47: Mengikhlaskan

33.5K 2.6K 92
                                    


Setelah membuka mata, Caca masih belum menemukan Regan di dekatnya. Gadis itu nampak kecewa. Untung saja di situ ada Cleo dan juga teman-temannya yang terus menghibur.

"Sebenernya Regan kemana? Jujur sama gue," tanya Caca yang mulai merasa aneh. Sejak kemarin ia sadar, Regan seperti menghindarinya.

"Ada kok. Regan, semalem jagain lo juga. Tapi tadi dia ada urusan sama dokter, Ca." Raffa tak sepenuhnya berbohong saat mengucapkan itu. Memang benar, Regan menjaga Caca waktu gadis itu terlelap. Namun, alasan Regan keluar bukan karena dokter.

"Urusan apa? Kenapa gak nunggu gue bangun atau bangunin gue?"

"Kalo itu sih gue gak tau ya urusannya apa. Lo sih kebo banget jadi cewek," ucap Raffa dengan mencibir.

"Ck. Terus anak gue mana? Dari kemarin kenapa gak dianterin kesini?"

Semua diam bingung menjawab apa, kelima orang yang berada disitu hanya saling pandang. Ardi yang biasanya menjadi orang paling cepat menjawab malah pergi keluar beralasan ada telfon. Lelaki itu takut salah bicara, karena memang semua sudah diwanti-wanti Regan untuk hati-hati dalam berbicara.

Dari sini Caca sudah berpikir macam-macam. Dengan wajah yang hampir menangis, ia menatap Danielo, "Anak gue baik-baik aja 'kan? Mereka masih ada 'kan?"

Danielo kaku di tempat, ia tak tau harus menjawab seperti apa. Cleo mendekat lalu memeluk Caca, "Ada kok, Cacantik. Mereka lagi bobok di ruang khusus bayi. Cacantik tenang ya, mereka baik-baik aja. Belum bisa dibawa kesini soalnya kondisi Cacantik 'kan masih lemah."

"Beneran?" Cleo mengangguk.

"Terus kenapa lo nangis?" tanya Caca melihat Cleo juga menangis dengan mata sembab.

"Ya Cacantik nangis, Cle juga ikutan nangis jadinya!" kesal gadis itu mencoba berkilah.

Caca menghela napasnya, "Yaudah nih gue gak nangis lagi. Lo juga jangan nangis," ucap Caca sembari mengusap air matanya.

"Sudah cukup ibu-ibu nangisnya, mending sekarang makan buah ya. Tadi Regan pesen, lo di suruh makan buah yang banyak." Bagas menyela dengan membawa sepiring buah potong. Jadi pas di tanya Caca, Bagas memilih menyibukkan diri memotong buah. Baik sekali bukan?

Ardi masuk ke ruangan setelah beberapa saat, "Niel, di panggil buat ke kantor. Soal Abi," ucap lelaki itu.

Danielo pamit bersama Raffa dan Ardi. Tinggal Bagas dan Cleo untuk menjaga Caca, "Gue mau hukumannya Abi setimpal," ucap Caca tiba-tiba.

"Pasti, Danielo bakal ngusahain buat itu," timpal Bagas.

Cleo menghela napas, gadis itu mengingat pesan Regan untuk tidak memberikan pengharapan yang tinggi untuk Caca, "Tapi kata Elo kemungkinan Abi buat di hukum itu tipis. Orang tua Abi itu orang penting, dia bisa ngelakuin apa aja buat bebasin anaknya."

Caca tersenyum miris, "Gue sama anak gue hampir mati padahal, tapi tetap duit yang berbicara."

"Gak dapet hukuman dari petugas berwenang. Berarti dia siap dapet hukuman dari kita, Ca. Lo inget 'kan, setiap rasa sakit ada bayarannya," ucap Bagas serius. Lelaki itu tidak pernah seserius ini.

"Iya, Cacantik. Salah satu hukumannya udah di kasih sama Regan kemarin. Abi ditendang sampe giginya copot lima," timpal Cleo dengan tertawa. Gadis itu kemarin ikut melihat Abi dan langsung tertawa ketika Abi berbicara. Gigi depannya ompong. Mana atas bawah lagi.

"Hah, emang iya?" tanya Caca dengan sedikit membayangkan. Selanjutnya gadis itu tertawa terbahak-bahak.

"Aduh, perut gue," ucap Caca tiba-tiba merasa sakit karena terlalu kencang tertawa.

REGANTARA [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang