Jurnal Kedua; Tawaran Kerja

547 45 19
                                    

HOPE U LIKE IT
─── ・ 。゚☆: *.☽ .* :☆゚. ───


Aruna meregangkan tubuh untuk relaksasi setelah kurang lebih dua jam tertidur. Gadis itu duduk di tepi kasur dengan mata yang masih setengah terbuka. Aruna menoleh ke samping, melirik ponsel yang sedang ia charge di atas meja kecil sebelah kasur. Tangan Aruna kemudian menggapai ponsel dan melepaskan kabelnya, sementara baterai masih menunjukkan angka 98%.

Seperti orang pada umumnya, begitu bangun tidur Aruna memilih untuk bermain ponsel terlebih dahulu sebelum melakukan pekerjaan rumah. Gadis itu melihat-lihat semua laman media sosial, mulai dari akun orang-orang terkenal atau selebgram yang diikuti, sampai akun miliknya yang biasa memposting sebuah quote.

Tak lama, sebuah notifikasi pesan muncul dari layar atasnya, Aruna menekan notifikasi yang nama pengirimnya ternyata adalah "Dokter Zoe".


Dokter Zoe
| Aruna?

iya, Dok? |


| Sedang istirahat, kah?

Baru aja bangun, Dok|
Ada apa, ya?|

| Bukan masalah besar

| Jam 10 nanti bisa ke HCS?
| Dokter Megan ingin bicara kepadamu

Tentu bisa, Dok |
Terima kasih informasinya |


Aruna mematikan ponsel. Kabar baik setelah bangun tidur, mimpi apa yang baru Aruna dapatkan barusan. Bahkan, Aruna sekarang masih mencubit-cubit permukaan kulitnya untuk membuktikan apakah informasi ini benar didapat atau hanya mimpi belaka.

"Bukan mimpi," gumam Aruna merasa kesakitan.

Dokter Megan adalah kepala koordinasi rumah sakit yang posisinya lebih tinggi ketimbang Dokter Zoe, juga merupakan ahli bedah syaraf di Rumah Sakit Fanfa. Ini alasan Dokter Zoe belum mau memberikan tugas sebagai perawat, salah satunya juga belum surat keputusan dari Dokter Megan. Sekarang beliau memanggil Aruna untuk bicara, artinya ada sesuatu yang ingin Dokter Megan amanatkan untuk Aruna.

✧✿✧


Aruna menapakkan kakinya di lantai lima gedung rumah sakit, tepat di lantai yang Dokter Megan memintanya untuk bertemu. Selayaknya menjadi perawat, Aruna kali ini memakai seragam keperawatan. Perasaan hatinya tetap bersiteguh jika Dokter Megan akan memberi surat keputusan.

"Halo, Dokter Megan," sapa Aruna.

Tatapan mata Aruna bertemu dengan tatapan Dokter Megan, pria dengan seragam dokter dan dikenal sebagai ahli syaraf luar biasa. Sudah ada banyak pasien dengan gejala sakit syaraf yang disembuhkan olehnya, salah satu penyakit pasien tersebut adalah kelumpuhan.

"Silahkan duduk, Aruna." Aruna melepaskan tas selempangnya, lalu duduk tepat di sofa seberang sang Dokter.

Pengajuan untuk menyewa perawat pribadi rupanya tengah membeludak. Sampai hari ini terhitung ada 36 nama yang mendaftar, dan baru setengahnya saja Rumah Sakit Fanfa memberikan pelayanan tersebut. Dikarenakan perawat yang dikhususkan pada bagian Home Care Service kekurangan, banyak perawat yang sewanya diperpanjang oleh keluarga tersebut yang menyewa.

Akibat dari kurangnya tenaga keperawatan ini adalah efek dari pandemi yang melanda kota Bandung kemarin. Rumah Sakit Fanfa memiliki 38 dokter ahli dan 65 perawat, 45 di antaranya dikhususkan menjadi bagian dari Home Care Service dan telah habis tersewa. Dikarenakan letaknya berada di pinggiran kota, belum lagi Rumah Sakit Fanfa terkenal dengan pemberian gaji yang kecil, mereka-mereka yang lulusan keperawatan sangat jarang ditempatkan di sini.
Dalam sejarahnya Rumah Sakit Fanfa hanya sebatas klinik kesehatan yang dibangun oleh seorang dokter bernama Dokter Fanfa Arasyida, kemudian berkembang menjadi rumah sakit kecil hingga sekarang setelah meninggal dan diwariskan kepada salah seorang putranya. Satu waktu putranya mendapat kasus besar; mengakibatkan delapan pasien meninggal dunia, kabarnya salah diagnosa yang berujung kesalahan memberi obat. Kasus miring ini menjadi rahasia publik yang diingat sampai hari ini, membuat tidak ada tenaga kesehatan yang ingin bergabung dengan rumah sakit.

Dokter Megan mengembuskan napas panjang. Kepalanya diisi penuh masalah. bukan hanya masalah kedokteran saja, masalah seperti ini pun menghantui beliau setiap saat. Dokter Megan kasihan dengan keluarga yang berniat baik, ingin menyembuhkan ayah, ibu, atau kakak adiknya. Dokter Megan merasa bersalah sampai berkata,"Salahnya saya tidak memikirkan tentang pecahnya permintaan seperti ini sejak awal."

"Aruna, setelah saya melakukan sebuah survey dari banyaknya orang yang bekerja di Home Care Servise, rupanya kamu adalah salah satu orang yang memiliki latar belakang sebagai perawat, Aruna." Dokter Megan menatap Aruna secara dalam untuk melihat keyakinannya, membuat jantung Aruna berdegup sangat kencang.

"Jadi, apa kamu bersedia, Aruna?"

Sejenak Aruna berpikir, banyak sekali konsekuensi yang akan ia dapatkan, jauh lebih berat dari apa yang ia kerjakan sekarang. Salah satunya adalah mendapatkan pasien yang harus ia rawat dan jaga, bisa jadi selama 24 jam penuh. Bagaimana jika pasien yang didapatkannya sulit diatur? Atau keluarganya yang banyak mengatur? Ilmu yang Aruna miliki juga belum sebanding dengan mereka yang bergelar S1.

"Saya masih D3, Dok. Rasanya kurang pantas jika saya mengambil peluang ini, meskipun menjadi perawat sudah impian saya sejak lama." Jelas Aruna tidak ingin membuat perawat di seluruh Indonesia merasa dengki terhadapnya, syarat menjadi perawat tetap saja adalah S1.

"Tapi, sebentar lagi kamu lulus, kan? Saya dengar kamu sudah sidang skripsi.

Aruna terkekeh kecil. "Iya, Dok. Tapi ...."

"Sudah, Aruna. Saya percaya sama kamu. Ayah dan ibumu adalah dua orang yang sangat menginspirasi banyak orang, benar? Pasti kehebatan mereka diturunkan kepada anaknya."

"Bagaimana Dokter bisa tahu?" Alis Aruna bertaut tidak mengerti.

"Dahulu saya rekan mereka."

Gadis itu mengangguk mengerti. Selama ini Aruna tidak pernah bertemu dengan rekan orang tuanya, merasa tidak pantas berkenalan dengan manusia hebat yang menyelamatkan nyawa banyak orang.

Perlahan Aruna mulai yakin kepada dirinya sendiri, belum lagi telah disebutkan kedua orang tuanya, ia tidak mau membuat malu mereka berdua. Aruna menerima tawaran tersebut. Kebetulan upah yang akan ia dapatkan akan jauh lebih tinggi dari gajinya sekarang, walau itu setara dengan pengorbanan yang harus ia keluarkan.

Upah minimal Rp4.000.000,00 dari rumah sakit mungkin sudah tergolong cukup sebagai perawat pribadi. Gaji Aruna sebagai bagian administrasi hanya berkisar Rp1.500.000,00, hanya cukup membiayai kehidupan sehari-hari saja. Maka dari itu Aruna sering memilih lembur untuk tambahan upah, dengan dalih sewa kos belum dibayar. Mengingat Aruna juga masih muda, masih butuh jalan-jalan seperti perempuan pada umumnya. Sedari orang tua Aruna meninggal, ia harus dipaksa dewasa dan mandiri, keluarga besar jauh membuat sulit bagi Aruna meminta pertolongan.

"Saya bersedia, Dok."

Dokter Megan menggeserkan sebuah map hijau ke hadapan Aruna. "Tanda tangan di atas materai ini," suruh Megan menunjuk materai 10.000 yang sudah tertempel sebelumnya.

Secarik kertas tersebut berisi Surat Keputusan Keperawatan. Aruna Runyza kini resmi diangkat sebagai perawat yang ditangguhkan, dalam situasi mendesak, selagi rumah sakit tidak mendapat informasi mengenai para perawat di luar sana.

─── ・ 。゚☆: *.☽ .* :☆゚. ───
TO BE CONTINUED

Journey of Personal Nurse [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang