Jurnal Keempat; Taman dan Desir Angin

520 41 20
                                    

Aruna mendaratkan tubuhnya pada sofa panjang yang ada di ruang keluarga ini, ia juga menyandarkan punggung pada sandaran kursi di belakangnya. Aruna mengembuskan napas pelan, tatapannya tidak lepas melamun kosong ke arah depan. Tiga hari semenjak Aruna menginap di rumah Alzi, hanya diisi oleh kegelisahan.

Alzi selalu menolak perawatan yang diberinya, atau Laras yang terlihat akan keluar menggunakan pakaian mini membuat Aruna tidak nyaman. Memang Aruna hanya bekerja, harus berfokus pada pasiennya Alzi saja, tapi apa salahnya Aruna peduli terhadap sesama perempuan?

Tak lama, suara dering ponsel terdengar. Aruna merogohkan tangan mengambil ponsel dan mengangkat panggilan tersebut.

“Halo, Kalingga, ada apa?”

“Run, gimana kabar lu? Udah tiga hari kita nggak ketemu.”

“Baik-baik aja,” jawab Aruna tanpa basa-basi apa pun.

Terdengar tarikan napas yang begitu panjang dari seberang sana. Pria itu ikit tidak mengerti dengan sikap Aruna meresponsnya.

“By the way, kamu pindah? Kata Ibu kos, kamu udah nggak di sana.”

Alis Aruna bertaut heran. “Aku udah pernah cerita lho, Ling, kalau aku sekarang jadi perawat pribadi. Gue harus urus pasien di rumahnya, dalam artian gue tidur di rumah pasien.”

“Pasiennya cewek atau cowok?” Tanya Kalingga to the point.

Aruna terdiam sebentar. Dirasakannya nada bicara Kalingga yang mendingin secara tiba-tiba. “Emm ... cowok, sih. Tapi, dia punya anak cewek, kok.”

Padahal di antara mereka tidak memiliki hubungan apa pun, bahkan perasaan saja tidak ada. Mengapa Kalingga harus bersikap tidak menerima? Kalingga menarik napas panjang di sana, Aruna tahu itu. Lebih baik dirinya menutup segera panggilan tersebut sebelum suasana semakin mencekam. “Ya sudah, aku tutup ya.”

Gadis itu melirik ambang pintu kamar yang sedikit terbuka. Tak lama mengusap seluruh wajah mengunakan telapak tangan. Suasana rumah pagi ini begitu sepi, kicauan burung pun enggan menemani. Di hari ketiga Aruna baru mengetahui, jika Alzi ini pernah menggunakan perawat pribadi sebelum dirinya. Namun, sudah ada 7 perawat yang mengundurkan diri setelah setengah tahun merawatnya. Rata-rata dari mereka kurang nyaman atas sikap putrinya. Aruna mengetahui informasi ini dari grup perawat pribadi sekota Bandung, kemarin hari dirinya baru dimasukkan. 

Aruna membuyarkan lamunannya, gadis itu lalu turun dari sofa untuk duduk di atas permukaan lantai. Aruna menarik buku kecil miliknya bertuliskan “Journey of Aruna”, lalu membuka lembar demi lembar, mencari halaman kosong yang bisa ia gunakan untuk mencatat.
Tangan Aruna kembali bergerak mengambil pulpen, ia buka tutup pulpennya dan mulai menggoresi lembaran kosong itu.

Dear my Journey
Ini sudah tiga hari aku berada di rumahnya
Tetapi sama sekali tidak ada kemajuan
Yang ada hanyalah kemunduran belaka
Plis, kalau sampe besok masih kayak gini
Aku nggak bakal kuat

Aku mau putus kontrak sama keluarga ini
Pak Alzi tidak seramah yang aku bayangkan
Mungkin karna trauma yang dia miliki
Entahlah, aku jadi tidak menyukainya
Apalagi putrinya, suka sekali berpakaian mini
Pekerjaannya masih belum aku ketahui
Apakah pekerjaan dia haram?

Aruna terdiam, masih memandangi ambang pintu yang terbuka itu. Sejenak ia berpikir, mungkin anggak salah jika menunggu Alzi merubah sikapnya menjadi tidak dingin, ada bolehnya juga Aruna yang harus menambah sikap manis agar terkesan ramah dan Alzi dapat berbaur dengannya.

Senyum tipis terpatri di bibir Aruna, gadis itu bangkit dari duduk dan menghampiri ambang pintu, ingin tahu apa yang sedang dilakukan Alzi. Kalau sedang bangun, Aruna ingin memulai percakapan kecil.

Namun, Aruna terdiam memandang apa yang ia lihat. Pria itu tengah menatap ke luar jendela yang tak jauh dari kasurnya, dengan senyuman manis tergambar indah. Patut dicatat dalam sejarah, untuk pertama kalinya Aruna melihat senyuman manis Alzi secara langsung.

Entah apa yang sedang dibayangkan oleh Alzi, pria itu tidak menyadari kehadiran Aruna di ambang pintu. Senyum Alzi menurun ketika tahu ada Aruna menghampirinya, mode dingin Alzi kembali lagi. Sesegera Alzi membuang muka, ia menundukkan pandangannya untuk menghindari tatapan Aruna.

Kini Aruna sudah berada di sebelah kasur Alzi, ia menatap Alzi dan jendela bergantian. Aruna duga jika Alzi baru saja membayangkan masa lalunya, saat ia bermain dengan keluarga kecilnya di halaman rumah, mungkin.

Aruna menatap ke luar jendela, lalu beralih kepada Alzi. “Apakah Anda ingin ke luar?”
Aruna tidak mendapat jawaban, Alzi masih terdiam menatap ke lain arah.

Journey of Personal Nurse [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang