Luo Yunxi
***
Setiap makhluk di semesta ini mendambakan kebebasan. Bukannya terjerat dalam kandang, burung-burung ingin terbang menembus awan. Tak ingin terkungkung dalam kolam, ikan-ikan memilih berenang di tengah luasnya samudra. Mewujudkan keinginan tanpa ada yang mengekang adalah sebuah kenikmatan yang tak bisa ditukar oleh sebanyak apapun emas di perut bumi.
Untuk mendapatkan kebebasan yang absolut, manusia harus menjadi yang terkuat. Hanya seorang presdir yang bisa datang dan pergi ke kantor sesuka hati. Mereka memiliki kekuasaan dan uang yang mampu membayar kebebasan mereka. Sementara para pegawai, mereka hanya bisa menggerakkan jemari mereka di atas papan ketik komputer mulai dari pukul sembilan pagi hingga pukul lima sore nyaris setiap harinya demi uang yang bahkan tak bisa membeli kebahagiaan.
Entah benar atau salah, tapi seperti itulah pola pikir Luo Yunxi sekarang.
Saat ini, pemuda rupawan tersebut sedang duduk di singgasananya. Mata phoenixnya memandang satu per satu kumpulan kartu di tangan ketiga sahabatnya dengan percaya diri. Satu sudut bibirnya tertarik membentuk seringaian jail. Begitu kartu terakhir bergambar as sekop ia jatuhkan di tengah meja, kemenangan berhasil diraihnya.
Dengan segera, sekelilingnya mengerang atas kekalahan mereka.
Sementara dua orang menolak mengakui kemenangan Yunxi, pria manis bertahi lalat di bawah bibir yang duduk tepat di kanannya segera mengeluarkan selembar cek bertuliskan 10.000 dollar. Ia mendapatkan protes dari pemain lain, tapi responnya hanya goyangan pundak tanda menyerah. "Namaku adalah Xiao Zhan. 'Zhan' berarti 'perang'. Aku tidak layak disebut dewa perang jika menerima kekalahan saja tidak mau."
Seringai Yunxi semakin lebar. Ia tidak peduli dengan cek taruhan mereka. Rasa bangga karena mampu berdiri di atas segalanya adalah yang paling didambanya
Mendengar kedua sobat lainnya masih ingin tanding ulang dengan meningkatkan nilai taruhan, Yunxi bangkit dari kursi beludru marun berlapis emas miliknya dan berjalan ke balik punggung mereka. Dipegangnya kedua pundak pria bernama Zhang Zhehan dan Tan Jianci tersebut dengan penekanan penuh dominansi. Bisiknya di telinga mereka, "Kalian tahu apa sebutan orang yang tidak mau mengakui kekalahan?"
"Memangnya apa?" tanya Zhehan yang tersenyum pura-pura serius mendengarkan.
Yunxi turut melayangkan senyuman, membuka rahang tajamnya, dan menampakkan deretan giginya. Ia berkata, "Pecundang."
Senyum Zhehan seketika luntur dan pundaknya lemas.
Mendengar itu, Xiao Zhan hanya bisa menggelengkan kepala. Dari keempat sahabat tersebut, memang dia lah yang paling dewasa. Jadi untuk mengakhiri permainan, tangannya segera dengan terampil merapikan kartu dan memasukkannya kembali dalam kotak. "Sudah, sudah. Berikan saja yang dia mau. Ini sudah pukul 2 pagi. Besok adalah hari pertama kita bekerja. Jangan sampai kita terlambat dan memberi kesan buruk pada Tuan Luo."
KAMU SEDANG MEMBACA
LIBERTE [Feiyunxi]
FanfictionKebebasan adalah hal yang selalu didambakan oleh semua orang, tak terkecuali Luo Yunxi. Baik harta, tahta, maupun cinta, tak ada satupun yang boleh mengekangnya. Sebuah taruhan yang diajukan para sahabatnya memang berakhir indah, tapi apakah ia mamp...