Jurnal Ke-14; Peresmian Keluarga Kecil

220 13 8
                                    

Alzi Farazi dan Aruna Runyza sudah resmi menikah.

Keduanya menggelar pesta pernikahan kecil-kecilan, hanya mengundang kerabat dekat dan memberitahu yang jauh di luar pulauseperti saudara Aruna yang akhirnya hadir sebagai wali dari pihak perempuan. Beberapa media dan stasiun televisi juga datang ke acara yang digelar hanya di rumah Alzi saja, sekadar meliput untuk dijadikan berita.

Jika sebelumnya Aruna takut mereka berdua akan viral dan diganderungi berita-berita yang sensitif, Alzi justru mengajarkan Aruna caranya untuk bersikap ‘bodo amat’. Jika pembawaan berita berbeda dengan kenyataannya biarkan saja, toh, yang menjalani kehidupan adalah mereka berdua. Trik tersebut diterapkan Alzi sejak dulu, sang mantan model profesional.

“Apakah kita terlalu cepat untuk menikah, Ras? Pertemuan kita baru 3 minggu, kenapa papa-mu itu meyakini bahwa aku pantas menjadi penjaga hatinya?”

Laras yang tengah telaten memberesi hiasan rambut Aruna tersenyum. “Hati Mbak menembus perasaaan Papa. Eh, mungkin aku harus mulai memanggil Ibu, ya?”

Aruna terkekeh malu mendengar panggilan tersebut. Seharusnya yang pertama membuka riasan Aruna adalah Alzi, pria yang resmi melepas masa dudanya selama 10 tahun itu masih masih terus mendapati tamu. Sekarang dirinya sedang berbicara secara intens dengan kawan lama di ruang tamu. Kebetulan acara sudah dimulai sejak pukul 7 pagi; berawal dari akad hingga resepsi, dan sekarang hampir menunjukkan jam 5 sore, tenaga Aruna sudah seluruhnya terkuras dan dirinya diizinkan untuk beristirahat.

Kemarin Alzi memeriksakan kesehatannya. Gula darah normal, kolesterolnya juga normal, hanya aliran napas saja yang terkadang kurang stabil. Namun, Alzi sedari tadi belum sama sekali menampilkan wajah kelelahan. Senyumnya selalu merekah, menyambut tamu-tamu yang berdatangan dan semakin banyak dengan suasana hati senang kepalang.       

Pekerjaan Laras memberesi riasan kepala Aruna telah selesai, ia lantas memutar lagu yang bernada tenang untuk menghibur ibu sambungnya. Setelah itu Laras menghampiri Aruna yang terduduk di tepi kasur.

“Ibu, gimana rasanya dicintai oleh seorang lelaki?”

Aruna belum terbiasa dengan panggilan tersebut, begitu juga jika harus mennggakui bahwa dirinya sedang dicintai oleh laki-laki. Semenjak kecil Aruna tidak pernah mengenal kata cinta, selain cinta yang diberikan oleh kedua orang tuanya.

“Seperti mendapat mutiara yang sangat sempurna, Ras,” jawab Aruna sembari terkekeh malu, wajahnya juga sedikit berubah menjadi merah. “Kamu belum pernah memiliki hubungan dengan seorang lelaki?”

Laras menggeleng. Seperti anak kecil yang sedang berbicara dengan ibunya, gadis itu menggoyang-goyangkan kedua kaki. “Ada, sih, cowok yang deketin aku. Tapi alasan mereka kurang masuk akal; ada yang karena aku adalah anak dari mantan artis terkenal, ada juga yang hanya memanfaatkan saja karena aku punya uang hasil dari kerjaan paruh waktu.”

Gadis itu menghentikan pemaparannya sejenak. Memanang lurus kepada permukaan lantai yang ia pijak. Laras adalah gadis yang kekurangan kasih sayang orang tua, untuk itu ia seringkali kebingungan bagaimana menanggapi perasaan seorang lelaki. Ketidakdekatannya dengan seorang ayah ketika masa remaja menyulitkan Laras untuk memilah seperti apa lelaki yang baik dan yang tidak.

“Tapi, sampai sekarang aku masih belum punya niatan nyari cowok, sebelum aku bisa lihat Papa berhasil melangkah lagi menggunakan kakinya sendiri.”

Journey of Personal Nurse [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang