Nazila Meilani
Terlihat matahari muncul bersama sinarnya. Seorang perempuan cantik berseragam SMA, memiliki rambut hitam legam yang dikuncirkan, tengah tersenyum tipis lewat pantulan kaca, ia bernama Fadela Devanca. Setelah semuanya rapi, dirinya keluar kamar dan berjalan ke arah dapur. Disitu ibunya sedang menyiapkan makanan untuk dihidangkan di meja makan. Bersamaan dengan datangnya seorang laki-laki paruh baya yang taklain adalah ayahnya. Ya, Fadela hanya seorang anak tunggal, Ibunya bernama Dealina Fazkia dan ayahnya bernama Hari Gundra.
"Selamat pagi Bunda, Ayah," sapa Fadela.
"Selamat pagi juga, Sayang," jawab Hari.
Mereka pun duduk dan bersiap untuk sarapan. Setelah selesai sarapan, ayah dan Fadela berjalan ke depan rumah untuk berangkat ke kantor sekaligus mengantarkan Fadela ke sekolah. Ibunya mengikuti ke halaman rumah dan Fadela menyalimi tangan ibunya, sementara ayahnya langsung memanasi motor dan bersiap berangkat.
"Assalamualaikum Ibu, Dela berangkat dulu ya," pamit Fadela seraya menaiki motor ayahnya dan motor itu pun melaju.
Ibu tersenyum menatap kepergian mereka, berharap mereka sampai di tujuan dengan selamat dan pulang juga dengan selamat. Tidak ada seorang Ibu yang berharap anaknya terluka apalagi suaminya adalah cinta hidupnya. Setiap pagi dan malam ia selalu berdoa agar hidupnya, keluarganya, suami serta anaknya selalu dalam lindungan tuhan.•••••
Setelah sampai di sekolah, Fadela taklupa untuk salim kepada ayahnya.
"Dela, nanti pulangnya ayah jemput ya, kalau ayah telat tunggu aja. Biasanya jalanan sore suka macet," ucap sang ayah. "Ya udah, Ayah berangkat dulu kamu belajar yang benar." Ia tersenyum dan mengusap rambut anaknya itu.
"Iya, Yah, hati-hati."
Motor Ayah pun meninggalkan pekarangan sekolah. Fadela segera berjalan memasuki kelas yang beberapa menit lagi bunyi bel masuk. Tetapi di perjalan menuju kelas ada seseorang yang menariknya ke toilet yang tidak jauh dari tempat ia berjalan.
"Hai, Sayang!" sapa seorang laki-laki yang tadi menariknya. Dengan senyuman yang lebar namun mengerikan, Fadela berusaha lari dari cengkraman pria itu, namun nihil cengkramannya lebih kuat daripada dirinya. Ia sangat takut.
"Jangan takut sayang, kayak pertama kali aja," ucap lelaki itu masih yang dengan senyumannya ditambah dengan kekehannya, membuat Fadela memohon-mohon agar ia bisa dilepaskannya.
Derzan Afdrian, seorang pria brengsek yang sudah menghilangkan sebagian hidup Fadela. Awalnya mereka adalah sepasang kekasih, namun suatu hari Fadela mengetahui sifat asli dari kekasihnya yang tengah bercumbu di sebuah cafe milik ayah pria itu. Di situ juga ia langsung mengakhiri hubungannya. Karena tak terima dengan penyataannya, Derzan tersulut emosi dan membawa Fadela ke Apartemennya. Disitulah Fadela menjadi orang yang sangat kotor. Orangtuanya pun taktahu apa yang tengah terjadi pada dirinya, karena Fadela tidak ingin mengecewakan untuk kedua orangtuanya. Selama ia masih bisa bersekolah dan selalu membanggakan dengan prestasinya di sekolah itu sudah membuat Fadela bersyukur, akan tetapi dirinya selalu merasa jika ia adalah anak yang tidak tahu diuntung.
"Diem!" bentak Derzan, lalu sedetik kemudian ia terkekeh. "Oke, gue akan lepasin lo. Tapi dengan satu syarat." ucapnya.
Derzan semakin mendekatkan wajahnya ke depan wajah Fadela membuat hidung mereka hampir bersentuhan.
"Pulang sekolah gue tunggu di gudang."
Setelah mengucapkan itu dirinya mengecup bibir gadis itu sekilas, ralat tetapi Fadela bukan gadis lagi. Derzan pergi meninggalkan perempuan itu sendiri di toilet, lalu ia merenung sebentar dan menangis dalam diam. Takdir begitu kejam padanya, selama ia hidup dalam 17 tahun ini, pertama kalinya dirinya hancur-sehancurnya oleh seseorang.
Mengingat kenangan indah bersama kedua orang tuanya, membuat ia merasa bersalah lagi. Selalu, selalu dan selalu merasa bersalah. Taktahu apa yang harus dilakukannya untuk bisa membuat keadaan menjadi lebih baik. Dirinya telah membohongi kedua orangtuanya dan juga dirinya yang selalu tersenyum diantara orang-orang di dekatnya. Marah, kecewa, sedih semua perasaan bercampur aduk dalam dirinya. Keinginan jika ingin mengindari peristiwa itu pun tidak ada gunanya, waktu tidak bisa diputar kembali.
Satu yang ada dipikirannya, membahagiakan kedua orangtuanya meskipun keadaan menyakitinya. Fadela cepat-cepat menghapus air matanya dan kembali berjalan ke kelas seakan tidak ada masalah apa-apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antologi Cerpen: PERJUANGAN TAK BERTEMA
Cerita PendekStory ini adalah kumpulan cerpen bertema perjuangan yang ditulis oleh para penulis hebat, peserta lomba cerpen yang diadakan Penerbitan Egan's Family dalam rangka memperingati Kemerdekaan RI, Agustus lalu.