Part-1

98 46 70
                                        

Cherly terbangun dari tidurnya ketika mendengar suara ketukan dan gendoran keras dari luar pintu rumahnya. Ia melirik jam di dinding sekilas. Jarum jam sudah menunjukan pukul 05:09 menit.

Nampak gadis itu mengenali siapa sebenarnya yang datang pada jam seperti itu.

Ia segera turun dari ranjang dan buru-buru mengambil sweater berwana abu-abu yang tergeletak di kursi kamar, lalu memakainya sembari melonggos turun untuk membukakan pintu di ruang utama.

Setelah ia membuka pintu, terlihat sosok seorang pria paruh baya tengah berdiri di depan pintu rumahnya dengan penampilan acak-acakan dan juga sedang dalam keadaan mabuk.

Pria itu melonggos masuk begitu saja setelah pintu terbuka hingga dengan sengaja membuatnya menabrak tubuh gadis di depannya itu.

Cherly hampir saja terjungkal kebelakang jika ia tidak segera menyeimbangi tubuhnya dengan cepat.

Beliau memasuki rumah tersebut dengan langkah sempoyongan, sehingga membuat gadis tersebut buru-buru memapahnya hingga sampai ke sofa.

"Ayah? Apa ayah baik-baik saja?," tanyanya dengan raut yang agak cemas, setelah melihat beliau menyandarkan tubuhnya ke sofa.

Beliau hanya berguman sembari memejamkan kedua matanya.

Menatap keadaan ayahnya, ia langsung tersadar bahwa ayahnya membutuhkan sesuatu untuk agar bisa meredahkan mabuknya.

"Tunggu sebentar, aku akan buat teh."

Gadis itu segera bangkit dan berjalan menuju ke dapur lalu membuatkan secangkir teh untuk beliau. Namun, sekembalinya dari sana, ia mendapati ayahnya sudah tertidur di sofa.

Cherly langsung merasa enggan untuk membangunkan beliau, sebab jika ia membangunkannya ada dua kemungkinan yang ia dapat. Satu, beliau tidak akan menghiraukannya, dua, beliau merasa terganggu hingga terbangun lalu tidak segan-segan akan memukulinya seperti sebelumnya.

Ia tidak ingin melakukan hal sia-sia seperti itu lagi.

Gadis itu meletakan cangkir tersebut di atas meja, lalu beralih melepaskan sepatu yang di kenakan ayahnya, kemudian menyelimuti beliau dengan selimut yang di ambilnya dari kamar.

Gadis itu menghela nafas berat menatap keadaan ayahnya yang tengah tertidur itu. Beliau pasti lelah karena sudah bekerja selama seharian. Ia menyadari betul bahwa hubungan dengan ayahnya tidak terlalu akrab. Dia dan ayahnya memang hanya hidup berdua, namun beliau selalu menghabiskan kesehariannya di luar rumah, hingga terkadang pulang dalam keadaan mabuk seperti itu.

Sejak ibunya meninggal karena mengidap penyakit kangker otak. Entah kenapa perlahan-lahan jarak mereka juga mulai terasa renggang. Cherly juga tidak memahami sikap yang di tunjuki ayahnya terhadapnya.

Keadaanya juga tidak bisa di samakan dengan sebuah film, yang dimana jika seorang lelaki kehilangan istrinya ia akan berusaha untuk mengambil peran istrinya agar tetap lebih mengenal dan dekat dengan anak-anaknya.
Ayahnya? Jangankan untuk mendengarinya bercerita mengenai keadaannya, beliau lebih memilih untuk bersikap tidak peduli terhadap apa yang ingin di lakukan oleh Cherly.

Meskipun begitu, ia sama sekali tidak menaruh dendam apapun terhadap beliau. Gadis itu tetap menganggap bahwa mereka tetap terhubung dengan baik layaknya seorang ayah dan anak. Kenapa? Sebab beliau masih bersikap bertanggung jawab terhadapnya, masih mau memenuhi kebutuhannya. Hal tersebutlah yang membuat Cherly percaya bahwa ayahnya itu masih tetap menyanginya seperti dulu.

Ia segera berlalu meninggalkan ayahnya dan berjalan kembali ke kamarnya, kemudian mencoba untuk kembali tidur.

Namun, setelah setengah jam berlalu matanya tidak bisa lagi terpejam seperti sebelumnya. Akhirnya gadis itu memutuskan untuk keluar dari kamarnya dan menghirup udara segar di balkon.

Shadow Island (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang