DISCLAIMER⚠️
Cerita ini pertama kali dipublish pada tanggal 1 Juli 2022
Cerita tamat pada tanggal 30 Agustus 2022
Aku nulis Journey of Personal Nurse betul-betul murni atas pemikiran sendiri; mulai dari outline, alur cerita, hingga plot yang ada di dalamnya. Jika terdapat kesamaan dari segi manapun pada karya lain dan, harap hubungi instagram pribadi aku (chfz.del).
***
Re-publish ini aku lakukan dengan tujuan merevisi bagian-bagian mana saja kesalahan yang aku lakukan, sekaligus menjelang jadwal open pre-order buku ini terbit. Sayangnya, aku akan mencantumkan ending (tiga bab terakhir) hanya pada tanggal 3 dan 4 Mei 2024, setelah itu akan diunpublish kembali dan teman-teman bisa membacanya di versi novel.
Jadwal PO : 1 Mei 2024
Temen-temen bisa pantai Penerbit Prospec Media atau instagram pribadi aku yaa..Buat yang baru banget pertama kali baca JoPN atau yang belum kenal aku..
Haloo kenalin namaku Adelia, kalian bisa panggil aku Adell, atau mau panggil thor juga boleh xixixii, i hope you like it🤍─── ・ 。゚☆: *.☽ .* :☆゚. ───
"Beri aku waktu dua minggu, pasti akan ada kesembuhan dari penyakit ini," bujuk pria itu dengan lirih. Bukan, pria itu tidak meminta agar diberikan waktu pelunasan utang, melainkan tagihan akan sembuh yang belum terwujud.
"Ini udah dua tahun, Zi!" bentak wanita berambut panjang sembari berbalik, meninggalkan kegiatan memasukkan baju ke dalam koper. "Dan nggak ada satu pun perkembangan atas penyakit kamu itu! Yang ada tuh penyakit makin parah! Ngerepotin aja."
Mendengar kalimat tersebut, hati Alzi merasa sakit. Rasanya tidak etis, terlebih jika yang mengatakan adalah wanita yang sudah sepuluh tahun lebih lelaki itu nikahi. Wanita yang sangat dirinya cintai setengah mati.
Sederet pigura penghargaan terpajang rapi, berjajar menghiasi dinding kamar milik sepasang kekasih yang berada di penghujung kebersamaannya. Melalui pandangan yang mulai buram akibat linang air mata, pria itu memandang satu per satu penghargaan yang telah didapatkannya sebagai model. Sebetulnya, sang pria bukan menangisi kejuaraan atau pencapaian yang telah ia raih, tetapi dia begitu menyesali keteledorannya sampai berujung seperti ini. Lemah, lumpuh, tidak berdaya dan hanya duduk di kursi roda.
Alzi menatap langit-langit kamar untuk menahan bulir air mata yang menggenang. Ia tidak memiliki kemampuan untuk menahan langkah wanita terebut. "Kamu yang merawat aku saja capek, apalagi aku yang merasakan penyakit ini, Je."
"Terserah kamu mau ngomong apa. Intinya, kita sudah resmi bercerai," tekan Jean.
Secarik kertas perceraian tergeletak di meja rias semenjak tadi pagi, Jean melirik sejenak ke arah sana. Untuk kali terakhir wanita itu merik Alzi, pria yang sudah resmi menjadi mantan suaminya. Pikir Jean, meninggalkan seorang pria lemah bersama seorang anak kecil bisa menjadi cara yang salah. Akan tetapi, semua rasa iba terhadap suaminya langsung Jean buang sejauh mungkin. Jean menggelengkan kepala untuk menghapus rasa ragunya. Ia mulai melangkah keluar kamar.
"Je! Jean, tolong jangan tinggalkan aku, tolong, Je! Laras masih kecil untuk kamu tinggalkan!" teriak Alzi lantang.
Jean memilih untuk pura-pura tak mendengar lontaran semua kalimat itu. Ia keluar sampai kaca jendela bergetar.
Alzi mengembuskan napas panjang, mencoba menenangkan diri dan pasrah dengan apa yang terjadi sekarang. Pria berusia 29 tahun ini memejamkan mata, berpikir keras untuk mencari cara tentang bagaimana ia dan putrinya bisa melanjutkan kehidupan. Alzi dinyatakan lumpuh total akibat kecelakaan yang hebat dua tahun lalu. Belum lagi Alzi divonis memiliki penyakit paru-paru, penyebab kecelakaan tersebut terjadi. Sementara putri tunggalnya-Laras baru menginjak usia 8 tahun.
Alzi mengulurkan tangan untuk menggapai kursi roda yang tak jauh berada di dekat kasur, kemudian naik ke atasnya. Sebisa mungkin Alzi menahan tangis akibat rasa kecewa agar tidak pecah dan membuat bising, tetapi Alzi tidak mampu menahan emosinya. Setelah berhasil duduk di kursi roda tadi, Alzi meluapkan amarah dengan cara mengambil penghargaan yang terpajang tadi lalu membantingnya, pigura hasil pemotretan Alzi sebagai model pun dilempar hingga pecah berantakan.
Pria itu frustrasi hilang arah. Rasanya seperti apa yang telah ia berikan kepada sang istri, termasuk membantu mengajukan kepada agensi agar nama Jean dapat lolos sebagai model, semua itu sia-sia. Alzi anggap Jean tidak tahu diri.
"Papa?"
Alzi tersentak, langsung membuka mata kembali. Tangannya mengusap gusar mukanya, mengubah raut wajah seolah tidak terjadi hal yang harus dikhawatirkan.
"Iya, Nak? Ada apa? Kamu mimpi buruk sampai terbangun, ya?" tanya Alzi, senyumnya pun mengembang.
Laras menggeleng lemah, gadis kecil itu melangkahkan kakinya masuk ke dalam mendekati Alzi. "Mama mana?"
Alzi terdiam sejenak, mencari jawaban yang tepat agar tidak menyakiti hati kecil putrinya. Jika mengetahui ibunda tercintanya baru saja pergi meninggalkan, pasti akan membuat perasaan Laras terluka.
"Pa, Mama mana?" tanya Laras sekali lagi. Kali ini gadis itu sedikit mengguncang-guncang tubuh papanya.
"Mama pergi bekerja, Laras. Sudah siang juga."
Laras tidak puas dengan jawaban Alzi. Ia makin mengguncang-guncang tubuh Alzi dengan kuat, mulutnya juga terus mengucapkan pertanyaan di mana ibunya. Laras sebetulnya mendengar suara bentakan dan pintu yang dibanting cukup kuat tadi.
Tangis kecil mulai keluar dari bibir kecil Laras, ia merengek berharap Alzi menjawab pertanyaan. Pria itu menoleh ke lain arah untuk menghindari tatapan Laras, ia tidak mampu melihat raut wajah cemas Laras.
Maaf Laras, Papa gagal mencegah ibumu pergi, batin Alzi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Journey of Personal Nurse [TERBIT]
RomanceAruna Runyza, seorang gadis berusia 20 tahun yang awalnya bekerja sebagai administraser pada sebuah Home Care Servise mendapat kesempatan untuk menjadi bagian dari perawat pribadi. Pasien pertamanya adalah seorang duda anak satu berusia 39 tahun ber...