Seperti biasa. Sebelum jam pelajaran di mulai, sepanjang koridor selalu diisi dengan siswa-siwa yang tengah sibuk mengobrol maupun bercanda dengan beberapa teman akrab mereka. Terlihat juga sebagian siswa yang baru datang seperti dirinya akan mulai menyapa teman mereka hingga ikut bergabung dalam obrolan mereka.
Berbeda dengan Cherly. Ia akan melewati mereka hingga ke tempat dimana lokernya berada. Ia hanya perlu mengambil beberapa barang di sana, lalu pergi ke kelasnya.
Namun, belum juga ia sampai di lokernya, mendadak punggunya didorong kuat secara tiba-tiba dari arah belakang, sehingga dengan cepat tubuhnya jatuh menabrak lantai dengan keras.
Otomatis suara-suara bising yang dari tadi memenuhi koridor tersebut menjadi hilang dan tergantikan oleh tatapan penasaran yang tertuju ke arah keberadaanya, yang kini sedang tergeletak di lantai.
Disaat seperti itu, suara tawa dari arah belakang membuat kepalanya menoleh sedikit. Gadis itu segera bangkit saat mendapati siapa yang mendorongnya tadi.
"Ouch... I'm so sorry Cher. Aku tidak sengaja menabrak mu tadi," ucap Alex sembari memasang tampang mengejek.
Pria itu berdiri di depannya bersama kedua teman klub footballnya. Johan dan Cedrik. Raut mereka juga sama terlihat mengejeknya seperti Alex.
Alex sendiri adalah sepupu Grace. Mereka memiliki sifat yang tidak jauh berbeda, bahkan sama buruknya. Suka membuli kaum lemah, sering membual, dan sangat berandalan."Sungguh. Kau sama sekali tidak terlihat olehku tadi. Boleh Ku beri saran? Kau seharusnya memakai spanduk yang bertulis. Jangan Tabrak Aku Disini. Dan pasang itu di kepalamu," katanya sembari tangannya memperagakannya di kepala gadis itu.
Terdengar cekikan beberapa orang di sekitarnya setelah mereka mendengar kalimat terakhir dari pria itu. Rasanya Cherly ingin menangis saat itu juga.
Namun, ia memilih untuk mengingat beberapa kenangan indah bersama ibunya dulu. Biasanya mengingat hal tersebut membuatnya bisa mengalihkan rasa sakit saat dia di perlakukan seperti saat ini.
Cherly hanya mampu memasang ekspresi datarnya sembari membuang pandanganya kearah tempat lain. Ia akan terlihat seperti tidak peduli pada perkataan menyakitkan atau perlakuan tak bermoral yang selalu mereka lakukan padanya.
Namun, nyatanya sikap ketidak pedulianya tersebut merupakan sebuah temeng yang selalu ia pasang di balik tiap-tiap keadaan rapuhnya itu. Ya. Sehingga hal tersebut membuat sebagian orang di sekolah menganggapnya sebagai manusia astral.
"Cobalah untuk memakainya jika bertemu dengan kami lagi," ucapnya lagi sembari menahan tawanya, lalu mengajak kedua temannya untuk pergi.
Cherly bisa bernafas legah ketika mereka bergerak menjauh darinya dan menyadari situasi telah kembali seperti sebelumnya.
Gadis itu langsung berjalan menuju lokernya dengan langkah agak tertatih-tatih. Kini kakinya terasa sakit akibat terjatuh tadi.
Disaat seperti itu, terlihat Chole menghampirinya ketika ia telah mendekati lokernya. Gadis itu menyapanya sembari tersenyum ramah.
Ya. Hanya Cholelah yang sering mengajaknya berbicara meskipun gadis itu sendiri memiliki masalah bersosialisasi seperti dirinya. Namun, mereka juga bisa di bilang bukan teman akrab. Chole sendiri, adalah adik kelasnya, dan mereka beberapa bulan yang lalu baru saja bertemu.
Sebelum mereka saling menyapa seperti sekarang. Cherly bertemu Chole di belakang sekolah, ketika gadis itu duduk sendiri dan terlihat murung. Lalu tanpa sengaja ia melihatnya bermain biola sendirian di ruang latihannya. Dan alunan musik yang dimainkannya pada saat itu membuat Cherly begitu terpukau. Sejak saat itu Cherly selalu memberinya dukungan ketika ia selalu menyempatkan dirinya untuk mendengarkan Chole bermain di kala itu.
"Apa kaki kak Cherly sakit?," tanyanya sembari memerhatikan kaki gadis itu.
"Ya. Hanya sedikit, sebentar lagi dia akan membaik," jawabnya cepat.
"Mau Chole bantu antar ke UKS, kak?," tawarnya merasa ragu akan jawaban gadis itu.
"Tidak usah Chole. Aku baik-baik saja. Bagaimana dengan pengajuan pertunjukan biolanya?," tanyanya seakan ia ingin mengalihkan perhatian gadis itu dari objek tersebut. Kebetulan matanya melihat sebuah kertas berwarna ungu yang berada di tangannya saat itu.
"Ah! Ya. Aku hampir lupa. Berkat kakak, dua hari yang lalu akhirnya aku mencoba untuk berbicara dengan Mrs. Bareth. Akhirnya dia menyetujuiku untuk mengikuti pertunjukan biola. Ini tiket gratis untuk kakak. Aku ingin kakak datang ke pertunjukan pertamaku," katanya seraya menyodorkan dua tiket pada Cherly dengan senyum lebarnya.
Cherly menatap tiket itu dengan kebingungan. Masalahnya, di hari sabtu dia bisa saja tidak datang dengan tepat waktu atau mungkin saja ia akan datang terlambat, karena ada hal lainya yang harus ia lakukan. Mengingat di hari itu ia harus membantu Mrs.Thimson mengurus perpustakaan. Dan siang menjelang sore ia juga akan menghadiri klub science, dan khursus bahasa spanyol di waktu jam malam. Ia hanya memiliki waktu libur di hari minggu.
Tapi dia juga tidak ingin membuat Chole merasa kecewa karena tidak sempat menghadiri pertunjukan pertamanya. Cherly terlihat bimbang. Namun, tangannya tetap terangkat menyentuh tiket tersebut. Mungkin dia harus membatali sala satu dari kegiatannya itu.
"Kenapa tiketnya ada dua?," tanyanya bingung.
"Ah..Tiket satunya, kakak bisa menggunakannya untuk mengajak siapa pun yang mau kakak ajak kesana."
Cherly terdiam memikirkan siapa yang bisa di ajak kesana. Ia tidak memiliki siapa pun yang bisa di ajak kesana. Kini ia tidak merespon perkataan Chole lagi dan memilih untuk memasukan tiket tersebut kedalam tasnya, lalu meyakini gadis itu bahwa ia akan menyempatkan diri untuk datang.
Setelah kepergian Chole. Kini matanya menangkap sosok seorang pria yang baru saja datang bersama pacarnya. Matanya langsung mencuri-curi pandang kearah sepasang kekasih tersebut. Tepatnya ke arah Lucas Ildsen. Sudah lama ia menyimpan rasa pada lelaki itu. Namun, lelaki itu jangankan meliriknya, ia bahkan mungkin sama sekali tidak menyadari kehadiran sosok Cherly di sekolah itu. Sekarang mereka tengah berjalan beriringan setelah pacarnya yang bernama Kylie Avilia menggandeng lengannya. Kylie sendiri merupakan ketua tim Cheerleaders yang selalu Cherly lihat di setiap pertandingan lelaki itu.
Cherly memang tidak pernah melewati satu pun pertandingan lelaki itu. Namun, saat kylie menjadi kekasihnya. Ia sudah berhenti menonton pertandingan lelaki itu.
Ia memang merasa patah hati. Tapi, balik lagi pada kenyataanya, dia bukanlah siapa-siapanya pria itu. Seperti sebuah kasta, mereka begitu jauh berbeda. Lucas dengan kepopulerannya, dan Cherly dengan kekuperanya. Namun, sesuka apapun dia pada lelaki itu ia tidak akan bisa menyamakan standar yang di inginkan pria itu. Dia tau siapa dirinya. Menjadi sosok yang agresif bukanlah pilihannya, dan dia tidak pernah akan bisa menyamakan dirinya seperti kylie, ataupun berusaha untuk menjadi orang populer seperti kylie.
Bagi Cherly. Meskipun perasanya bertepuk sebelah tangan, sosok Lucas sudah menjadi penyemangat tersendiri selama ia telah menjalani hari-hari yang berat di sekolah tersebut.
Sekarang mereka telah melewati keberadaan Cherly yang sedang berpura-pura menyibukan diri dengan memutari kunci lokernya hingga terbuka.
Ia melirik sebentar keberadaan mereka di ujung sana, lalu kembali menatap lokernya. Tentu saja saat ini hatinya masih berdenyut nyeri.
Numun, sontak matanya melebar mendapati isi lokernya yang acak-acakan dan terdapat cairan berwarna biru disana.
Ya. Hampir semua isi lokernya terkena cairan tersebut. Matanya langsung memanas melihat pemandangan tersebut. belum lagi pada beberapa buku dan tugas-tugas yang harus ia kumpulkan. Ia langsung menggigit bibirnya agar bisa menahan air mata yang hendak tumpah.Pikiranya mendadak menjadi kacau.
Apakah ia bisa menyelesaikan tugas tersebut dalam beberapa jam?
TBC.
Baru tiga part tpi udah mls lanjutnya..
Bay.. Smpai jumpa lagi.ฅ'ω'ฅ~♥~
KAMU SEDANG MEMBACA
Shadow Island (Hiatus)
FantasyCherly Agleria tak pernah menyangka bahwa sebuah kalung berbentuk unik yang tidak sengaja ia temukan di toilet sekolah, akan mengantarkannya pada situasi yang amat sulit. Secara tak terduga ia terjebak dalam sebuah pulau misterius yang membuatnya ma...