0.2 : aduh ampun

323 42 10
                                    

Matahari terbenam di ufuk barat, menandakan hari sudah semakin sore. hembusan angin mulai mendingin di seluruh pelosok bumi. sinar jingga semakin hilang digantikan warna kelam. Sasha sebenarnya enggan untuk pulang. karna untuk apa? jika ia pulang hanya untuk mendengar perselisihan kedua orang tuanya. iya, Orang tua Sasha selalu bertengkar jika bertemu. beruntung mereka hanya bertengkar setelah ayahnya pulang dari tempatnya bekerja. namun, tetap saja porsi mereka berdua bertemu cukup banyak. sehingga ia tetap dapat mendengar pertengkaran itu.

kriet..
pintu utama terbuka, ada kepala menyembul diantara 2 pintu itu. Sasha mengelilingi sudut rumahnya. detik setelahnya ia bernafas lega. orang tuanya belum pulang. sehingga ia dapat memasuki kamarnya dengan aman.

Sasha berjalan santai sambil bersenandung ria. di tengah tangga menuju kamarnya, ia dipanggil oleh seseorang yang ternyata sedari tadi duduk di meja bar dapur. memang lampu dapur saat itu tidak menyala. sehingga ia tidak menyadari keberadaan orang itu disana.

tap.. tap..
suara langkahnya mendekati Sasha.
"darimana kamu?" tanya pria paruh baya itu. ia memasukan kedua tangannya di saku celana bahannya. terlihat jas berwarna abu dengan dasi berwarna senada. menandakan beliau baru saja pulang dari kantor.

"sekolah" jawab Sasha singkat. sebenarnya ia takut berhadapan dengan ayahnya. tetapi ia tidak mau menunjukan ketakutannya itu. David meneliti penampilan Sasha dari ujung rambut hingga ujung sepatu. Ia menghela nafas kesal.

"ini yang disebut sekolah? dasi nggak dipake, rok di pendekin, blazer nggak dikancing, rambut berantakan. sekolah apa ini? sekolah atau ngelayap kemana-mana?" tanya David kesal. tidak habis pikir dengan putri satu-satunya ini.

"sejak kapan anda peduli" sindir Sasha. terselip nada sinis disana.

"nggak usah kurang ajar kamu. saya ini orang tua kamu. apa begini ajaran mama kamu selama ini?" giginya bergemelatuk marah. urat di rahangnya mulai terlihat.

"gausah bawa-bawa mama! disini anda yang tidak becus mengurus saya!" Sasha terpancing emosi. David pun menampar pipi kiri Sasha cukup kuat. hingga bekas kemerahan berbentuk tangan menghiasi pipinya. Sasha terkekeh hambar.

"lihat, apa yang anda lakukan terhadap saya? itu yang namanya seorang ayah? setau saya, seorang ayah tidak ada yang seperti anda" savage Sasha, David tidak terima dan mengangkat tangannya lagi untuk menampar pipi Sasha untuk kedua kalinya.

plak..
kepala Amanda menengok ke kanan. ia menggantikan posisi Sasha. Sasha terdiam.

"bisa nggak kamu gausah pake kekerasan?! bukan pertama kalinya loh ini!" omel Amanda kepada David yang terkejut. ia berbalik menatap Sasha. ia memegang pundaknya lembut dan berkata "kamu masuk ke kamar ya. bersih-bersih, nanti mama kompresin okay?" Amanda berucap dengan lembut. menyempatkan mencium kening dan pipi Sasha. Sasha tersenyum tipis dan pergi ke kamarnya, mengabaikan 2 orang yang melanjutkan pertengkarannya.

"Mama, I'm so sorry"

***

"kamu tau nggak? kata-kata yang menggambarkan kamu saat ini?" tanya Sasha pada seorang laki-laki yang sedang duduk sendirian di taman samping sekolah. mulai deh ngardusnya. laki-laki itu menggeleng gugup. Sasha mendekatkan bibirnya ke telinga laki-laki itu. dan membisikan sesuatu.

"ganteng" ucap Sasha menggoda sambil memberikan wink. laki-laki itu sudah dipastikan hatinya meleyot estetik saat ini juga. telinganya bahkan sudah memerah. Sasha tersenyum puas, mencubit pipi laki-laki itu dan langsung pergi dari sana.

tak jauh dari sana, ada yang jengah melihat itu.

***

"hey cantik" panggil laki-laki dibelakang sana. yang dipanggil tidak bergeming dan terus saja berjalan.

When we meet each other [END✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang