Sepanjang perjalanan mereka kembali, susana di antara mereka berubah menjadi canggung. Cherly bisa melihat perasaan bersalah pada lelaki itu saat mereka melangkah sembari menjaga jarak satu sama lain. Hingga tanpa Cherly sangka, kata maaf pun akhirnya keluar dari mulut lelaki itu.
Cherly sendiri bingung harus merespon seperti apa, mulutnya bungkam karena kehilangan kata. Ia tak menyangka akan mendapat perkataan maaf dari lelaki itu. Cherly pikir pria itu akan berlagak tidak peduli dan menganggapnya tak pernah terjadi. Hingga pada akhirnya Cherly hanya bisa berucap bahwa mereka bisa melupakannya. Walau ia sendiri tidak yakin dengan perkataannya.
Obrolan ringan di antara mereka hadir sesekali ketika Cherly berusaha membantu lelaki itu mendirikan tenda sementara mereka, dan tanpa sadar semua pun kembali menjadi normal.
Cherly menduduki dirinya di atas batu lalu menegak sedikit air dari batang bambu yang ia ambil tak jauh dari tempat keberadaan mereka. Bambu itu terlihat cukup berguna untuk menampung air. Dan ia berniat untuk menggunakannya selama perjalanan mereka nanti. Mengingat kendi, juga gelas tanah liat yang mereka sempat pakai tersebut telah pecah saat mereka terperosok ke dalam jurang saat itu.
Memerhatikan Peter mengasah dan membersihkan benda-benda tajam miliknya di atas api unggun. Ternyata benda-benda tajam yang menjadi miliknya tersebut berasal dari monster-monster yang telah berhasil ia kalahkan, termaksud milik monster yang telah menyerangnya tadi.
Cherly mengulum bibir setelah air yang ia minum membasahi tenggorokannya. Tersenyum sejenak, merasa kagum dengan kemampuan cara bertahan hidup lelaki itu. Semangatnya kembali berkobar, ia harap dirinya bisa menyamakan kemampuan lelaki itu nantinya.
Menatap sekeliling sebelum akhirnya bertanya bagaimana kehidupan pria itu sebelum ia terdampar di pulau tersebut. Cherly ingin tau bagaimana kehidupan pria itu sebelum ia terjebak di tempat itu, apakah mereka memiliki kehidupan yang sama.
Tetapi, meskipun ia cukup bersemangat menunggu untuk bisa mendengar dan membuat mereka bertukar cerita, tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut pria itu, dirinya tetap fokus dengan apa yang tengah ia lakukan. Membuat Cherly kembali dongkol. Namun, ia menyadari pria itu terlihat seperti sedang menahan amarah karena pertanyaannya tersebut. Seperti Cherly telah menyinggung sesuatu yang sangat sensitif, dan hal tersebut membuat ia menjadi tak memiliki nyali untuk bertanya lebih lanjut.
"Aku akan tidur sekarang" Pamit Cherly merasa tak ada guna mendesak pria itu bercerita mengenai dirinya sendiri. Ya, ia sadar tak akan mudah menembus pertahanan pria itu, sekaligus rahasia yang dirasa juga di sembunyikannya. Jika perempuan lain yang berhadapan dengannya mereka akan tentu menganggapnya mengerikan seperti dirinya.
"Kau siap ku latih besok?"
Kaki Cherly berhenti. Ia menoleh menatap lelaki itu lagi. Kini ekspresinya berubah agak melunak. Namun, tetap saja terlihat menakutkan.
Cherly masih kesal, namun, ia tak bisa melewatkan pertanyaan itu begitu saja dan berujung membuat pria itu meragukannya.
"Seperti yang sudah ku katakan sebelumnya tuan Peter, aku sudah sangat siap kau latih, mana mungkin bisa aku menarik perkataan ku lagi?"
"Ah. Begitu. Aku hanya ingin memperjelas jika besok kita akan berlatih."
"Baiklah." Tanggap Cherly cepat lalu berlalu memasuki tenda tempat tidurnya.
Hari itu terasa begitu cepat, dan Cherly tak mengetahui pergi kemana beruang hitam itu, ia bahkan tak hadir ketika mereka menikmati makan malam tadi.
Mendadak ia bertanya-tanya sendiri. Apa beruang itu diam-diam memiliki keluarga? Atau mengunjungi sanak saudara dikala ia ingin? Jika seperti itu betapa lucu, harmonis, dan beruntungnya mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shadow Island (Hiatus)
FantasyCherly Agleria tak pernah menyangka bahwa sebuah kalung berbentuk unik yang tidak sengaja ia temukan di toilet sekolah, akan mengantarkannya pada situasi yang amat sulit. Secara tak terduga ia terjebak dalam sebuah pulau misterius yang membuatnya ma...