11 ✍️

2.9K 265 17
                                        

Samudra masih fokus pada beberapa soal ekonomi di hadapan matanya. Sudah pukul empat sore tapi anak itu masih harus berkutat dengan latihan soal olimpiade. Dengan lihai jari-jarinya menulis jawaban di buku, sesekali mengalihkan pandang ke layar laptop. Dia dan satu teman olimpiade nya ada janji dengan Pak Farhan, salah satu guru ekonomi di sekolah yang menjadi guru pembimbing di olimpiade kali ini. Seharusnya beliau sudah datang satu jam yang lalu, tapi sampai sekarang, Samudra harus menunggu tanpa kejelasan.

Samudra menghentikan kegiatannya sejenak. Mengalihkan perhatian pada awan hitam di atas sana yang seperti telah siap menjatuhkan hujan. Tak berselang lama, tebakannya tebukti benar. Air itu jatuh menimpa Bumi bersamaan dengan hawa dingin yang mulai menyentuh kulit.

Mata Samudra terfokus pada hujan di luar sana. Suaranya yang nyaring seakan menjebak cowok itu. Pikirannya menjadi liar. Berbagai kejadian yang terjadi pada hidupnya akhir-akhir ini berlarian disana. Bunda yang telah berpulang, perubahan sikap Ayah dan Oma yang sangat terlihat jelas, juga Arnesh yang belum mau menerimanya.

"Sesuatu yang datang dari hati, pasti suatu saat akan menemukan jalannya sendiri buat sampai ke tujuannya." Kalimat penenang Rafa tadi pagi seakan tiba-tiba kembali terdengar, membuat anak itu membuang nafas kasar.

"Yah, semoga aja." Batinnya.

Berbagai ingatan yang datang tanpa permisi benar-benar menyita konsentrasi anak itu. Hingga suara Dio yang sejak tadi berada di depannya pun tak terdengar.

"Pak Farhan nggak jadi dateng. Katanya mobilnya mogok pas mau balik ke sekolah." Ujar Dio tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel yang menampilkan pesan dari gurunya itu. Merasa tak ada tanggapan, cowok itu mengangkat kepalanya hingga kedua netranya menangkap Samudra yang sedang memandang kosong ke arah jendela dengan tangan bersedekap di atas meja.

"Dra, Pak Farhan nggak jadi dateng." Ujarnya kedua kali.  Ia berdecak kesal karena tak juga mendapat tanggapan.

"Dra." Dio mengetukkan jarinya di meja. Berhasil. Samudra akhirnya menoleh dengan raut muka penuh tanya.

"Hm."

"Pak Farhan nggak jadi dateng, mobilnya mogok pas perjalanan balik ke sini."

"Emang iya?"

Dio menunjukkan pesan dari Pak Farhan pada Samudra dan seketika anak itu mendengkus.

"Yah, ya udahlah. Bilangin semoga mobilnya cepet bener gitu."

Alih-alih menjawab saran dari Samudra, Dio memilih untuk langsung mengetik pesan balasan, dan Samudra sudah paham dengan hal itu.

"Lo mau langsung balik? Hujan gini?" Tanya Samudra.

"Iya lah. Pesen ojek mobil aja. Capek banget, pengen cepet istirahat."

Tak berselang lama, Dio menunjukkan lagi layar ponselnya pada Samudra untuk memberi tahu bahwa dia sudah mendapat driver dari aplikasi ojek online. Dengan segera Dio mengemasi barang-barangnya ke dalam tas.

"Gue duluan ya, Dra. Buruan pulang, mumpung ada waktu istirahat lebih lama." Ujar anak itu sembari mengenakan jaket hitamnya.

"Iya." Samudra menyunggingkan senyum tipis. Dia tak begitu dekat dengan Dio, sejauh ini dia hanya mengenal anak itu sebagai partner saja. Tapi, Samudra dapat melihat bahwa Dio adalah anak yang cukup baik.

Kini, Samudra tinggal seorang diri setelah Dio pulang lebih dulu.

"Pulang naik apa ya? Apa pesen ojol aja?"

"Rafa udah pulang belum ya?"

Dengan cepat Samudra menyambar ponselnya di atas meja untuk menelfon Rafa. Hanya selang beberapa detik sampai suara Rafa terdengar di seberang.

Fixing the Broken ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang