Jurnal Kesembilan; Dua Bulan Penuh Arti

336 18 16
                                    

“Matahari pagi sangat bagus untuk kesehatan, Pak.”

Aruna mendorong kursi roda Alzi sampai ke depan rumahnya, dengan tulus dan kelembutan. Pria itu sedikit terkejut dengan sikap manis Aruna, pasalnya sedari percakapan terakhir hingga malam tadi, mereka baru kembali bertemu sekarang. Aruna mengurung diri di kamar atas, tanpa komunikasi atau makan dan minum.

Laras sempat ingin memarahi Aruna karena kinerjanya yang menurut Laras kurang ajar, tetapi Alzi melarang keras putrinya berbuat demikian. Setelah dijelaskan tentang hal sebenarnya, Laras hanya menurut saja tanpa komentar apa pun.

Akan tetapi, perawat itu kali ini kembali mengurus Alzi, seperti kemarin tidak terjadi percakapan apa pun. Aruna tersenyum, duduk pada kursi plastik yang ia ambil dari selasar rumah untuk menemani Alzi berjemur sinar mata hari pagi. Sesekali Aruna menyapa para tetangga yang melintasi rumah, mereka sudah mengenal Aruna sebagai perawat sewaannya Alzi karena gadis itu sering membeli sayuran yang melintas bersama Laras.

“Tentang yang kemarin, saya minta maaf, Runa.”

Aruna kembali menarik senyumnya. “Sudah, Pak. Jangan dipikirkan. Saya pun minta maaf apabila sikap saya kurang berkenan.”

Pria itu menggeleng lemah, tidak pernah sedikitpun Alzi merasa jika perawat ini melakukan kesalahan. Ia menyukai segala perbuatan Aruna, apa pun itu. Mungkin cinta telah kembali membutakan diri Alzi. 17 tahun terpaut usia tidak terlalu menjadi bahan pemikiran.

“Papa, Mbak Runa, Laras pergi sekolah dulu, ya.” Laras baru keluar dari rumah menggunakan seragam SMA, mengecup punggung tangan Alzi setelah itu terbirit-birit berjalan karena takut kesiangan.

Alzi menoleh ke belakang kepada halaman rumahnya, setelah itu kembali menatap punggung Laras yang mulai menjauh. “Padahal ada kendaraan nganggur, kenapa dia milih jalan kaki, ya?”

Mobil di halaman telah bertahun-tahun terparkir begitu saja, sesekali Laras mencucinya agar debu yang menutupi bisa pergi. Namun, tiada pernah ia kepikiran untuk menggunakan sehari-hari. Sementara Alzi yang sudah tidak berharap bisa menjalankan pun tidak berani untuk menjual, sebab mobil tersebut merupakan milik Jean yang diberikan untuk Laras ketika usia 5 tahun silam.

“Ibunya menghadiahi mobil itu. Saya hanya menggunakan sekali dua kali, itu pun untuk mengajak Laras jalan-jalan saat ia masih kecil ketika ibunya sibuk atau berkegiatan penuh sampai tidak pulang ke rumah.”

Aruna memandang mobil yang terbungkus oleh sarung mobilnya cukup lama, terlihat corak warna putih yang masih mengilap dari sarung yang sedikit tersingkap. Melalui ukurannya, mobil tersebut tidak terlalu besar, sepertinya cukup jika diisi oleh empat orang.

“Apakah saya boleh menyalakannya?”

“Tentu. Mesinnya masih sehat, saya sering menyuruh asisten, maksudnya sahabat saya untuk memeriksa sampai menyervis. Kebetulan dia sekarang terjun ke dunia otomotif.”

Sembari membuka sarung mobil, Aruna setia mendengarkan penuturan Alzi. Bahwa dahulu ia pernah memiliki asisten yang masih setia hingga sekarang, namanya Jidran, seseorang yang Alzi lihat ketika sadar dari koma dua minggunya. Jidran sering datang jika ada panggilan dari Alzi, untuk memerisa mobil pemberian Jean untuk Laras.

Sampai sini Aruna bisa menarik kesimpulan, masa lalu Alzi begitu bahagia ketika dirinya masih aktif menjadi model terkenal, seperti yang Aruna bayangkan pada semua selebritas papan atas. Alzi tidak merasa kekurangan, begitupun keluarganya. Namun, kecelakaan tersebut membuat hidup pria itu seperti pasir waktu yang dibalikkan. Bahkan tetangganya pun telah menganggap Alzi sebagai warga biasa, bukan mantan artis yang pernah terkenal.

Mobil pun menyala saat Aruna mengambil kunci dari dalam rumah setelah meminta izin dan diperbolehkan untuk mengetes mesinnya, wajah gadis itu tampak sumringah.

“Lain kali kita ke luar menggunakan mobil ini, boleh tidak, Pak?”

Alzi memandang Aruna begitu dalam, tanpa sadar kedua sudut bibirnya tertarik ke atas. Ia tampak mengajak menuju jalan kebahagiaan. Tau saja sejak kecelakaan, Alzi tidak pernah keluar dari tempat persinggahan. Apalagi menggunakan mobil, ke depan kompleks perumahan saja Alzi tidak pernah. Mungkin ini saatnya Alzi kembali mengenal dunia luar, yang lebih luas dan mungkin di sana masih ada yang mengenal Alzi.

“Hari ini saja, bagaimana? Sekalian kita jemput Laras dari sekolahnya.”

Mata Aruna membesar, dengan antusias dirinya mengiyakan penawaran Alzi yang tadi. Kebetulan Aruna memiliki ilmu menyetir dasar dari Kalingga, rekannya di rumah sakit.

Alzi tak henti-hentinya berucap syukur telah dipertemukan dengan Aruna. Meski baru dua minggu, tetapi Aruna telah memberi banyak sekali pengajaran terhadapnya. Cara untuk mensyukuri segala sesuatu yang ada, cara agar menerima kenyataan, sampai cara agar mengikhlaskan semua yang telah menimpa padanya.

Tidak ada dari 7 perawat yang berani mengajak Alzi jalan-jalan seperti Aruna, mereka juga tidak pernah seramah ini dalam bersikap kepada Alzi. Entah mungkin Aruna merupakan penggemar setia, tetapi perlakuan Aruna bukan hanya sebatas perawat kepada pasiennya.
Diyakini, masing-masing dari mereka telah memiliki rasa yang sama.

Journey of Personal Nurse [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang