Jurnal Ke-13; Pintu Senantiasa Terbuka

229 11 2
                                    

Aruna mengembuskan napas panjang. Motor milik Jidran mulai memasuki pemukiman tempat Alzi tinggal. Jantungnya semakin berdegup kencang. Meski demikian, ia harus siap menerima apa pun keputusan dari pria itu. Dikarenakan Aruna yakin jika Alzi menyaksikan jumpa Pers yang diikut sertakan oleh lebih dari 20 stasiun televisi.

Suasana rumah Alzi sore ini cukup hening, atau mungin Aruna yang dihantui oleh keresahan membuat semuanya serba salah. Jidran mempersilahkan Aruna agar duluan masuk.

Tubuh gadis itu membeku tatkala tatapan Alzi berhasil didapatkannya, tengah duduk di kursi roda. Kondisinya percis seperti yang tadi pagi terakhir mereka bertemu, bedanya kali ini memasang raut wajah khawatir. Alzi enggan membuat Aruna bertambah masam, dirinya menarik lebar kedua sudut bibir, lalu tangannya terbuka dan memberi isyarat Aruna untuk memburu ke dalam pelukannya.

Diusapnya rambut yang telah lepek itu dengan lembut. Alzi tidak memperdulikan bau polusi yang melekat pada tubuh kekasihnya, ia hanya ingin menenangkan Aruna. Baginya, Aruna baru saja melewati fase-fase yang cukup berat, begitu pula dengan dirinya. Alzi baru mengetahui bahwa namanya sedang hangat dibicarakan.

Alzi sudah berdiam di depan TV sedari siang, ketika Jidran memberitahu tentang stasiun TV yang menampilkan vidieo dirinya. Langsung Alzi menginstal berbagai media sosial yang selama ini dimatikan olehnya, mulai dari Instagram, Facebook, Twitter, Line, dan lain sebagainya. Semenjak Alzi tidak aktif di bidang permodelan, ponsel tersebut hanya digunakan untuk menghubungi Laras ataua Jidran saja, selebihnya dibiarkan menganggur.

Namun, tepat hari ini media sosialnya kembali diramaikan. Postingan terakhirnya, dipublikasi pada 12 tahun lalu pun kembali mendapat berbagai komentar; kapan akan aktif menjadi model lagi, bagaimana kabar Alzi sekarang, sampai yang menduga jika Alzi akan kembali merintis karirnya sendiri.

"Jangan merasa sendiri, Runa. Ada saya dan Laras bersamamu." Pandangan Alzi beralih menatap Jidran yang baru saja berdehem. "Dan Jidran," imbuhnya. Timbul rasa puas atas pemuda itu.

Perlahan Aruna merenggangkan pelukannya, menatap Alzi dengan penuh rasa bersalah. "Maaf, saya menjerumuskan Anda menjadi seperti ini."

Alzi lantas menggeleng lemah sembari mengusap pipi gadis itu. "Ini bukan akhir dari segalanya, Runa. Masih ada hal baik yang bisa kita petik."
Meski rupanya dugaan bahwa Alzi pun akan kecewa rupanya salah, tetap saja Aruna masih memiliki rasa tidak enak. Jika bukan karena Aruna yang tertarik terhadap mobil Alzi tempo lalu, identitas Alzi masih terahasiakan dan kehadiran dirinya tak akan terungkap seperti sekarang.

Aruna bangkit berdiri ketika merasakan kehadiran Laras yang mulai menghampiri mereka. Semakin hari Aruna semakin tahu seperti apa tanda-tanda kehadiran Gadis Tanpa Langkah tersebut mulai muncul. Ia lalu mengeluarkan amplop cokelat, tak dapat dipungkiri jika isinya merupakan segepok uang pemberian Rumah Sakit Fanfa.

"Tunggu, email yang masuk itu tidak benar, kan, Mbak?"

Beberapa jam lalu pihak rumah sakit baru melampirkan surel, pernyataan jika perawat atas nama Aruna Runyza yang dirinya sewa untuk sang ayah bukan lagi menjadi bagian dari perawat mereka. Pemecatan baru saja dilakukan, dan Laras tidak percaya akan hal tersebut. Laras pikir, rumah sakit sanggup menangani masalah kecil ini.

"Mbak, jawab! Kontrak kita selama satu tahun, dan ini baru jalan dua bulan setengah, Mbak. Masa putus gitu aja?" protes Laras tidak terima.
Dengan air mata yang mulai menggenang, Aruna berbalik sembari melempar senyuman ke arah Laras. Ia memberikan amplop kecil tadi untuk Laras, atas dasar pengembalian biaya.

Journey of Personal Nurse [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang