Jurnal Ke-17; Panggilan Menjadi Model

336 16 6
                                    

Minggu pagi ini setelah diisi oleh sarapan bersama, mereka olahraga pagi pada taman kompleks yang dahulu menjadi saksi atas mulainya kedekatan Aruna dan Alzi. Sekarang pun demikian, keluarga kecil itu semakin mendekatkan diri. Saling terbuka satu sama lain. Laras yang pertama membuka suara, ia mengungkapkan sedang dekat dengan salah seorang lelaki di kelasnya dan meminta saran harus menanggapi seperti apa.

“Jadi orang jangan terlalu terbuka, Ras,” anjur Aruna. Seperti dirinya telah ahli menghadapi laki-laki durjana.

“Tapi, kalau terlalu tertutup juga nggak baik, Bu. Jatuhnya dia sombong gitu,” timpal Daneswara. Sebaliknya, lelaki itu tampak seringkali menerima aksi tak baik dari gadis yang didekatinya.

“Karakteristik cowok itu seperti apa?” Kali ini Alzi yang ambil suara, ingin mencari jalan tengah.

Meski ujung-ujungnya condong menolak Laras untuk didekati lelaki. Alzi hanya belum siap melihat gadis sematawayangnya membawa laki-laki asing ke rumah. Melihat Laras sering diantar jemput oleh asisten yang sudah berkeluarga saja membuat jantungnya berpacu tak karuan, apalagi melihat Laras diboyong oleh orang lain.

Laras mengingat-ingat bagaimana rupa dan sifat lelaki di sekolahnya itu. “orangnya baik, kok, lumayan pinter dan sering ngebantu Laras. Tubuhnya tinggi, kurus juga, terus rambutnya kadang pendek, kadang gondrong model mullet, dia—”

“Tolak, Ras.” Alzi langsung mengetahui bagaimana sifat laki-laki dengan gaya rambut mullet. “Orang kayak gitu kalau nggak playboy, ya gampang ninggalin, Ras.”

“Setuju! Abang punya banyak temen kayak gitu, Ras. Percaya deh, kamu bakal sering dikecewain kalau beneran bareng dia.” Daneswara begitu menggebu mengompori adiknya agar bisa memilah dan memilih seperti apa lelaki yang baik untuk membersamainya.

“Saran Ibu, kamu fokus ngejar cita-cita aja. Mau masuk apa kuliah nanti?”

Pertanyaan dari ibunya membuat Laras frustrasi. Menjadi anak kelas 12 akhir sangatlah menantang mentalnya. Ia pusing ditanya akan masuk jurusan apa. Belum lagi sebagian dari mereka mendorong Laras untuk melanjutkan bakat ayahnya sebagai model. Postur tubuh Laras juga cukup bagus, ramping dan lumayan sempurna, belum visual yang dimiliki Laras hampir setara dengan Miss Universe 2020, alias ibu kandungnya.

“Mentok-mentok Laras mau milih Jurusan Hubungan Internasional atau mungkin Kedokteran, biar bisa mengobati Papa.”

Alzi tersentuh mendengar rencana putrinya yang begitu mulia. Pria itu tidak tahu menahu tentang cita-cita yang dirancang putrinya. Lagi pula Alzi juga tak pernah menanyakan soal ini.

“Tapi ... kalau nggak lolos, boleh nggak Laras nerusin jadi model, Pa?”

“Tidak boleh,” Alzi melarang tegas.

Tanpa perlawanan atau pembelaan sedikitpun, Laras hanya mengiyakan ucapan ayahnya. Ia menghargai dan menghormati keputusan Alzi, tanpa mempertanyakan alasannya. Sebab ia yakin jika keputusan Alzi adalah yang terbaik untuknya.    

“Kalau boleh tau, kenapa Mas melarang Laras menjadi model? Itu, kan pekerjaan Mas sendiri dulu.” Aruna penasaran, sekaligus mewakilkan pertanyaan di hati Laras.

“Mas tidak ingin anak Mas ikut menjual dirinya. Tampil menjadi model sama saja dengan menjual diri. Berpakaian mini, lalu bergaya ini itu. Harga diri anak Mas tidak lagi berharga jika sudah dipertontonkan banyak orang, apalagi perempuan.”

Mata Aruna diam-diam membesar. Jika saja Alzi mengetahui pekerjaan yang selama ini diganderungi Laras, sudah pasti Laras akan dimarahi habis-habisan. Aruna perlahan memandang Laras yang masih tertunduk. Laras memberi kode dengan gelengan kecil, pertanda jangan lagi membahas topik yang sama, ditakutkan rahasianya akan terungkap. Alzi hanya tahu Laras memiliki dagangan yang dijual secara online, dirinya sama sekali tidak curiga sampai bertanya hingga dalam.

“Omong-omong tentang permodelan ....”

Mereka berempat dikejutkan dengan seseorang yang rupanya menguping pembicaraan. Dia memakai topi yang menutupi setengah wajahnya, jaket dan celana hitam. Gaya pria itu sangat asing dan mencurigakan. Daneswara sebagai kakak sulung memasang kuda-kuda, setidaknya ilmu dasar bela diri yang dimilikinya bisa diandalkan sekarang.

“Apa kau rindu dengan masa-masa itu?”

Alzi menilik-nilik bagaimana rupa pria tersebut. Tidak terlalu kecil dan tidak terlalu pendek. Itu ....

“Haekal!”


✧✿✧


Pertemuan mereka dengan si orang asing dilanjutkan di rumah. Keduanya masih bertanya-tanya tentang kebetulan yang secara mendadak. Alzi mempertanyakan ke mana selama ini Haekal, si managernya itu pergi. Sementara Haekal sendiri terus saja menimbang tentang penawaran menjadi model.

“Jadi, kamu menghampiriku hari ini hanya untuk menawarkanku agar menjadi model seperti dulu?”

“Bukan seperti itu, Alzi. Omong-omong, selamat atas pernikahannya. Maaf aku tidak hadir, kemarin sedang berada di New York untuk melakukan pekerjaan.”

Aruna mewakilkan Alzi untuk berterima kasih, lantaran suaminya terus saja memasang raut wajah marah. Alzi hanya mengira temannya ini hanya datang ketika butuhnya saja. Selama 12 tahun di persembunyian, tidak pernah dirinya dikunjungi dan dijenguk oleh Haekal. Hanya asistennya saja yang masih setia hingga saat ini.

Alzi memandang mantan managernya dari atas hingga bawah. “Gayamu berubah. Tampaknya pekerjaan itu lebih layak ketimbang menjadi managerku. Mengapa tidak fokus saja di sana tanpa campur tangan hidupku sekarang?”

Haekal mengembuskan napas panjang. “Aku tidak nyaman, puas? Dan aku merasa lebih baik menjadi managermu ketimbang mengurusi hal-hal yang berbau interteimen lainnya. Menjadi managermu seperti bersama karib sendiri. meskipun statusnya kerja, tetapi rasanya seperti bermain. Nongkrong-nongrong, bersantai ria.”      

Alzi memijat pangkal hidungnya yang terasa pening. Ia sudah membayangkan jika menerima tawaran ini. Banyak mengunjungi acara, bertemu penggemar dan wartawan, sampai mata terkena pantulan cahaya. Paling parahnya, Alzi akan beremu dengan mantan istrinya yang masih aktif di bidang permodelan.

Kemarin saja nama Alzi hangat dibicarakan, bahkan sekarang sedang menjadi trending nomor satu di Twitter. Bagaimana ketika ia kembali menampilkan diri? Belum lagi mental Aruna sebagai istri masih belum terlatih.

“Mas mau istirahat di kamar,” pintanya menggapai lengan Aruna.

Gadis itu mengiyakan. Tanpa permisi kepada Haekal yang masih duduk, Aruna mendorong kursi roda Alzi dan dibawanya ke kamar mereka. Tak lama Aruna kembali untuk mewakilkan maksud suaminya agar tidak membuat Haekal merasa digantung.

“Kesehatan Mas Alzi belum cukup stabil untuk kembali menjadi artis. Mental kami juga belum terlalu siap menghadapi netizen.”

Haekal terdiam cukup lama. Kemudian menyeruput kopi buatan Aruna dalam bentuk menghargainya. Ia memandang lurus ke depan sembari memikirkan cara dan perkataan seperti apa yang cocok untuk membujuk pasutri ini.    

Journey of Personal Nurse [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang