Jurnal Kedelapan; Percakapan Tak Terduga

592 24 14
                                    

Ps

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ps. Jangan lewatkan Pre Order-nya yaaa‼️

─── ・ 。゚☆: *.☽ .* :☆゚. ───

Semenjak Alzi menitah Laras untuk masuk ke dalam kamarnya sendiri, kedua manusia yang dirasa telah cukup ‘dewasa’ itu masih berdiam diri, masing-masing belum ambil suara. Alzi dengan keraguannya ingin memberitahu sesuatu, dan Aruna yang ketakutan menghadapi pasiennya. Pasalnya dalam rangka apa Alzi sampai harus melarang aras untuk mendengarkan?

Hingga detik ini, Aruna belum bisa mengatur degupan jantungnya saat berdekatan dengan Alzi. Namun, tetap saja gadis itu belum siap dipinang di usia yang sangat muda. Lagipula, Aruna masih memiliki alasan untuk menolak ajakan, bahwa selama ini kehadirannya hanya sebatas tuntutan pekerjaan.  

“Pak Alzi ingin bicara apa?”

Pandangan Alzi bergerak menatap Aruna yang masih berada di dekat pintu. Bayangan kecelakaan 12 tahun lalu kembali terlintas. Mobil lain yang menghadang mobil yang dikendarainya, pancaran lampu yang menyilaukan mata, juga jeritan dari mobil tersebut.

Alzi juga ingat cerita Aruna saat mereka berdua pulang dari minimarket sehabis belanja keperluan kecil. Tentang Aruna yang ditinggal kedua orang tuanya sedari kecil, saat ia menginjak usia 10 tahun. Sebenarnya, Aruna berniat untuk menyemangati Alzi agar tetap bertahan hidup. Toh, Aruna bisa belajar selama ini menjadi lebih baik, ia bangkit dan berani untuk berdiri si kaki sendiri, katanya. 

“Tempo hari kamu bercerita bahwa orang tuamu sudah meninggal ....”

Aruna manggut-manggut. “Benar, Pak. Tepat 12 tahun lalu. Saat itu saya benar-benar hancur, Pak. Di tahun yang sama saya kehilangan kedua orang tua, saya juga harus kehilangan kabar karena idola saya kecelakaan dan memutuskan pensiun.” Ia terkekeh malu. Namun, ada rasa bahagia karena dipertemukan selama ini sebagai seorang perawat.

“Apa penyebab orang tuamu meninggal?”

“Kecelakaan, sama seperti Pak Alzi.” Aruna berucap gugup. Makin ke sini, percakapan terasa mencuringgakan. Aruna mendekati Alzi, suara pria itu juga semakin mengecil.

Tubuh Alzi semakin menegang rasanya. Ia telah mencurigai; tahun yang sama, penyebab yang sama, jangan-jangan pada tanggal yang sama tragedi kecelakaan tersebut berlangsung.

“Penyebabnya?”

Aruna berpikir sejenak. Dahulu usianya masih dini, tidak terlalu memperdalam atau mengurusi kematian kedua orang tuanya. Saudara Aruna pun bertempat tinggal di luar pulau Jawa, mereka yang mengurusi berkas dan segala sesuatu berbau nama Rania dan Dokter Narendrakedua orang tua Aruna. Tahu-tahu ketika besar, usianya menginjak 15 tahun Aruna mulai memperdalam penyebab kematian saat ia merindukan mereka berdua, mulai dari mempelajari berkas keterangan yang pihak polisi berikan sampai hasil TKP.

“Yang saya tahu, konisi saat itu sangat gelap, Pak Alzi. Kemungkinan besar papa yang kala itu menyetir mobil tidak melihat kemunculan mobil lain dari arah depan, kemudian dirinya banting setir dan ....”

Aruna menggantung kalimatnya. Terlalu pilu jika harus mengatakan keterangan yang ia dapatkan, karena tanpa sengaja reka adegan selalu berputar dalam bayangan, padahal kala itu Aruna tidak hadir saat kejadian berlangsung.   
 
“Mobil yang ditumpangi mereka masuk ke danau buatan dan ditemukan beberapa minggu setelah kejadian.”

Jantung Alzi semakin berdegup kencang, matanya membulat lebar. “Tempat  ditemukannya?”

“Taman Simpang, dekat pusat kota. Kalau sekarang, sih, udah banyak lampu, ya, Pak. Dulu gelap sekali.”

Alzi sudah hilang dari sana, rasanya jiwa pria itu melayang entah ke mana. Sudah tidak dapat dipungkiri lagi, mobil yang menghadang dirinya dulu adalah mobil orang tua Aruna yang sampai merenggut nyawa mereka. Sedari dulu Alzi tidak pernah mengetahui lebih rinci terkait korban yang di hadangnya, ia hanya mengetahui bahwa seluruh penumpang meninggal dunia. Alzi juga tidak di cap sebagai pelaku kejahatan, sebab penyebab terjadinya kecelakaan tersebut adalah rasa sesak yang datang secara tiba-tiba.

Tentu kabar ini tidak diketahui banyak orang, mengingat Alzi Farazi ini merupakan nama yang begitu tenar di kalangan masyarakat. Perusahaan dan agensi berhasil membungkam seluruh media dan internet agar tidak menyebar luaskan kabar yang sebenarnya, bahwa kecelakaan itu berawal dari adu banteng antar mobil.

Orang lain hanya mendengar bahwa Alzi kecelakaan karena sesak nafas yang membuatnya banting stir hingga menabrak pohon besar, sementara berita lain mengatakan mobil tersebut jatuh ke dalam danau buatan sedalam 10 meter karena penerangan yang sangat kurang.

“Jika saya katakan, penyebab mobil orang tuamu jatuh ke danau tersebut karena ulah saya, apakah kamu akan membalas dendam?”  

Hening untuk beberapa menit, ini sudah menjadi dugaan Alzi sebelumnya. Entah angin dari mana Alzi berkata demikian, dirinya telah memikirkan banyak sekali konsekuensi. Mulai dari Aruna pasti akan murka kepadanya, bahkan sampai paling parah Aruna akan meninggalkan.

“Saya ... saya sudah mengikhlaskan kematian orang tua saya. Jadi tolong, Anda jangan membuka kembali luka lama saya.”
Perlahan Aruna bangkit berdiri dari tempatnya, lalu pergi meninggalkan Alzi dengan suasana tidak menyangka. Dirinya sudah menutup lembaran luka tersebut selama bertahun-tahun, dan Alzi malah membukanya kembali. Bukan masalah Alzi adalah salah satu  penyebab kematian orang tuanya, tetapi Aruna sedikit tidak suka jika menyadari bahwa selama ini ia tumbuh sendirian.

Aruna butuh waktu sendiri, sementara Alzi tengah merenungi rasa bersalahnya.

Journey of Personal Nurse [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang