Enam Belas

1.2K 172 5
                                    

2021


Sugar, Please 16

*Mengapa harus menunggu waktu yang tepat untuk mengungkap kebenaran?*

*

"Berhenti Kak. Di sini rumah teman yang gue tendang tadi," ucap Wonyoung menoleh ke kanan. Pandangannya menerobos kaca jendela mobil dan jalanan yang dilalui beberapa kendaraan.

Mobil sedan yang dikendarai Gyuri melaju pelan, kemudian berhenti tepat di seberang pagar rumah orangtua Sunghoon.

Sebuah rumah bernomor 25 dengan halaman yang cukup luas di pinggir jalan itu menjadi fokus utama mata Wonyoung dan Gyuri, kakak perempuannya——kakak kedua.

Kening Gyuri mengernyit melihat rumah yang memiliki dua pilar besar di terasnya dan sebuah pintu lebar kayu damar. Rumah berwarna putih yang terlihat seperti istana itu memperlihatkan halaman samping rumah tersebut di sisi kiri rumah. Rumah yang cukup besar dengan halaman yang cukup besar pula.

"Ini rumah teman Lo?" tanya Gyuri tanpa menoleh pada Wonyoung yang mengambil beberapa kemasan plastik putih besar berisi buah-buahan, kue-kue, serta minuman ringan untuk Sunghoon di jok belakang kursi mereka.

"Iya, Kak," jawab Wonyoung singkat.

Gyuri menoleh ke kiri menatap Wonyoung tajam.

"Mending kita pulang aja," ucap Gyuri sembari menghidupkan mobil yang sempat ia matikan karena terkejut melihat rumah orangtua Sunghoon, lalu memandang lurus ke depan.

"Loh? Kok pulang?" Wonyoung menggaruk kepalanya karena bingung. Gyuri sempat antusias sekali menemani Wonyoung untuk membeli makanan dan mengantarnya untuk meminta maaf pada Sunghoon. Kenapa tiba-tiba ngajak pulang?

"Udah. Lo gak perlu minta maaf sama dia. Lo santai aja, Wony," ucap Gyuri dengan nada serius padanya saat mobil sudah menjauhi rumah orangtua Sunghoon.

"Hah?" Wonyoung benar-benar tak mengerti. Kenapa masalah benci-membenci ini tidak selesai-selesai dan Wonyoung terpaksa menahan diri lebih lama untuk tahu mengapa Sunghoon membencinya.

"Pokoknya Lo gak perlu minta maaf. Kakak saranin, mending lo ngejauhi dia," saran Gyuri pada adik perempuan yang paling kecil di antara tiga bersaudara sebagai anak keluarga Jang.

"Ngejauhi dia?" Wonyoung makin bingung.

Gyuri mengangguk mantap.

"Kenapa?"

"Pokoknya lo jauhi aja, deh," Gyuri melirik Wonyoung sekilas kemudian berujar, "kalo lo mau benci sama dia, malah lebih bagus."

"Kenapa?" Wonyoung mengusap wajahnya kasar.

Kenapa ingin memulai hubungan baik sebagai teman dengan Sunghoon sulit banget, sih?

Bukannya menaruh benci itu dilarang agama?

Bukannya sesama manusia harus saling menyayangi?

"Lo akan tau sendiri nanti. Bukan dari gue," pungkas Gyuri.

"Kasitau sekarang aja. Gue kepo," desak Wonyoung.

"Lo sabar aja. Biar waktu yang nunjukin ke elo. Sekarang bukan waktu yang tepat. Mungkin," ujar Gyuri ragu. Ia meringis geli bercampur kesal.

"Kasih tau gue, Kak," desak Wonyoung.

Gyuri menggeleng. Tangannya yang memegang stir mobil mengerat. Rahangnya mengeras. Tatapannya lurus dan tajam menatap jalanan.

"Enggak."

"Kasih tau, Kak..." Wonyoung gemas sendiri. Gadis itu meremas plastik berisi makanan yang harusnya untuk Sunghoon.

"Gue bilang enggak," kata Gyuri.

"Kak. Kasih tau. Sumpah, ya, Lo sama Sunghoon buat gue kesel tau gak? Apa jangan-jangan kalian berdua pernah pacaran? Iya?" Tebak Wonyoung yang membuat Gyuri mengerem mendadak.

Ckitt...

Kepala Wonyoung hampir saja mencium dashboard mobil kalau ia tidak menahan dashboard dengan tangannya.

Gyuri menarik napas dalam. Ia menoleh.

"Lo ngomong apa barusan? Pacaran?" Kelihatannya Gyuri kesal dengan kata 'pacaran'. Mahasiswi semester empat itu menatap Wonyoung dengan pandangan yang sulit Wonyoung mengerti. Antara sedih, kecewa, sebal, dan marah.

"Lo pernah pacaran sama dia. Dia bilang dia trauma. Apa jangan-jangan dia trauma pacaran sama Lo, Kak? Dan dia jadi benci gue? Dia jadi trauma juga sama gue? Iya?"

Gyuri tersenyum tipis dan kecut. "Lo mending tanya dia. Dan kakak harap Lo gak dapat jawabannya. Lo lebih baik ga perlu tahu jawabannya," kata Gyuri. Entah kenapa mata Gyuri berkaca-kaca.

"Nanti Lo kecewa," lanjut Gyuri yang menatap jalanan. Dia kembali melajukan mobil dengan Wonyoung yang masih memandang Gyuri dengan tanda tanya besar dan semakin besar.

"Kecewa? Kenapa gue mesti kecewa? Gue kecewa sama siapa? Sunghoon?" Wonyoung mendengus geli. "Atau, Elo, Kak?"  mendadak suara Wonyoung melemah.

"Wonyoung, gue lagi nyetir. Jangan buat fokus gue ilang."

"Kak?" Wonyoung menggeleng. "Jangan bilang Lo udah ngapa-ngapain sama Sunghoon?"

"Lo kalo nuduh yang bagusan dikit napa, sih?" Entah kenapa suara Gyuri terdengar bergetar.

"Kak? Lo nangis?" Wonyoung tak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang. Kakak perempuannya yang tidak pernah ia lihat menangis di depannya itu, menangis.

Gyuri mengusap air matanya dengan tangan kiri, sedang tangan kanannya tetap memegang stir.

"Please. Jangan bahas ini lagi. Hati gue sakit," kata Gyuri.

Mulut Wonyoung menganga.

"Apa? Hati Lo sakit? Lo pacaran sama Sunghoon, Kak?"

Gyuri menarik napas dalam-dalam. "Gak."

"Jadi? Tolong kasih tau gue, Kak," Wonyoung memaksa.

"Enggak."

"Kak, tolong kasih tau gue... Please..." Wonyoung menyentuh lengan Gyuri.

"GUE BILANG ENGGAK YA ENGGAK, WONYOUNG." Gyuri membentak. Tak lama ia menepikan mobil. Gadis itu menangis. Ia tak sanggup menyetir mobil lagi.

Wonyoung semakin heran dan bingung. Kenapa dan ada apa? Kenapa kakaknya sampai menangis seperti itu?

"Kak..." lirih Wonyoung yang menyentuh pundak Gyuri yang bergetar halus.

"Gue gak mau Lo kecewa sama kayak gue. Gue gak mau Lo kecewa, Wonyoung..." Gyuri menunduk dan mengusap air matanya yang terus jatuh.

"Gue gak akan kecewa, Kak," kata Wonyoung mantap.

Gyuri menggeleng. "Lo bakal kecewa. Dan gue gak mau Lo lebih kecewa dari gue..."

Apa Wonyoung harus belajar membenci Sunghoon mulai detik ini?


1. J ✓ SUGAR, PLEASE! [ Sunghoon - Wonyoung ] ™ - (Republish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang