangkah menatap anak gadis nyonya Han tersebut. Tubuh gagahnya bersandar pada kusen pintu sambil melipat kedua tangan di dada. Satu alis yang ikut terangkat cukup membuktikan rasa heran yang mencuak di hatinya.

     "Teyung, sepedaku dimana?" menunjuk ke arah halaman dimana ia memarkir sepedanya tadi. Tentu dengan raut paniknya. 

     "Mana aku tahu. Aku kembali sudah tidak melihat sepedamu," jawabnya santai.

     Kaki Sooya tak dapat berhenti mondar-madir sambil memegang kepalanya yang sesekali ia garuk kendati tidak gatal. "Teyung aku tidak sedang bercanda. Bagaimana ini?"

     "Siapa yang bercanda. Jangan-jangan kau lupa tidak membawa sepeda saat kemari."

     "Enak saja! Terus bagaimana caranya aku bisa sampai kesini?!"

     Teyung mencembik sembari mengangkat kedua alisnya, matanya pun menutup sekilas. Baiklah, nampaknya Teyung tidak begitu memperdulikan sepeda Sooya. Lantas ia masuk begitu saja ke dalam rumah. Sooya kelabakan sendiri mencoba mencari.

Feeling Defence [End]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang