Chapter 12 - Atthaphan Phunsawat

420 63 6
                                    

Menceritakan kejadian sepuluh tahun lalu membuat Off teringat kembali bagaimana ia dan Att jatuh cinta. Kisahnya, kisah mereka, tak pernah sekalipun Off lupa. Semuanya masih terekam jelas dalam ingatan, seperti baru terjadi kemarin. Off kembali termenung didepan lukisan yang ia lukis sekitar lima tahun lalu, matanya menerawang jauh, potongan memori kembali muncul.

Sepuluh tahun yang lalu, saat itu cuaca sedang terik-teriknya. Off tak habis pikir di cuaca sepanas itu kekasihnya tetap terlihat menawan, bahkan saat hanya sedang berbalut setelan seragam SMA. Off masih mengingat jelas saat pintu mobilnya dibuka, "Hai." Sapanya sambil mengecup pipi kiri Off sekilas. Off juga masih ingat saat harum vanilla menguar mendominasi seluruh mobilnya. Manis sekali.

"Hari ini lelah sekali, ahh.. Aku sangat membenci pelajaran matematika." Off akan dengan senang hati mendengarkan keluh kesah Sang kekasih tentang bagaimana hari yang ia lewati. Atau saat kekasih mungilnya meminta untuk digenggam, "Sini tangan kamu." Lalu tangan mereka saling bertaut selama perjalanan.

Sudah cukup bagi Off untuk sekedar mengelilingi kota Bangkok yang semrawut tanpa tujuan, tak apa, ia bisa lebih lama dengan sang pujaan. "Kamu tahu gak? Tadi ada temanku bertanya apa kamu itu sepupuku? Ia minta dikenalkan. Haha. Ingin sekali rasanya aku bilang kalau kamu itu punyaku, tapi gak bisa."

"Kenapa gak bisa?"

"Ya kamu tahu lah.."

Off masih ingat bagaimana hubungan mereka dirahasiakan, disembunyikan.

"Bukankah rasanya semakin sesak? Aku ingin semua orang tahu kamu milikku tapi aku juga tahu itu gak akan mungkin." Ujar sang kekasih lesu.

Off selalu menjawab, "Itu bisa, kalau kamu mau."

"Gila. Yah.. mungkin saja sih, kalau kita berdua mati dulu. Hahaha."

Off tak mengerti bagian mana yang lucu, tapi ia malah ikut tersenyum. Seakan mengiyakan jika mereka harus mati dulu baru hubungan keduanya akan diterima.

Lamunan Off terganggu saat alarm ponselnya berbunyi, pukul 5 pagi. Sudah berapa jam Off berdiri di sini? Seingatnya terakhir kali ia melihat jam masih pukul 12 malam. Lagi dan lagi, Off hanya bisa berdiri berjam-jam didepan lukisannya. Dengan harapan sia-sia, jika lukisannya bisa hidup.

"Ha.." Off menghela nafas lelah, ia bahkan belum tidur. Matanya lelah, tapi kakinya belum juga mau melangkah.

Ponselnya lagi-lagi berdering, bukan alarm kali ini tapi sebuah panggilan masuk.

"Ada apa menelponku dijam segini?"

"Auh.. aku bahkan belum bicara, kau sudah ketus saja."

"Cepat katakan ada apa?"

"Kau masih di Manhattan kan?"

"Ya."

"Ayo bertemu sebentar, aku dan New juga sedang berada di sini."

"Nanti saja lah Tay, aku sedang sibuk mengurus pameran."

"Come on, sudah berapa tahun kita tak bertemu? Kalau bukan sekarang kapan lagi? Kau bahkan sudah tak tinggal di Thailand. Begini saja, aku dan New akan berkunjung ke pameranmu, bagaimana?"

Off hanya bisa pasrah jika temannya ini sudah bersikeras, "Terserah kau saja lah."

"Oke! Aku akan ke pameranmu nanti siang. Sampai jumpa!"

Off menghela nafas panjang, mungkin ia akan tidur beberapa jam sebelum pergi ke pameran nanti. Tangannya terangkat, mengusap kanvas besar yang terpanjang di lorongnya itu.

HIRAETHWhere stories live. Discover now