Empat Puluh Satu

1.7K 141 92
                                    

2021

Epilog


“Wonyoung, Sunghoon, Gyuri, coba tebak, Papa bawa apa?” seorang pria tua berbicara pada tiga boneka seraya menyembunyikan sesuatu yang tak terlihat yang disembunyikan di balik punggungnya.

“Ta daaaa... Papa bawa kepiting kesukaan kalian!!” pria itu menyengir lebar. Ia segera meraih boneka kain dan memeluknya. Pria itu melompat-lompat kegirangan, lalu tak lama kemudian menangis.

“Kalian kenapa gak jawab? Kalian gak suka, ya?” pasien rumah sakit jiwa yang sudah menetap di RSJ selama sembilan tahun itu terlihat mengeluarkan air mata memandangi boneka-boneka yang tersenyum memandanginya.

Dokter spesialis kejiwaan yang terlihat begitu tampan yang sedari memandangi pria tua itu terlihat iba.

Ia berjalan mendekat lalu mengusap lengan pria tua itu lembut.

“Papa... Mereka suka kok. Lihat, mereka senyum. Ini. Ini senyum mereka,” kata Younghoon menunjuk senyum boneka pada Papanya yang telah ditinggal tiga anaknya dan ibu kandung Younghoon yang meninggal lima tahun setelah kepergian Wonyoung, Gyuri, dan Sunghoon.

Pria itu menoleh.

“Masa sih, Dok?” tanya pria itu sedih.

Younghoon mengangguk. Tangannya terulur mengusap air mata sang ayah.

Ia sudah merelakan akan semua yang terjadi dalam kehidupannya. Ia juga sudah memaafkan sang Ayah. Tidak ada gunanya menyimpan amarah yang hanya akan membuat hati menjadi keras. Tak ada gunanya menyimpan dendam pada orang yang telah menoreh kekecewaan.

“Hoon, Pa, kami bawa sup jamur. Kita makan, yuk,” Eric mengangkat bungkusan makanan, berdiri di ruang inap milik sang Papa. Di sampingnya berdiri seorang wanita paruh baya, dua orang perempuan cantik yang masing-masing menggendong anak kecil dalam dekapan. Mama Eric, istri Eric dan istri Younghoon.

Sudah sepuluh tahun berlalu.

Luka lama itu mungkin masih ada, tapi telah diobati. Meskipun sulit, tapi waktu dan rasa ikhlas ternyata bisa menyembuhkannya. Meskipun tidak sempurna, tapi setidaknya luka-luka itu perlahan menutup.

Eric dan Younghoon memandang istri mereka masing-masing.

Pelajaran berharga dari semua ini membuat mereka berjanji untuk menjadi saudara yang saling menyayangi, menghormati, mencintai, dan selalu ada saat suka maupun duka.

Masa lalu yang menyedihkan membuat mereka begitu memaknai bahwa keluarga itu begitu penting.

Dan kesetiaan adalah hal yang paling penting dalam menjalani kehidupan rumah tangga.

Mau seperti apa kelamnya masa lalu, hal itu tidak boleh dijadikan alasan untuk melakukan hal yang mengecewakan dan merugikan di masa depan.

Dan, rasa cinta yang tidak seharusnya terjadi antara dua manusia yang pernah dijalani sang papa dengan mantan kekasihnya adalah hal yang diingat Eric dan Younghoon.

Rasa cinta mungkin indah. Namun, apabila melewati batas yang seharusnya, itu sangatlah tidak dianjurkan.

Sebab, akan ada orang-orang yang tersakiti.

Ada kalanya kita harus merelakan cinta. Bukan karena tak cinta. Namun, karena kebaikan bersama dan kebahagiaan orang-orang baru yang telah hadir.

Eric dan Younghoon memetik makna dari peristiwa masa lalu.

Intinya, ikhlas, sabar, dan tidak menyimpan dendam membuat mereka bahagia seperti sekarang.

Yah, setidaknya begitu.

Waktulah yang perlahan membantu mereka bergerak maju meraih masa depan dan meninggalkan gelapnya masa lalu.

End.




Alhamdulillah, sudah tamat.

Terima kasih aku ucapkan untuk para pembaca setia yang sudah mengikuti cerita ini dari awal sampai akhir.

Semoga kita bisa mengambil makna dari cerita ini.

Ngomong-ngomong, bagaimana pendapat kalian akan cerita ini?

Sampai jumpa di cerita-ceritaku yang lain. 👋👋

Btw, buat jadi novel seru, gak, ya? Kalo ini kan modelnya sat set sat set, duar! Tamat 🤣

1. J ✓ SUGAR, PLEASE! [ Sunghoon - Wonyoung ] ™ - (Republish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang