Beberapa hari kemudian.
Setelah pulang dari Singapura, disinilah sekarang Amara dan Clarisa. Disebuah rumah pondok, yang di kelilingi hutan pinus tempat dimana Amara selalu kesini setiap dia ingin menenangkan hatinya, kala keresahan melanda. Ga ada yang tau tentang rumah pondok. Clarisa orang yang pertama yang diajak oleh Amara. Rumah pondok sederhana, yang bangunannya dari kayu pohon pinus. Semilir angin menerpa wajah keduanya. Amara membuka pintu pondok. Mereka berdua masuk. Di sebelah kanan pondok ada 3 bangku kecil yang terbuat dari kayu dan meja kecil. Disebelah kiri ada bangku panjang untuk santai seperti bale-bale, dan diujung ruangan sebelum dapur ada perapian. Perapian selalu digunakan pada saat cuaca dingin. Amara melihat kearah jendela yang berada di belakang bale-bale, awan hitam mulai menggantung. Sebentar lagi bakal hujan. " Aku musti siapin kayu buat nyalain perapian. " Claris.. Kamu istirahat aja dulu di bale-bale, selonjoran aja kakinya, pasti cape. Aku mau nyari kayu buat perapian, mau ujan kaenya. Disini kalo ujan dingin banget. Bentar yah.."
" Mara... Boleh aku ikut? Amara mengernyitkan keningnya. Yakin kamu mau ikut?
Clarisa tersenyum.. Iya Mara.. !
" Ya udah... Yuk..!! Amara berjalan menuju sungai diikuti Clarisa. Rumah pondok ini terletak di pinggiran sungai. Sungai nya ada di depan pondok. Suasana yang indah dan damai. Suasana yang disukai Clarisa. Mereka mengumpulkan ranting-ranting pohon pinus yang berserakan di tanah. Selang beberapa menit hujan deras pun turun. Sore hari yang cerah berganti gelap karena hujan. Amara bergegas mengajak Clarisa buat balik ke pondok. Clarisa menggeleng.. Ga Mara... Aku mau menikmati indahnya hujan. Tapi Cla.. Aku ga mau kamu sakit kae kemaren.
Gapapa, aku baik-baik aja kok. "Yuk.. Sinii temenin aku menikmati hujan."! Amara tampak ragu. Melihat wajah Clarisa yang memelas akhirnya Amara ikut juga. Clarisa sangat menikmatinya. Mereka berdua basah kuyup. Mereka berlari kesana kemari, sampe pada satu momen, Amara meraih kedua tangan Clarisa dan menggenggamnya. Seketika Clarisa terdiam, kening berkerut. Dibawah hujan yang masih deras..." I love you. " .
Amara mengucapkan kalimat itu. Kalimat sakti yang butuh waktu untuk Amara menyakinkan hatinya. Butuh keberanian untuk nyatainnya. Kalimat sakti yang selama ini di pendam Amara. Clarisa hanya bisa mendengar sayup-sayup, suara Amara kalah ditelan derasnya hujan.
" Apa.. Aku ga denger Mara.."
Amara mengulanginya sekali lagi...
" Aku cinta kamu.. " Clarisa sempat terdiam. Hatinya menjerit kegirangan, ingin rasanya saat itu juga dia berteriak ngalahin suara hujan. Tapi Clarisa tahan. Seketika muncul ide jail dari Clarisa."Aku ga denger Mara, kamu ngomong apa?
Amara mendekati Clarisa. Menatap mata Clarisa dengan lembut. Satu tangan Amara masih menggenggam tangan Clarisa. Satu nya lagi perlahan mengusap pipi Clarisa.
" Cla... Hahh...aa ku ga tau mau ngomong apa. Yang aku tau.. I love you.. ! ! Clarisa diam membisu, kakinya lemes, jantungnya ga karu-karuan. Apalagi Amara nyatainnya sambil membelai pipinya. Dan tatapan Amara sangat teduh, memberi kehangatan sampe ke dasar hatinya. Dia ga tau mau ngomong apa. Tanpa tau siapa yang memulai, mereka berdua sudah dalam posisi berpelukan. Keduanya saling berpelukan erat. Ga ada yang mau melepaskan. Clarisa merasakan hangatnya pelukan Amara, brassa dilindungi, disayangi dan dicintai. Begitu juga dengan Amara, ia merasa ingin melindungi gadis ini gadis yang telah membuatnya kembali merasakan cinta. Ingin menyayangi sepenuh hati, ingin berbagi kebahagiaan dan kesedihan. Hujan semakin deras, ga ada keinginan dari mereka untuk melepaskan pelukan. Mereka hanya ingin menikmati saat-saat seperti ini dibawah indahnya hujan.
KAMU SEDANG MEMBACA
COLORS : AMARA dan CLARISA ( Complete)
RomanceLangkah kaki menuju perapian hati Melangkah pasti untuk penantian yang tiada bertepi. Berharap akan menepi di pelataran hati yang bersemi.. Ternyata... Apa yg terjadi..? Kaki ini lebih memilih untuk mendaki.. Mendaki sebuah mimpi... Yang saat i...