Jurnal Ke-12; Ancaman Pemecatan

237 15 11
                                    

"Runa mau ke mana?"


Langkahnya terhenti ketika menuruni anak tangga terakhir. Padahal waktu masih terlalu pagi untuk Alzi melakukan aktifitas. Dari arah dapur pria itu duduk di atas kursi rodanya, sembari memegang teflon sebelum diletakkan pada kompor listrik yang telah menyala.


"Apa yang sedang Anda lakukan?"


Kedua sudut bibir Alzi tertarik hingga membentuk senyum manis. "Membuatkan sarapan untukmu. Selama ini kamu yang selalu menyiapkannya. Kasihan, saya rasa kamu bisa kecapekan. Sini, coba sandwich isi daging buatan saya."


Setengah jam lagi adalah waktu pertemuannya dengan beberapa orang yang telah membuat janji, lebih tepatnya rapat bersama pengurus Home Care Service di RS Fanfa. Berkali-kali Aruna melihat jam pada pergelangan tangannya, ia akan kesiangan. Jarak antara rumah Alzi dengan rumah sakit cukup jauh, belum lagi macet yang akan menambah waktu perjalanan.


Awalnya Aruna hendak kabur dari Alzi, ia tidak ingin membuat pria itu kepikiran. Ia menduga jika Alzi mengetahui dirinya pergi ke rumah sakit, nantinya Alzi lagi-lagi merasa bersalah karena sudah menjadikan Aruna sebagai kekasih. Namun, dirinya sekarang tidak enak sebab Alzi bangun lebih awal dan rela membuatkan sarapan untuknya.


Maka Aruna memutuskan untuk mengulur kepergian, ia terlebih dahulu mengabari Kalingga yang juga turut mengikuti rapat hari ini.


"Sudah lama saya tidak masak seperti ini. Semoga rasanya masih sama," ujar Alzi fokus membalikkan daging yang akan di masukkan bersama roti beserta sayurannya.


Setelah itu Alzi bercerita; dahulu saat usianya masih muda, Alzi sering membuatkan bekal untuk Laras, biasanya sandwich seperti ini, atau tidak telur dadar berserta nori pada nasinya. Dikarenakan Jean biasa aktif bekerja di jam malam, sebaliknya Alzi sering pada siang hari. Ketimbang mantan istrinya, Alzi lebih pandai memasak, tahu banyak resep; mulai dari masakan internasional sampai nasional, bahkan makanan daerah pun tak jarang Alzi buat.


Dirinya selesai membuat sarapan, satu potong diberikan untuk Aruna, satu lagi untuk dirinya, sementara dua yang lain dimasukkan ke dalam kotak bekal.


"Kamu tahu? Di dalam kotak ini ada surat. Saya terlalu gengsi meminta restu secara langsung. Tidak salah, kan, kalau saya menanyakannya melalui sepucuk surat?"


Aruna terdiam tidak menggubris. Bahkan sepotong sandwich yang ada di hadapannya belum tersentuh, wajahnya juga mendatar tanda memikirkan hal lain yang mengganggu. Alzi khawatir, hatinya jadi sedih harus melihat kekasihnya termenung seperti ini. Ia pikir kalau Alzi membawa status sebagai pasangan, lebih dari pasien dengan perawatnya akan membuat Aruna bahagia.


"Runa?"


Barulah Aruna tersadar dari lamunannya. Sudah ada sepotong makanan di depan, ia segera melahapnya tanpa berkata apa pun. Sementara Alzi masih berdiam diri memandang gadis itu dengan saksama.


"Saya pergi dulu, ya," izin Aruna, ia tak berani menatap Alzi.


"Sampai kapan? Pulang kapan?"


Aruna telah memakai kembali tas pada selempangnya. Langkahnya terhenti begitu Alzi menanyakan kapan dirinya pulang. Gadis itu hanya memiliki perasaan tak akan kembali ke tempat ini. Pertemuan yang akan diikutinya membuat Aruna gelisah, terlebih orang-orang yang mengikutsertakan rapat begitu penting dalam kepengurusan HCS.


"Sore, saya pulang sore."


Alzi tampak tersenyum tenang. Setidaknya ia telah memiliki gambaran kapan harus mempersiapkan diri untuk menyambut kepulangan Aruna. Pria itu membuka pintu kulkas, mengambil satu buah apel dan sekotak susu kecil diberikan kepada Aruna.

Journey of Personal Nurse [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang