Jurnal Ke-15; Pujian untuk Alzi

263 18 10
                                    

Hari pertama pernikahan diawali dengan pertengkaran. Sudah lama Alzi tidak melatih jiwa berdebat bersama seorang istri, terakhir adalah 10 tahun silam saat Jean hendak meninggalkannya. Namun, kali ini bukan berarti Aruna berubah pikiran dan akan pergi dari rumah, tetapi Alzi ketahuan masih menyimpan foto mantan istrinya pada laci meja.

Untuk kali ke sekian Alzi mengembuskan napas panjang. Ketika bangun tidur satu jam lalu, Aruna masih setia mengurus keperluan pagi Alzi; membawanya ke kamar mandi untuk buang air, menggantikan alas anti air di tempatnya berdiam, hingga memberinya obat sebelum makan.    

Selagi menunggu waktu makan tiba setelelah minum obat, Aruna iseng membereskan make up dan skincare-nya yang masih berserakan, dipindahkan dari kamar sebelumnya ke kamar depan bersama Alzi. Aruna memilih salah satu meja yang menurutnya kosong. Namun, saat ia membuka laci, dirinya menemukan foto Jean tersimpan di sana. Alhasil Aruna merajuk, menyebutkan jika Alzi masih belum melupakan mantan istrinya.

Kini gadis itu tengah terduduk di tepi kasur sembari membelakangi Alzi. Beradu argumen sudah usai beberapa menit lalu. Ketimbang membuat Aruna semakin ngamuk, pria itu memilih diam untuk sementara waktu.

“Tuh, kan, diem. Artinya memang benar Mas Alzi masih mengingatnya.”

“Kalau ingat sih, iya, Runa. Dia mantan istriku, yang sudah berjuang melahirkan Laras ke dunia. Masa dilupakan begitu saja?” 

Gadis itu memutar tubuhnya, menampilkan wajah cemberut, ujung matanya pun dipaksakan untuk mengeluarkan air mata agar Alzi bisa memberi rasa iba. Akan tetapi, pria itu justru kegemasan mendapati tingkah istrinya yang kekanakan.

Alzi kembali terdiam. Kali ini dengan senyum teduh kebanggaannya. Kemudian Alzi beranjak mengandalkan kedua tangan untuk mendekati Aruna, dipeluknya sang istri agar lebih bisa dibujuk supaya tidak merajuk lagi. Sesekali Alzi juga mengecup pipi istrinya, membuat gadis itu terpaksa menghapus sisa air mata, hingga Alzi puas melihat senyuman Aruna kembali.
Mereka pun saling mengunci pandang. Jarak keduanya begitu dekat, hingga bisa mendengar deru napas masing-masing dan menyentuh permukaan wajah di hadapannya.

“Kamu pemenangnya, Runa. Bagaimana pun masa lalu yang aku miliki, tidak akan mempengaruhi cara kita menjalin hubungan ke depannya.”

Alzi mengambil foto yang masih di dalam genggaman Aruna, lalu melempar tepat sasaran ke luar jendela yang telah terbuka. Lantas pria itu tertawa bangga. “Kenangannya sudah terbuang.”

Aruna pula ikut senang. Rasanya seperti mendapat perlakuan khusus dari cinta ketiganya, setelah yang pertama adalah ayahnya dan kedua adalah ibunya. Ia kemudian bangkit berdiri, berputar memamerkan baju tidur yang memiliki kebawahan rok mengembang. 

“Aku dengan Jean, cantikan siapa?”

Alzi pura-pura berpikir keras, sehingga membuat senyum Aruna perlahan menurun. Ia mulai curiga, pasti Alzi akan menggodanya lagi dan membuat marah.

“Jean itu model terkenal, sudah pasti dia cantik.”

Mata Aruna melotot, seperti bola matanya hendak keluar. Lantas Aruna menggapai kerah baju Alzi dan mencengkeramnya sangat kuat. Jika Alzi tidak kunjung meralat ucapannya, maka satu hantaman akan mengenai tepat pada bawah rahangnya.

“Tapi, kecantikan Jean itu untuk dunia. Kalau Aruna hanya untuk diriku seorang.”

Berhasil membuat istrinya merasa puas, menyelamatkan kesehatan tulang rahangnya. Alzi tidak menyangka jika Aruna marah akan jadi seganas ini, seperti singa betina yang siap menerkam mangsa dalam ruang pandangnya.

Akhir-akhir ini Alzi secara resmi mengaktifkan media sosialnya yang ternyata masih memiliki centang biru. Setelah 10 tahun, postingan pertama yang ia publish adalah foto pernikahan dia dengan Aruna, sedang menunjukkan cincin nikah. Di samping mereka terdapat Laras dan Daneswara. Omong-omong mereka berdua kamarnya pindah ke atas, kamar bekas Laras di lantai pertama hendak dijadikan galeri, dan jadwal pertama Aruna serta Alzi setelah menjadi suami-istri adalah membeli perlengkapan untuk galeri mereka, kebetulan Aruna juga memiliki beberapa koleksi yang pantas untuk dipajang. Barang-barang dari indekosnya juga telah dipindahkan beberapa hari sebelum mereka menikah.

Mengenai media sosial, Alzi memang sempat mencari Jean. Sekadar mengetahui jika wanita itu masih hidup. Alzi tidak suka dengan sikap Jean yang sama sekali tidak mempertanyakan keberadaan Laras. Dahulu Jean pernah membuat postingan foto bersama Laras, berdua. Kini di laman pribadinya sama sekali tidak ada kenangan bersama putri sulungnya. Nyatanya Jean masih aktif di bidang permodelan, jauh lebih baik ketimbang dulu. Alzi menemukan postingan jika Jean ditetapkan sebagai Miss Universe 2020.

Setelah diperiksa lebih lanjut, rupanya setahun setelah ia angkat kaki dari rumah, Jean menikah dengan seorang penyanyi yang cukup terkenal bernama Elfando. Jika dibandingkan dengan dirinya, Alzi harus memiliki waktu panjang untuk melepas masa dudanya. Semudah itu Jean berpaling dan melupakan putri kandungnya.

“Cantiknya aku, hari ini kita sarapan apa?” tanya Alzi dengan imbuhan pujian.

Gula darah Alzi sedikit tinggi saat Aruna memeriksanya tadi, maka dirinya berpikir keras apa yang harus diolah dan masih bisa dikonsumsi oleh seluruh anggota keluarga. Tantangan pertama baginya sebagai ibu rumah tangga.

“Bagaimana dengan telur keju dadar?”

Alzi sebetulnya kurang suka olahan berbahan dasar keju, terkadang membuatnya mual. Namun, ia sangat ingin mencoba masakan istrinya. Maka dia merahasiakan fakta tersebut agar tidak merepotkan Aruna, harus berpikir keras membuat sarapan lain.

“Anak-anak belum turun?” tanya Alzi, menyadari ruang makan masih sepi untuk waktu yang menunjukkan pukul 06.28.

“Benar juga.” Aruna mengecilkan apinya, mendongkak ke atas berharap suaranya bisa terdengar oleh sepasang kakak beradik itu. “Daneswara! Laras! Ke bawah untuk sarapan. Kalian nggak berangkat? Bentar lagi jam tujuh!”

Gayanya sudah seperti ibu-ibu yang mengomeli anaknya. Menyimpan kedua tangan di pinggang dan sebelahnya sedang menggenggam sendok masak. Alzi tertawa melihat tingkah istrinya, manis sekali. Perempuan seperti ini yang Alzi harapkan, peduli terhadap keadaan rumah. Alzi bukan tipe suami yang melarang istrinya berkarir di bidang sendiri, dirinya hanya menginginkan kepedulian terhadap rumah tangga.         

Tak lama dua anak itu turun sembari membawa kardus yang cukup besar. Mereka membawanya dengan kerja sama, Daneswara menopang yang bawah, sementara Laras menjaga kestabilan agar tidak rubuh.

“Kardus apa itu?” tanya Alzi penasaran.
Dengan napas yang terengah keberatan membawa beban, Laras menjawab terpatah-patah. “Laras nemu di kamar Laras, isinya banyak nama Papa.” Tangannya memegangi pundak yang terasa encok, padahal Daneswara jauh menopang beban yang lebih berat.

Lelaki yang memakai kemeja santai itu mengambil pigura dari dalam kardus besar tersebut. Beberapa di antaranya banyak yang pecah dan tak berbentuk, sebagian sudah pudar, dan sebagian lagi sangat berdebu.

“Ini piagam penghargaan. Dulu Papa berprestasi, keren banget,” kagum Daneswara terhadap ayah angkatnya.

Malu rasanya jika dipuji belebihan. Selama 7 tahun Alzi berkarir di dunia permodelan, tidak pernah mendapat pujian yang sangat membuat hati senang. Paling tidak kata selamat atau uang tunai. Namun, sekarang anggota keluarganya justru melihat satu per satu piagam penghargaan usang yang telah diraih olehnya. Nominasi model terprofesional, visual terfavorit, gestur terbaik, dan banyak lainnya.

“Penghargaan ini harus dipajang di galeri kita, Mas,” anjur Aruna bersemangat.

“Ah, tidak perlu, sudah tidak berharga, ko—”

“Ide bagus, Bu!” sorak Laras memotong ucapan Alzi. “Di kamarku masih banyak. Pasti dinding galeri akan dipenuhi oleh piagamnya Papa.”
Daneswara tak mau kalah berpartisipasi. “Aku suka ngelukis. Lukisanku pantas berdampingan sama prestasi Papa nggak?”

“Nggak! Kecuali lukisan monotonmu itu diberi warna biar pantas,” ejek Laras.

Mereka berdua telah sangat mengenal sejak pertama kali berjumpa. Jarak usia hanya sebatas setahun saja, wajar bisa secepat itu keduanya akrab. Terlebih Laras merupakan siswi semester akhir, bertemu dengan mahasiswa semester awal. Maka pertanyaan yang muncul dan membuat mereka menjadi dekat adalah perihal bagimana cara Daneswara berhasil diterima perguruan tinggi negeri. 

Impian Alzi membangun keluarga yang menyenangkan berhasil terkabul untuk sementara waktu. Entah harus berucap syukur seperti apa lagi kepada Tuhan terhadap pemberian-Nya. Alzi tidak ingin merasakan kehilangan lagi. Cukup sesederhana ini tanpa ada pengganggu di kehidupan mereka. 

Journey of Personal Nurse [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang