•Part 20•

19 0 0
                                    

“Ih! Ih! Ih! Nyontek PR Kimia plisssss!” Itu Feri yang memanggil Ihsan seenak jidat. Dia memasuki kelas dengan napas ngos-ngosan.

“Demi apa gue lupa kalo Bu Siska ngasih PR bejibun! Lagian lo pada juga nggak ngingetin gue. Asliii bisa jadi ikan asin gue dijemur,” cerocos Feri sambil mengacak-acak tasnya dan mengeluarkan seperangkat buku beserta alat tulis. Sedangkan, orang yang ditodongnya sejak tadi masih bergeming. Enggan mengganti posisi wajah tertelungkup di meja dan menghadap ke tembok.

“Buruan mana gue pinjem buku lo!”

Kesal karena tak kunjung mendapat respons, Feri mengguncang bahu teman sebangkunya itu.

“Ih, Ih, Ihsan! Budek lo yak?!”

Cowok itu melenguh pelan. “Mau apa sih lo? Ambil aja sendiri,” sahut Ihsan akhirnya, dengan suara pelan dan serak. Merasa ada yang aneh, Feri tidak lantas melancarkan aksinya mengobrak-abrik isi tas Ihsan.

“Eh, kenapa lo? Lemes amat.”

“Gue mau tidur. Jangan ganggu.”

“Sakit lo? Ke UKS aja kuy! Sekalian gue bisa kabur dari kelas Bu Siska. Hehe.”

“Nggak ada. Udah lo salin aja. Diem.”

Feri mendengus, tangannya lalu bergerak menggoreskan tinta di lembar kosong miliknya.

Dua puluh menit berlalu, Feri hampir selesai menyalin pr-nya.

“Ihsan! Buku yang kemarin lo pinjem di perpus gantian gue pinjem dong. Udah selesai belum?”

Feri melirik sekilas.

“San, Ihsan!”

“Ssssst! Berisik lu Del! Lagi tidur dia. Jangan ganggu.”

“Kenapa dia?”

“Nggak tahu. Gue suruh ke UKS nggak mau. Padahal kan gue bisa ikutan skip.”

Plak

Feri mengelus lengannya yang menjadi sasaran empuk Dela.

“San, lo sakit?” tanya Dela sambil meletakkan punggung tangannya di dahi laki-laki yang matanya terpejam itu.

Benar saja, sensasi panas langsung menjalar di tangannya. Bahkan, rambutnya mulai basah karena keringat. “Fer! Lo gila ya?!”

“Kayaknya waras kok.”

“Ini Ihsan panas banget badannya. Lo nggak ada peduli-pedulinya sama sahabat lo sendiri!” Dela mulai mengomel.

“San, lo udah sarapan belom? Gue beliin ya? Lo ke UKS aja dulu. Istirahat di sana. Atau lo mau—”

“Eh eh eh Dela Maheswari. Kalo lo nyosor gitu, yang ada dia tambah stres.”

“Tarr tarr tarr tarrr dulu tarr,” Feri tampak berpikir, “sejak kapan lo jadi super perhatian gini ke Ihsan? Ooh jadi cowok yang lo suka di sekolah ini tu Ihsaaan? Yah! Pupus deh harap—”

“Lo bisa diem dulu nggak? Ini Ihsan dulu gimana elahh?!”

Bukannya lantas mengambil tindakan untuk sahabatnya, Feri masih memicingkan mata menggoda Dela. Bersamaan dengan itu, Rafi dan Alea datang. Walaupun, sebenarnya mereka sudah berada di depan pintu sejak tadi, sengaja menyimak.

“Eh pada ributin apa kalian?” Rafi sengaja berbasa-basi.

“Ihsan sakit,” sahut Dela.

“Terus kenapa nggak dibawa ke UKS bambank?!” Feri terlonjak saat Rafi berteriak di depannya.

“Feri nih, nggak jelas! Ihsan sakit tapi nggak peduli.”

“Eh nggak usah mengadu kambing sama sahabat gue lu Del. Gue heran aja lo perhatian banget ke Ihsan.”

Found YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang